Keluarga Ideal Baim Wong dan Raffi Ahmad untuk Kaum Melarat Indonesia

Zara, Posting Video Pribadi Emang Hak Kamu, tapi Hak Itu Nggak Bebas Konsekuensi perempuan edgy kalis mardiasih mojok.co

“Sudah, ya. Ibuk mau nengokin cucu dulu.” Kebayang nggak kalau cucu yang dimaksud oleh si ibu-ibu random pada dialog di atas adalah Kiano, anak dari keluarga Bapau, alias pasangan Baim Wong dan Paula Verhoeven?

Channel Baim Wong dan Paula Verhoeven punya 17, 4 juta subscriber. Bintang channel ini adalah Kiano Tiger Wong, anak laki-laki mereka dengan pengikut sejumlah 2,2 juta manusia di Instagram, yang sudah dibikinkan akun sejak usia 5 minggu dalam kandungan.

Ibu yang mau nengokin cucu tadi adalah gambaran masyarakat yang kecanduan keluarga seleb di Youtube. Saking udah apdet kabar Kiano dari belum dibikin sampe sekarang akhirnya udah bisa jalan sendiri, si ibu sampe sering kebawa ngimpi: nganggep Kiano cucu sendiri.

Akun Rans (Raffi Ahmad-Nagita Slavina) Entertainment punya 19 juta subscribers. Seandainya mereka bikin konser, jamaah yang hadir sepertinya sudah bisa nyaingin pembawa bendera Slankers di seluruh Indonesia.

Selain keluarga Rans dan Bapau, barangkali Bensu Family dan Sarwendah juga yang cukup populer. Mbak Sarwendah dengan dasternya yang ibu rumah tangga banget selalu lincah menunjukkan keahlian masak di dapur.

Ketiga keluarga ini punya formula yang mirip. Selain romantisasi kisah papi dan maminya, bayi-bayi mereka adalah bayi Instagram, seperti Rafathar dan Bertrand Peto dan Thalia.

Untuk versi islami, keluarga seleb yang versi syar’i bisa disaksikan lewat channel The Sungkars Family dan deretan seleb hijrah yang tak kalah populer.

Masyarakat hari ini, bisa jadi tidak terlalu tergantung dengan televisi. Tapi jelas, selera masyarakat tidak pernah berubah. Stasiun televisi memindahkan konten program mereka ke platform Youtube.

Hal ini masih menjadi perdebatan antara kreator konten yang merasa sebagai Youtuber murni yang ogah Youtube jadi sampah lagi, sebab konten program yang dibuat industri televisi ya sama-sama saja.

Kehadiran para keluarga seleb di Youtube juga semakin membuat geng “Youtuber murni” akhirnya cukup kewalahan bersaing konten dengan para artis yang tentu saja punya resource yang lebih mumpuni.

Rumus kehidupan keluarga seleb di Youtube sebetulnya tidak berbeda-beda amat dengan rumus sinetron. Mau seleb biasa maupun yang islami, rumus kontennya sama saja: menghibur, sesekali diselipi drama, dan bikin penasaran. Seleb biasa pamer harta benda, seleb islami juga sama glamour-nya.

Masyarakat melarat yang bekerja keras seharian perlu hiburan. Para ibu pedagang pasar yang meski sepi tetap jualan. Petani perempuan yang meski hasil panen tak cukup buat beli pupuk tapi tetap menanam.

Nelayan perempuan yang semakin sempit wilayah pesisirnya sebab dampak reklamasi dan perubahan iklim. Ibu rumah tangga yang 1×24 jam nggak ingat jam karena nggak punya jam istirahat dengan pekerjaan domestik hingga pekerjaan sosialnya.

Hiburan yang paling instan selalu datang dari yang fisik dan artifisial. Itulah kenapa sinetron wajib hukumnya pakai artis ganteng dan cantik sesuai standar masyarakat. Channel Youtube artis jelas punya rumus yang terberi itu, sebab mereka sendiri sudah ganteng dan cantik.

Ibarat kata tanpa perlu memikirkan konten apa yang unik, otentik dan bermutu tinggi, mereka cuma diem aja nggak ngapa-ngapain juga tetap dapat crowd yang bagus, apalagi jika menyajikan konten bermutu.

Masyarakat Indonesia suka gambaran keluarga “patriarch” ideal . Perlu diingat bahwa Bapak SBY sampai Bapak Jokowi punya voters yang fanatik salah satunya sebab mengidealisasi potret keluarga yang utuh.

Bapak yang gagah sebagai pemimpin keluarga, Ibu yang memancarkan aura ketaatan dan pengayoman, duduk dalam pose penuh wibawa diapit oleh anak-anak yang tidak problematik. Kira-kira begitulah gambaran potret keluarga ideal ala Indonesia.

Kalau seleb-seleb itu bikin konten suami ngasih kejutan ke istri sampai istri menangis, memang begitulah rumus imajinasi romantik masyarakat. Kecuali suatu saat keluarga seleb ternyata bercerai, masyarakat akan ikut kepo, ikut marah-marah, ikut drama, hingga akhirnya Papa Gading bikin channel Youtube mandiri tanpa Mama Isel.

Hiburan juga datang dari imajinasi-imajinasi cerita. Bisa bersifat relate dengan satu fragmen hidup penonton, atau sebaliknya jauh dari kehidupan mereka. Masyarakat mengimajinasikan hal-hal yang tak mungkin mereka miliki.

Itulah mengapa konten grebek-grebek rumah orang kaya selalu laris. Ada banyak barang mewah di dalam rumah orang kaya yang bisa membuat orang merasa memiliki perasaan minimal sudah pernah melihat barang itu walau nggak mampu membelinya.

Saya juga penasaran apakah rumah orang kaya di dalamnya ada sesajen pesugihannya. Itulah kenapa nge-vlog dalam mobil mewah atau konten surpresin pacar di kapal pesiar juga laris. Karena bisa bikin orang kismin dari Kampung Dayakan kayak saya ini bisa ngebatin: aQ KPn Yha???????

Aurel dan Atta Halilintar paling jago bikin konten drama. Drama-drama yang mereka bikin berhasil membuat subscriber-nya menyimak konten yang bisa tayang sampai 5 kali sehari hanya buat memastikan mereka benar-benar menikah di masa depan.

Simaklah kolom komentar Youtube mereka, akan dipenuhi doa-doa yang amat khusyuk dari para subscriber. Dan inilah jawaban mengapa sebuah stasiun TV swasta berani memberikan satu hari frekuensi siarnya untuk menayangkan acara lamaran sepanjang pagi dan siang.

Jika jaman dahulu, kehidupan artis di luar sinetron terasa amat berjarak, sesekali hanya bisa disimak potongan-potongannya lewat berita infotainment, hari ini tidak lagi. Kita bisa lihat Baim Wong sejak bangun sampai tidur lagi.

Dan itulah mengapa Raffi Ahmad divaksin duluan. Itulah mengapa konten klarifikasi setelah ia bikin kontroversi juga tetap jadi sumber cuan. Satu detik dalam hidupnya adalah monetisasi emosi masyarakat yang perlu lari sejenak dari derita hidup yang gini-gini aja.

Influencers jelas bukan penjaga moral masyarakat dan penentu nasib bangsa. Jadi, salah belaka jika kita marah-marah minta pertanggungjawaban mereka agar menjaga akal masyarakat.

Mereka memang sama sekali tak punya tanggung jawab buat itu dan tak adil jika dibebani hal-hal yang lebih dulu ditanggung oleh filsuf, cendekia dan agamawan yang tak kaya-kaya. Sayangnya, tiga subjek terakhir tak banyak subscribers dan tak pula punya waktu buat mengelola bayi Instagram.

Dan kepada Influencers macam Baim Wong dan Raffi Ahmad, saya tetap berterima kasih untuk candu mimpi hidup berkecukupan dan tetap menjadi hiburan rakyat, sebab hal itu tetap lebih berguna dibanding pentas korupsi para pejabat.


Kamu bisa baca kolom Kelas-Kalis lainnya di sini. Rutin diisi oleh Kalis Mardiasih, tayang saban hari Minggu.

Exit mobile version