Revitalisasi Monas Tanpa Izin ala Anies Baswedan Memang Beautiful

Revitalisasi Monas Tanpa Izin Anies Baswedan Memang Beautiful

Revitalisasi Monas Tanpa Izin Anies Baswedan Memang Beautiful

MOJOK.COPemprov DKI Jakarta yang dipimpin Anies Baswedan harus menghentikan beautifikasi, eh, revitalisasi Monas yang udah jalan. Alasannya? Nggak ada izin.

Revitalisasi Monas yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sejak November 2019 menuai banyak kritikan. Banyak yang menilai program ini tidak sesuai dengan aturan karena belum ada izinnya.

Dan pihak yang paling keras menegur adalah DPRD DKI Jakarta. Lho? Lho? Kok tumben?

Sebelumnya, Sekda Pemprov DKI Jakarta berkilah kalau aturan ini merupakan tanggung jawab Pak Gubernur dengan Presiden langsung.

“Dalam melaksanakan tugasnya, gubernur bertanggung jawab kepada presiden melalui komisi pengarah. Nah, pekerjaan ini yang namanya pelaporan itu. Bisa formal, bisa informal, bisa di mana saja,” kata Saefullah, Sekda DKI Jakarta.

Sayangnya, revitalisasi Monas ini belum kantongi izin dari Komisi Pengarah yang dimaksud. Makanya itu, bongkar-bongkar yang udah dilakuin beberapa bulan lalu jadi mandek tanpa kejelasan.

Apalagi, selidik punya selidik, revitalisasi Monas yang dilakukan ini berbeda dengan desain awal desain yang pernah sayembara. Semua pihak terkait mengaku sampai terkejut karena desain revitalisasi Monas mendadak jadi sedikit berbeda.

Aduh, duh, padahal kan tujuan Pak Gubernur murni, mau melakukan beautifikasi. Soal standar kecantikan desain yang berbeda, hmm itu kan relatif, lalu kenapa sih orang-orang banyak yang menyalahkan blio yang sudah kerja dengan sungguh-sungguh?

Kalau soal izin kan, bisa lah diatur dikit-dikit. Kenapa kaku amat sih menjalankan perubahan? Keburu 2024 lho ini. Eh.

Terlepas dari polemik perizinan antar-lembaga pemerintah hingga Kementerian PUPR ikut komentar dengan program ini, sebenarnya banyak lho nilai positif yang ditunjukkan Anies Baswedan kepada kita.

Sebagai seorang pemimpin, Anies Baswedan memiliki pemikiran yang sangat out of the box—bahkan sampai pada tataran out of design. Contoh, ogah melakukan normalisasi sungai tapi lebih demen naturalisasi sungai—misalnya. Kan benar-benar desain pemikiran yang unik sekali.

Paling tidak, jika selama ini pembangunan di sekitaran Monas cuma gitu-gitu aja, kini Anies Baswedan mampu mewujudkan inovasi yang berbeda dengan revitalisasi Monas kali ini.

Menurut rencana, proyek yang berhenti sementara dan kelanjutannya masih menjadi misteri ini akan dibuat kolam yang luasnya setara dengan lapangan bola serta sebuah plaza.

Hal ini tentu mengingatkan kita pada masa kampanye 2017 lalu, bahwa Anies Baswedan menyampaikan hendak menyiapkan kolam untuk warga Jakarta yang sekarang kita tahu penyataan tersebut bukan kaleng-kaleng semata.

Sebagai seorang pemimpin yang amanah, tentu wajib bagi seorang Anies untuk merealisasikan janji kampanyenya.

Rencana pembuatan plaza di kawasan Monas juga mencerminkan bahwa Gubernur DKI Jakarta ini memikirkan banyak golongan. Tak cuma golongan yang mendukungnya saat Pilkada DKI Jakarta saja.

Bayangkan saja, Anies seolah tahu kebutuhan masyarakat yang kurang piknik dan tekanan yang menghimpit sehingga berencana menghadirkan suasana Monas yang baru.

Nggak salah dong seorang gubernur mau menyenangkan warganya. Lagian untuk ukuran Monas kan enggak level kalau penjualnya hanya kaki lima jualan cilok, rujak, sampai skoteng yang bakal diizinkan jualan di trotoar lagi sama Pemprov DKI.

Ya kalau ukuran Monas, agak elite dikit lah.

Setidaknya nanti pengunjung terbebas dari panas dan hujan. Kalau udah begitu, siapa coba yang diuntungkan? Warga yang milih BTP juga kan?

Toh nantinya bangunan ini juga akan mendatangkan cuan baik untuk para pedagang, maupun untuk Pemprov DKI juga. Nanti kalau balik modal baru deh semua mengerti cita-cita nan mulia ini.

Revitalisasi Monas yang diklaim telah mencapai 88% tapi-belum-ada-satu-bangunan-satu-pun-yang-berdiri-ini memang masih butuh waktu. Tapi kan jelas Anies Baswedan punya tujuan mulia, yaitu mempercantik kawasan Monas seperti pohon-pohon yang sebelumnya kurang tertata.

Menurut catatan dari Unit Pengelola Teknis (UPT) Monas, dari 191 pohon yang terdampak revitalisasi Monas, hanya 7 pohon saja yang ditebang.

Hanya 7 pohon katanya lho yha, sisanya ya menurut catatan tersebut dipindah ke sisi barat maupun timur Monas, serta sebagian besar lainnya diangkut ke tempat penampungan pohon Dinas Kehutanan DKI.

Lha wong cuma mau ditata biar cantik kok ya dihajar sana-sini sih? Kayak Harun Masiku aja.

Padahal kalo revitalisasi Monas ini benar-benar terjadi dan ditata dengan baik, kan ya siapa tahu jadi lebih cantik dan nyeni gitu. Hanya saja memang dari awal perspektif seni antara Anies Baswedan dengan masyarakat kebanyakan agak beda. Seleranya nggak sama.

Ya maklum, mungkin pilihannya juga nggak sama.

Ambil contoh seperti pemasangan instalasi Batu Gabion di Bundaran HI yang juga menuai kritikan, padahal kan kalean aja yang nggak ngerti seni.

Kita bisa saja meyakini bahwa sosok sekaliber Anies tidak mungkin melakukan tindakan sembrono. Seperti desain revitalisasi yang diperoleh setelah sebelumnya dilakukan sayembara.

Namun bukan Anies namanya jika tidak membuat kejutan. Desain tersebut kabarnya dimodifikasi hingga sekelas DPRD yang menandatangani anggaran saja sampai kaget betulan.

Ya, anggap saja Pak Gubernur lagi mau kasih surprise. Kasih prank gitu. Kan lagi tren. Kapan lagi ya kan bisa nge-prank anggota DPRD DKI Jakarta?

Namun semua kelebihan itu tentu tidak ada artinya jika Anies Baswedan tidak memiliki jiwa pemberani.

Ya, pemimpin satu ini menunjukkan sikap berani yang mungkin tidak ditunjukkan oleh pemimpin-pemimpin lain khususnya pemimpin DKI era sebelumnya.

Bagaimana tidak? Monas yang diresmikan sejak era Soeharto ini memang sebelumnya juga pernah direvitalisasi, namun sekedar menambah pohon dalam jumlah besar dan tidak mengalami perubahan berarti dengan rencana induk Presiden Soeharto.

Selain itu, karena masuk dalam kawasan Medan Merdeka sehingga pelaksanaan revitalisasi juga harus melalui izin dari Menteri Sekretaris Negara. Tapi Anies selalu punya cara berbeda dan jika bukan karena keberanian Gubernur DKI Jakarta saat ini dengan melanggar izin, niscaya perubahan itu mungkin tak bakal terwujud.

Seperti pepatah klasik:

Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian.

Revitalisasi Monas dahulu, tak urus izin kemudian.

BACA JUGA 5 Alasan Anies Baswedan Adalah Seorang Intelektual yang Visioner atau ESAI lainnya.

Exit mobile version