Mendukung Ibu Menyebarkan Hoax

Ibu lagi keranjingan media sosial setahun belakangan ini. Ia lagi senang-senangnya bermain Facebook. Banyak teman-teman lama yang sudah entah ke mana malah ketemu lagi di Facebook. Terakhir, karena sudah berhasil bikin satu angkatan ketemu, ia menginisiasi untuk mengadakan reuni. Akhirnya manis: ibu berhasil mengumpulkan teman-temannya dan sebagai oleh-oleh, ibu membuat grup WhatsApp. Agar kekinian dan bisa share-share-an, katanya.

Bersamaan dengan itu pula ibu jadi punya kebiasaan baru lain, suka mengepos hoax di media sosial. Terkadang ia yang menginisasi, terkadang ia hanya mencomot dari grup sebelah. Anda mungkin mulai sebal dan ingin mengatakan bahwa ibu saya akan mengirimkan hoax-hoax berbau politis yang sering kali kita temukan di media sosial. Atau mengira saya akan berdakwah perihal hoax yang belum tentu keabsahan datanya.

Alih-alih menceramahi Anda, saya malah menyarankan Anda untuk rajin mengirim hoax seperti ibu saya. Hoax yang ia harap akan membuat orang-orang terkecoh membacanya dan kemudian bahagia.

Hoax mengecoh? Itu biasa. Tetapi bikin bahagia? Nggak salah, nih? Coba simak dulu hoax yang Ibu sebar.

“Bagi penikmat kopi, jangan membuat kopi dengan air panas se-kali karena akan menghilangkan rasa dan aromanya. Cukup dengan air panas secangkir …. Kalo se-kali, minumnya sambil berenang kali yaa …. Hahaha.” (Rada garing sih)

Atau yang ini, disebar via WhatsApp.

“Rahasia selembar daun pisang bisa untuk menjaga stamina badan …. Caranya, ambil selembar daun pisang, lalu di atasnya tuang beberapa sendok nasi, sepotong rendang + gulai nangka + sambal, jangan lupa kerupuk kulit, jangan lupa baca bismillah. Siap disantap …. Dijamin badan kembali segar.”

Atau ini, disebar lewat grup WhatsApp juga.

“Diskon 75% tiket pesawat …. Traveloka sedang memberikan tiket diskon 75% untuk seluruh penerbangan di seluruh maskapai. Promo ini berlaku sampai kapan pun. Hanya saja … tanpa sayap.” (Kalau kamu nggak ketawa, saya juga. Sedih juga sih humornya kayak begini.)

Biasanya, kalau Ibu sudah mengirim macam ini, orang-orang pada umumnya akan merespons dengan mengirimkan like atau disebar lagi di Facebook atau WhatsApp masing-masing. Mereka pada akhirnya berusaha menyebarkan kebahagiaan dan energi positif ibu sehingga menjadi viral. Setidaknya pada lingkaran sosialnya saja. Tak jarang, berbagai grup mereka diisi dengan guyonan-guyonan hoax sejenis untuk memancing tawa.

Akan tetapi, juga tidak sedikit misalnya teman-teman Ibu yang mendadak serius. Entah ini pertanda bahwa pemerintah telah berhasil melakukan kampanye anti-hoax atau bagaimana, yang jelas orang-orang seperti ini jelas sering membikin guyonan-guyonan Ibu terhenti seketika. Orang-orang yang pantes dikasih sindiran: you must be fun at parties.

Tak jarang, kata Ibu, ada orang yang merespons “Ini sumbernya dari mana?” saat pesan Ibu baru sepersekian detik dikirim. Atau malah mewanti-wanti agar hati-hati mencari data di internet seakan Ibu hendak menjadi jurnalis di usianya yang sudah senja. Namun, Ibu masa bodoh. Dibilangin seperti itu, ia terus saja mengirimkan pesan.

Kata Ibu, hobinya menyebar hoax mucul karena keresahan. Ibu melihat banyak sekali pesan-pesan penuh kebencian di media sosialnya. Mulai dari pesan anti-Tiongkok, anti-asing, anti-komunis, anti-apitalis, anti-apa-apa-lagi-gitu, yang tak ada habis-habisnya dan bikin pusing kepala. Ia gusar. Di usia tuanya, ia cuma ingin bahagia. Menonton drama India atau makan apa pun yang ia inginkan. Dan itulah yang kemudian ia lakukan: melawan kebohongan yang membawa pesan kebencian dengan kebohongan yang membawa kebahagiaan. Yah, walau kadang masih kriuk.

Untuk orang-orang yang mengomentarinya bahkan sebelum membaca, Ibu cuma menertawakannya. Apalagi kalau mereka kemudian sadar sedang ditipu setelah membaca.

Kata Ibu, orang-orang macam itu harusnya banyak-banyak piknik. Atau kalau ingin serius, ya dilihat dong konteksnya. Tak semua hal di internet harus diseriusi. Tapi, kata Ibu juga, situasi ini bisa dimengerti. Karena ya gitu, orang-orang sering membaca kabar serius sehingga harus diajarkan untuk jadi lebih selow.

Terakhir, saat saya sedang menulis tulisan ini, Ibu mengirim gambar ini ke grup WhatsApp-nya.

Saat Ibu kirim gambar itu ke grupnya, tetap saja tak sedikit yang malah menanyakan asal-usul dan validitas informasi ini. Dengan mudahnya Ibu katakan: “Yaelaaah, becandaan doang diseriusin ….” Dan pada akhirnya semua orang ngeh soal keterangan tanggal yang tak masuk akal di gambar itu.

Sayangnya, hal ini tak cukup membuat pihak Pertamina tertawa. Mereka cukup repot sehingga perlu mengirim rilis untuk menyatakan bahwa informasi tersebut palsu. Tampaknya, pilkada dan segala macam serbuan hoax memang bikin Indonesia #DaruratPiknik.

Exit mobile version