Pernyataan apa saja yang keluar dari mulut Presiden Jokowi, utamanya di masa pandemi seperti sekarang ini, memang akan selalu mampu menjadi sasaran serang yang empuk di mata masyarakat, lebih-lebih masyarakat di media sosial. Ia tak ubahnya seperti samsak gantung yang memang tak punya banyak pilihan selain untuk ditinju dan digampar.
Ketika pernyataan yang keluar itu adalah pernyataan yang dianggap cukup sembrono, atau setidaknya terdengar aneh, maka serangan yang hadir pastilah lebih besar.
Itu pula yang terjadi ketika Jokowi mengatakan bahwa Indonesia cukup bersyukur karena mampu mengatasi krisis pandemi.
Hal tersebut Jokowi katakan saat memberikan sambutan secara virtual pada Sidang Majelis Pekerja Lengkap Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia pada Senin, 25 Januari 2021 lalu.
“Kita bersyukur, Indonesia termasuk negara yang bisa mengendalikan dua krisis tersebut dengan baik,” kata Jokowi.
Dua krisis yang dimaksud oleh Jokowi adalah krisis kesehatan dan krisis ekonomi yang terjadi sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Pernyataan tersebut tentu langsung mengundang komentar-komentar yang resisten. Maklum saja, kondisi per-covid-an duniawi di Indonesia memang sedang gawat-gawatnya. Jumlah penambahan kasus harian selama seminggu terakhir hampir selalu di atas 10 ribu. Jumlah kasus yang tercatat sudah hampir 1 juta. Positivity rate mencapai hampir 30 persen. Dan yang paling parah, ketersediaan ruangan rumah sakit untuk pasien Covid-19 semakin memburuk.
Dengan kondisi yang demikian, pernyataan “Kita bersyukur” layak menjadi olok-olokan belaka.
Di media sosial, pernyataan Jokowi tersebut kemudian banyak disandingkan dengan pernyataan Presiden Filipina Duterde. Presiden bertampang sangar tersebut menyatakan bahwa negaranya gagal total dalam menangani pandemi. Padahal dari segala sisi, kasus Covid-19 di Filipina tidak separah Indonesia.
Lantas, apakah pernyataan Jokowi tersebut bermasalah? Boleh jadi iya. Namun kalau mau menilik lebih jauh pada pada level perenungan hakiki, apa yang dikatakan oleh Jokowi pada dasarnya adalah manifestasi sikap kultural dia sebagai orang Jawa.
Orang Jawa, tak bisa tidak, memang punya semacam konsep “Isih mending” sebagai panduan untuk meniti jalan hidup. Semacam konsep untuk terus dan tak pernah berhenti dalam bersyukur atas apa pun cobaan hidup (pacobaning urip) yang datang bertubi-tubi, sebab pada akhirnya, cobaan tersebut memang ada sebagai bentuk kasih sayang Tuhan kepada manusia.
Konsep “Isih mending” ini menjadi jalan berbaik sangka yang paling paripurna bagi seorang manusia Jawa. Bahwa seberat-beratnya cobaan yang datang, Tuhan masih tetap memberikan kebaikan bagi kita.
Orang yang melaksanakan betul konsep ini, ketika ia jatuh dari motor dan mengalami lecet, ia mungkin akan berkata “Alhamdulillah, Isih mending mung lecet, ra ngasi tugel tangane, sedino rong dino wis mari.” (Alhamdulillah, masih mending cuma lecet, tangannya nggak sampai patah, sehari dua hari juga sembuh.)
Kalau ternyata ia jatuh dari motor dan tangannya patah, niscaya ia akan berkata “Alhamdulillah, Isih mending mung tugel tangane, ora ngasi bocor ndase.” (Alhamdulillah, masih mending cuma patah tangannya, nggak sampai bocor kepalanya.)
Kalau ternyata ia jatuh dari motor dan bocor kepalanya, niscaya ia akan berkata “Alhamdulillah, Isih mending mung bocor ndase, Gusti Allah isih sayang, iseh dikei urip.” (Alhamdulillah, masih mending cuma bocor kepalanya, Gusti Allah masih sayang, masih diberi hidup.)
Pokoknya segawat apa pun cobaannya, bersyukur tetap menjadi kebutuhan utamanya. Ia sudah bukan lagi kepantasan, melainkan semacam kebudayaan kultural.
Maka, ketika Jokowi mengatakan bahwa ia bersyukur, padahal kondisi pandemi sudah sebegitu gawat, kita memang sebaiknya memaklumi saja. Memang begitulah seharusnya.
Jokowi sejatinya sedang berusaha mengajak segenap rakyatnya untuk bersabar dan senantiasa bersyukur atas cobaan pandemi yang sedang melanda Indonesia. Sebab, memang hanya itu satu-satunya hal yang mungkin bisa dilakukan saat ini.
Jokowi bukan lagi mengambil kebijakan di level yang berkaitan dengan medis, lebih dari itu, ia sedang mengambil kebijakan di level spiritual.
Presiden lain mana bisa begini? Yang bisa begini memang hanya Jokowi. Sekali lagi, hanya Jokowi.