Kisah Aladdin Justru Mengamanatkan untuk Tidak Memohon kepada Jin

MOJOK.COKisah Aladdin yang tertulis di sini, penuh spoiler. Jadi, kalau belum nonton, mending dipikir-pikir dulu untuk membacanya~

Di media sosial, beredar meme comic tentang Aladdin yang ditolak oleh Jasmine. Alasannya, dia jadi kaya-raya karena bersekutu dengan jin. Jasmine tidak mau menerima lamaran Aladdin yang melakukan pesugihan.

Nyatanya, kisah Aladdin justru punya amanat sebaliknya: jangan sekali-kali bersekutu dengan jin. Dengan kata lain, hanyalah Allah SWT tempat memohon dan meminta. Sudah sepantasnya dongeng dari Arab punya nilai-nilai islami begini.

Di cerita versi live action, Aladdin memang sempat meminta pertolongan kepada jin yang diperankan oleh Will Smith. Ia terpaksa melakukan itu karena ia punya konflik yang cukup pelik. Ia jatuh cinta dengan Putri Jasmine, tapi terhalang oleh status dan restu calon mertua. Putri Jasmine hanya boleh menikahi seorang pangeran. Berhubung domisilinya di Arab, pangeran yang dicari bukan pangeran berkuda, tapi pangeran beronta.

Sementara Aladdin hanyalah “tikus jalanan” yang suka mencuri roti di pasar. Kemudian, pertolongan Jin menyulap seorang pencuri jadi pangeran dalam semalam. Hal itu memungkinkan dia untuk berdiri sejajar dengan sang puteri, bahkan sempat joget bareng segala. Namun, ada harga yang harus ditebus: kebohongan. Ia harus menebar hoax bahwa dirinya adalah pangeran di sebuah kerajaan fiktif. Pangeran terpilih hasil quick count versi lembaga survei gaib.

Namanya kebohongan harus terus di-maintenance dengan kebohongan berikutnya. Sampai akhirnya, dia capek melakukan propaganda dan sadar bahwa dirinya harus jujur kepada Jasmine tentang siapa dia sebenarnya.

Cerita film Aladdin punya side plot semacam Game of Sultans. Dikisahkan Jafar seorang perdana menteri kerajaan, ingin duduk di kursi sultan dan menjadi nomor satu di Kerajaan Agrabah. Pusing palanya tiap burung beo peliharaannya meledek, “Nomor dua. Nomor dua.”

Sampai akhirnya, Jafar sempat diberikan kesempatan memiliki lampu ajaib. Kepada Jin, ia meminta untuk jadi sultan secara dadakan, eh, terkabul. Namun, perangkat kerajaan masih tidak mau tunduk sepenuhnya kepada sultan palsu.

Selanjutnya, Jafar memohon dijadikan penyihir instan tanpa menempuh pendidikan di Hogwarts sebelumnya. Dikabulkanlah permintaan itu: Jafar jadi penyihir superior. Dengan sihirnya, ia bisa menundukkan siapa saja. Termasuk Aladdin yang saat itu jadi kerikil di sepatunya.

Ketika di ujung tanduk, Aladdin sempat mengoceh untuk mengecoh Jafar. Katanya, percuma jadi penyihir karena masih kalah sakti dengan jin. Jika kesaktiannya dirangking, penyihir nomor dua, jin nomor satu. Jafar yang terobsesi untuk jadi Numero Uno pun memohon kepada Jin untuk jadi jin juga.

Di sini, Jin berlaku tidak netral. Keberpihakannya masih kepada tuan sebelumnya, yaitu Aladdin. Sikap Jin dipengaruhi oleh like and dislike. Jin mengubah Jafar menjadi jin, tapi harus terkurung di lampu ajaib. Spesifik sekali. Padahal Jafar hanya minta jadi jin saja, tidak ada keterangan harus bernasib sama dengan Jin sebelumnya: tinggal di lampu ajaib.

Jin jadi tricky kepada Jafar karena sudah berkawan karib dengan Aladdin. Inilah contoh praktik KKN. Kasihan sekali nasib Jafar yang diperlakukan tidak adil. Memang, itulah akibat dari bersekutu dengan jin. Bukannya ditolong, malah dijebak.

Pelajaran lainnya, gila jabatan bikin Jafar dipenjara secara magis. Mungkin di dalam lampu ajaib, Jafar terus-menerus mengumpat, “Dasar setan gundul.”

Berbeda dengan Jafar yang bossy, langkah Aladdin cukup strategis dengan memperlakukan Jin sebagai seorang teman, alih-alih pesuruh. Sejak awal, dia sudah paham posisinya. Selama ribuan tahun, Jin terkekang oleh sebuah kontrak sihir untuk melayani tuan yang membebaskannya. Jin yang baru saja dikeluarkan dari lampu ajaib itu malah sesumbar bisa mengabulkan tiga permohonan. Padahal Jin yang menawarkan bantuan itulah yang sejatinya lebih butuh pertolongan.

Bukannya mengubah nasibnya sendiri, justru Aladdin yang mengubah nasib Jin. Ia membuat permintaan terakhirnya untuk membebaskan Jin dari kutukan perbudakan jin. Sama seperti ketika Dobby si peri rumah yang dimerdekakan oleh Harry Potter dengan sebuah kaos kaki.

Jin pun bebas dan akhirnya jadi manusia. Setelah sebelumnya ada manusia yang jadi jin. Pertukaran pelajar yang melibatkan dua alam.

Pada akhirnya, Aladdin bisa mendapatkan hati Jasmine karena karakteristik yang dimilikinya. Selaras dengan itu, Jin sudah wanti-wanti sebelumnya bahwa dirinya tidak bisa mengabulkan permintaan yang berhubungan dengan mengubah perasaan cinta manusia. Ternyata Jin Arab masih kalah paten dengan dukun Nusantara yang bisa ilmu pelet.

Dongeng Aladdin ini bisa mengena di hati perempuan dan laki-laki. Kisah hidupnya seperti fairy tale (genie tale???) untuk para cowok. Lelaki yang bukan siapa-siapa, lalu nasibnya berubah dalam semalam. Inilah impian setiap pria.

Dalam dongeng Cinderella, gadis miskin yang ditolong oleh peri. Kaum hawa digambarkan tertindas dan hanya bisa diselamatkan oleh keajaiban. Namun, Aladdin membuktikan bahwa kaum lelaki juga butuh pertolongan makhluk halus.

Aladdin adalah kita yang jatuh cinta dengan seseorang yang rasanya tidak mungkin kita miliki. Bisa karena faktor ekonomi: si kaya dan si misqueen. Bisa juga karena beda status sosial: si selebgram dan si akun obat-obatan.

Namun, harapan akan selalu ada bagi lelaki yang memperjuangkan cintanya. Dalam kisah Aladdin, harapan itu berbentuk lampu ajaib. Di dunia nyata, refleksi dari lampu ajaib itu bisa apa saja. Bisa berbentuk uang, bisa juga berbentuk uang, atau malah berbentuk uang.

Uang memang tidak bisa membeli cinta. Namun, kita tidak bisa mencintai tanpa memberi (uang).

Sementara itu, Jasmine bukanlah tipikal Putri Disney yang menunggu diselamatkan oleh pangeran. Ketika dijadikan sandera, Jasmine masih bisa melawan dan mencari cara untuk meloloskan diri. Bahkan ia ikutan beraksi di pertarungan terakhir melawan bos penjahat. Kuncinya, yaqueen.

Jasmine punya tekad dan suaranya sendiri. Dengan perkataannya, Jasmine bisa memutuskan rantai patriarki di keluarganya. Ia jadi perempuan pertama yang memimpin kerajaan. Jelaslah, ia berbeda dengan Aurora alias Sleeping Beauty dan Snow White yang perannya merem doang, terus bangun-bangun dapat pangeran tampan di depan mata.

Exit mobile version