Membayangkan Jokowi Curhat dengan Om Hao ‘Kisah Tanah Jawa’ tentang Kondisi Negara

MOJOK.COJokowi rasanya perlu mempertimbangkan Om Hao sebagai kawan berdialog, atau kalau perlu, kawan berkonsultasi.

Bagi yang rajin mengikuti kanal Kisah Tanah Jawa di Youtube atau di media sosial lainnya, pastilah sudah tak asing lagi dengan sosok Om Hao. Ia adalah seorang indigo pakar retrokognisi yang kerap memberikan insight-insight metafisik kepada pemirsanya.

Dalam kaitannya dengan hal gaib, Om Hao punya kesamaan dengan Jokowi. Keduanya sama-sama dikenal sering melontarkan pernyataan yang bermuatan gaib.

Bedanya, jika Om Hao yang berbicara, gaibnya bersifat penerawangan. Beliau bisa menjelaskan wilayah hal gaib dengan pendekatan yang logis dan terasa masuk akal. Sedangkan kalau Jokowi yang berbicara, kata-kata gaibnya seringkali bersifat gaib beneran.

Saya jadi ingat dengan petuah Gus Mul dalam salah satu tulisannya, “Cara terjitu memprediksi kondisi negara: dengarkan apa yang dikatakan Jokowi, lalu lihat sebaliknya.”

Melihat kecenderungan ini, saya menjadi yakin bahwa Jokowi seharusnya mempertimbangkan Om Hao sebagai kawan berdialog, atau kalau perlu, berkonsultasi, utamanya dalam masalah kenegaraan dan kebangsaan yang terjadi setidaknya dalam satu tahun terakhir.

Saya yakin, dengan kemampuan penerawangannya, Om Hao pastilah bakal mampu memberikan masukan-masukan penting, utamanya dari segi metafisik, kepada Jokowi sebagai pertimbangan pengambilan keputusan Jokowi sebagai seorang pemimpin.

Saya sudah membayangkan hal ini cukup lama. Saya yakin jawaban Om Hao, walaupun terdengar gaib, namun tetap bisa diterjemahkan menjadi solusi yang logis dan bisa diterapkan. Mari kita simulasikan.

“Om Hao, Saya bingung, UU Ciptaker ini kan sudah susah-susah dibikin sama DPR, saya menginstruksikan mereka membuatnya secepat mungkin agar bisa segera mengatasi masalah publik. Tapi kenapa rakyat kok malah tidak ada terima kasihnya. Mereka malah menyerang, katanya Undang-undang ini merugikan rakyat.” Tanya Pak Jokowi sambil menggosok-gosok pelipisnya.

Sambil mangut-mangut seperti biasanya, Om Hao pun langsung memberikan masukan yang berharga, “Pak Jokowi, memang berat tugas sebagai pemimpin. Ketika saya retrokognisikan zaman klasik dahulu, tergambar jelas kalau raja-raja Jawa dulu turut berlaku prihatin untuk menyejahterakan rakyatnya. Para Raja terdahulu sering tapa brata untuk mendapatkan wisik, berharap Tuhan bisa memberikan jawaban untuk kemaslahatan rakyatnya.

“Tak jarang, mereka harus berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk ngalap berkah energi di tempat-tempat yang berbeda itu. Apalagi jika negara tidak dalam kondisi yang baik-baik saja. Tenang, mereka juga penuh masalah, kok, Pak Jok, sama seperti njenengan.

“Coba Bapak merenung dulu, datangi tempat-tempat yang disucikan oleh masyarakat, lebih-lebih jika Bapak bersedia datang ke makam pimpinan negara sebelum-sebelumnya. Siapa tahu, Bapak mendapatkan jawaban dari Yang Maha Kuasa.”

Dalam kanal Youtube Kisah Tanah Jawa, Om Hao memang seringkali berkunjung ke petilasan para pemimpin atau orang yang dituakan di tempat tersebut. Langkah ini tentu saja bisa diikuti oleh Jokowi. Pesannya jelas: agar seorang pemimpin tidak melupakan sejarahnya.

Siapa tahu, Jokowi terketuk dan turut mendengarkan rakyat mengenai kegelisahan mereka perihal dampak UU Ciptaker. Lebih-lebih jika Jokowi bisa mendapat ilham dari Tuhan untuk mengubah pandangan rakyat supaya undang-undang ini diterima, apalagi jika rakyat bisa memahami kebaikan dari undang-undang ini.

Mengulas ini, seharusnya Jokowi juga paham. Kalau dampak UU Ciptaker yang menggampangkan investor asing itu, jelas berpengaruh besar di lingkungan. Kerusakan lingkungan yang didiami makhluk kasat mata dan tak kasat mata jelas bisa terjadi jika Jokowi lengah. Bisa-bisa hal ini yang membikin masalah negara malah semakin runyam.

Oke, mari kita lanjut ke simulasi lain.

“Om Hao, saya ini bingung dengan kabinet saya. Mereka ini sudah saya pilih dari segenap stok putra-putra terbaik bangsa. Namun, mengapa beberapa di mereka kok tidak amanah. Ada yang serapan anggarannya tidak maksimal, tugas nggak beres-beres, bahkan ada yang korupsi. Memangnya apa kurang saya, Om?” Jokowi menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan secara perlahan. Rupanya beliau cukup terganggu dengan berita akhir-ahir ini yang menyerang kabinetnya, sampai-sampai beliau harus melakukan reshuffle.

“Pak Jokowi, pernah tidak Bapak kepikiran supaya para penguasa dimensi lain di Nusantara ini ikut serta dalam proses pembentukan kabinet Bapak?

“Maksud saya begini, Bapak tidak serta merta mengajak mereka bergabung dalam kabinet Bapak. Tentunya Beliau-beliau punya tugas masing-masing yang tidak bisa ditinggalkan. Mereka juga punya kerajaan di gunung, hutan, laut yang rakyatnya juga perlu Beliau sejahterakan. Tetapi paling tidak Bapak Jokowi bisa berdialog dan meminta ijin Beliau-beliau ketika memilih orang.

“Beliau-beliau ini, menguasai tempat tertentu dengan waktu yang sudah ratusan tahun. Jelas Beliau lebih pengalaman dalam memilih orang. Siapa tahu nanti, dalam mimpi atau renung Bapak diberikan pencerahan bagaimana tips memilih orang yang dipercaya.

“Apalagi yang Bapak pimpin ini kan juga tanah se-Nusantara, bukan hanya ada manusia di sana Pak, ada tumbuhan, hewan, dan makhluk lain yang berdiam di dalamnya. Saya rasa, Bapak perlu menjalin dialog dengan Beliau-beliau ini. Saya yakin mereka semua terbuka terhadap segala dialog, kok, Pak. Apalagi sesama pemimpin.”

Selama ini, boleh jadi, Jokowi terlalu berpegangan kepada yang sifatnya faktual, padahal, dalam masalah yang menyangkut masyarakat banyak, nasihat yang bersifat spiritual juga penting adanya.

“Dengan berdialog dengan pemimpin-pemimpin terdahulu, njenengan bisa kecipratan sedikit saripati-saripati kebijaksanaan dari para pemimpin besar di masa lalu.”

Lanjut simulasi yang lain lagi.

“Om Hao, pandemi Covid ini sudah berlangsung sepuluh bulan. Kali ini saya benar-benar kalut. Saya sudah melakukan banyak hal yang saya bisa untuk menghentikannya. Namun di sisi lain, jika saya terlalu keras mengurung rakyat, mereka juga nanti tidak bisa cari makan. Saya sungguh dalam dilema besar, para tenaga medis sudah banyak yang berguguran. Kadangkala rakyat saya juga tidak tahu diri, mereka keluar rumah seenaknya. Sadar ada pandemi, tapi tetap saja egois.”

Kali ini Jokowi meneteskan air mata, Beliau sungguh larut dalam kesedihan. Menurutnya, nyawa bukanlah urusan sepele, ini menyangkut kemanusiaan dan hati nurani. Beliau bertanya-tanya dalam hati, bagaimana ketika di akhirat kelak keputusan-keputusannya selama memimpin bakal dipertanyakan tanggung jawabnya.

“Pak Jokowi, hal ini sungguh berat. Pandemi memang menjadi bukti kalau sejatinya manusia tidak bisa apa-apa. Bencana nasional ini sungguh kompleks, Pak. Para Eyang di dimensi lain juga sedang membicarakannya.

“Saya kira, kita perlu banyak-banyak berdoa Pak, semua elemen harus berusaha sebaik mungkin. Siapa tahu doa dan prihatin Bapak sebagai pemimpin negara ini akan membukakan hati rakyat yang nakal tadi, lebih-lebih jika Tuhan menghendaki supaya penyakit ini bisa segera diangkat dari muka bumi.

“Saya optimis, Pak, jika ujian pandemi ini bisa kita lalui. Para generasi penerus yang selamat akan sesegera mungkin mewujudkan Indonesia emas di tahun 2045 nanti.

“Selesainya pandemi masih menjadi misteri. Berbagai kebijakan telah diterapkan, namun hasilnya nihil. Barangkali doa kita di bumi Nusantara ini, baik dari rumah, kantor, tempat ibadah, dan lainnya akan mempercepat diangkatnya penyakit.”

Om Hao sering mengatakan kalau semua benda di alam semesta ini seperti alat perekam, semua benda itu akan menangkap apa yang kita lakukan, baik perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Jika selama sisa pandemi ini kita perbanyak elemen-elemen di bumi pertiwi dalam mendengar doa dan melihat amalan yang baik, maka siapa tahu benda-benda serta alam semesta yang kita pijak bisa ikut membasmi atau virus-virus yang menempel pada mereka. Tentunya semua dengan kuasa Tuhan Yang Maha Esa.

Begitulah.

Tentu saja tulisan ini, walau bersifat simulasi, namun tetap saya tulis dengan serius dan dengan kesadaran hati yang mendalam. Urusan gaib adalah urusan yang di luar kemampuan manusia, saya juga takut jika alam semesta berbalik menyerang saya jika isi artikel ini cuma mainan dan canda jenaka.

Manusia memang tempatnya salah. Dan Presiden Jokowi adalah manusia juga. Begitu pula dengan saya.

BACA JUGA Surat Terbuka untuk Jokowi usai Anak dan Mantu Menangi Pilkada.

Exit mobile version