Misteri Hilangnya Akun Instagram Edhy Prabowo dan Juliari Batubara

Misteri Hilangnya Akun Instagram Edhy Prabowo dan Juliari Batubara

Misteri Hilangnya Akun Instagram Edhy Prabowo dan Juliari Batubara

MOJOK.COBegitu keciduk KPK, Juliari Batubara dan Edhy Prabowo lenyap dari Instagram. Untuk urusan cyber begini, netizen kita emang tiada lawan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggeliat. Sesudah cukup lama tidak muncul dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT), pada akhir 2020 ini KPK menggebrak dengan tangkapan kelas tinggi dan tidak main-main: dua menteri dari dua elite partai dalam dua pekan.

Bukan apa-apa, dengan segala kondisi yang terjadi, sepinya OTT oleh KPK sempat mengundang pertanyaan. Terlebih, OTT kelas tinggi terakhir yang dilakukan oleh KPK adalah Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) di awal tahun. Itu pun disebut telah didalami sejak masa kepemimpinan KPK sebelumnya.

Sebagai orang yang pernah menitip KTP di resepsionis KPK, saya cukup tahu bahwa kerja di KPK itu luar biasa nggak ingat waktu. Jadi, semoga sesudah ini kita bisa menyaksikan lebih banyak lagi karya-karya lain KPK.

Tentu saja termasuk pencegahan, sebab salah satu elemen penting dari revisi UU KPK yang heboh tahun lalu sebenarnya malah poin ini.

Ingat, pada UU sebelumnya, tindakan pencegahan tindak pidana korupsi itu ada pada Pasal 6 huruf d. Nah, di UU—dengan nomor kayak flash sale—19/19, tindakan pencegahan naik ke Pasal 6 huruf a.

Dalam pandangan awam, hal ini menandakan bahwa pengutamaan pencegahan menjadi roh dari UU baru ini.

Dua nama menteri yang jadi tanggungan KPK hari-hari ini bukan nama sembarangan. Keduanya orang penting di partai besar. Mereka juga mantan anggota DPR periode lalu, yang berarti turut berperan dalam pengesahan revisi UU KPK.

Lebih keren lagi, keduanya sesungguhnya adalah menteri-menteri yang aktif di media sosial.

Kalau nggak percaya, silakan tengok akun Instagram @kkpgoid dan @kemensosri. Sebagaimana seharusnya akun media sosial pemerintah bekerja, maka membuat postingan yang engage dengan para menteri tentu perlu untuk dilakukan.

Jadi sangat wajar ketika kemudian pada caption ada mention akun resmi para menteri tersebut, dalam hal ini @edhy.prabowo dan @juliaribatubara.

Pemanfaatan media sosial untuk pemerintahan boleh dibilang naik daun ketika Barack Obama terpilih menjadi presiden Amerika Serikat. Kita tahu, saat itu Obama yang pada mulanya tampak tidak bakal menang justru naik daun dengan bantuan media sosial.

Ketika Obama masuk gedung putih, pemanfaatan media sosial juga dilakukan pada jalannya administrasi publik. Sejumlah pakar bahkan menyebut pemanfaatan media sosial oleh pemerintah itu sebagai Government 2.0.

Pemanfaatan media sosial oleh pemerintah maupun lebih spesifik pada pejabatnya adalah bentuk baru penerapan e-Government khususnya pada bagian Citizen-to-Government (C2G).

Paling gampang ya lihat akun Ridwan Kamil dan Ganjar Pranowo, ketika sebagian komentar di-reply oleh Gubernur Jawa Barat tersebut dan terutama pada komentar yang bukan bercanda maka bisa disebut suatu masukan masyarakat diterima oleh pejabat.

Nah, uniknya, ketika kedua menteri ini tercyduk KPK, dalam hitungan sangat cepat akun media sosial keduanya lenyap.

Kalau dicari, masuknya user not found. Khusus Juliari Batubara, akun istrinya @gracebatubaraoffc juga ikutan lenyap. Hal ini berbeda dengan akun centang biru istri Edhy Prabowo yang sampai tulisan ini diketik masih eksis dan bahkan juga tidak membatasi kolom komentar sekalipun.

Hilangnya akun kedua tokoh ini ditandai oleh netizen. Salah satu netizen berkomentar pada unggahan lama @kkpgoid tertanggal 22 Oktober, “Kenapa menteri yang kena korupsi akunnya langsung pada hilang?”

Instagram sendiri memang menyediakan fitur untuk mendeaktivasi akun secara sementara. Bagi orang-orang yang merasa Instagram sudah terlalu toksik, tapi kemudian secara profesional harus membuka Instagram karena mengelola beberapa akun lain, deaktivasi adalah kunci.

Jadi ya biasa saja. Kalau sudah tenang, tinggal login lagi dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Lagipula, perilaku netizen Instagram di Indonesia itu luar biasa. Komentarnya kejam-kejam dan cenderung nggak ada akhlak. Saking kejamnya, pemain muda timnas U-19 Indonesia, Yudha Febrian, sampai harus menghapus (atau mungkin meng-archive) seluruh post yang dia miliki.

Padahal, dia punya lebih dari 240 ribu pengikut yang tentu sangat gurih untuk dimonetisasi. Penyebabnya tentu saja perundungan siber karena sang pemain muda ketahuan dugem. Soal kejamnya komentar netizen +62 tentu kita harus mengingat pula caci maki yang diterima Han So Hee di Instagram hanya gara-gara peran pelakor.

Iya, peran doang, bukan pelakor beneran.

Walau demikian, jangan lupakan juga militansi netizen Indonesia sebab seorang pemain junior seperti Elkan Baggott saja jadi bisa punya pengikut 129 ribu lebih. Jumlah itu lebih besar dibandingkan pengikut klubnya sendiri, Ipswich Town, serta berlipat-lipat dibandingkan pengikut klub lain yang selevel. Wimbledon tidak sampai 30 ribu, Bristol Rovers juga demikian, Rochdale AFC malah hanya 20 ribuan.

Salah satu yang mendorong aktifnya netizen +62 di Instagram adalah kebebasan berkomentar atau malah melakukan perundungan dalam posisi akun privat. Hal ini berbeda dengan Twitter yang kalau kita mem-privat akun, maka apapun yang kita tulis di lapak orang yang tidak follow kita tidak akan terbaca.

Sementara di Instagram, komentar akun gembokan juga tetap bisa dibaca dan dikomentari, namun akunnya tidak bisa dikunjungi balik.

Kalau Facebook? Nggak usah diharap. Palingan yang muncul “Paling relevan dipilih, sehingga beberapa komentar mungkin sudah difilter”.

Jadi, persoalan hilangnya akun para menteri yang tercyduk KPK tidak perlu menjadi polemik. Hal itu justru menjadi wujud bahwa para pejabat kita sudah memiliki literasi digital yang baik bahkan sampai pada elemen security.

Netizen budiman tidak usah pula mencari-cari akun lain untuk bisa menumpahkan hasrat merundung karena di negeri ini masih ada UU ITE.

Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah menjalani hidup, bekerja sebagaimana mestinya, menghidupi setiap uang 10 ribu per paket yang diterima, serta jangan lupa berangkat nyoblos untuk pilkada serentak sambil mengucapkan kalimat mutiara 2020:

“…dENGan tETap mEMperHAtiKAn pRoTOKoL KeSEhaTAn.”

Yup. Mantap.

Rakyat disuruh taat protokol kesehatan, pejabat taat protokol persekongkolan.

BACA JUGA 3 Kadernya Terciduk KPK 10 Hari Terakhir, PDIP Berjanji Akan Benahi Sistem Pencegahan Korupsi dan tulisan Alexander Arie lainnya.

Exit mobile version