Zaman Nabi pun Ada yang Tukang Hoaks

MOJOK.CO – Hoaks tak hanya muncul pada era media sosial. Sejak zaman Nabi Muhammad, hoaks sudah pernah ada.

“Gila ya, Gus. Belakangan ini hoaks masih aja sering muncul,” kata Fanshuri kepada Gus Mut.

“Hoaks apalagi sih, Fan? Masalah politik lagi?” tanya Gus Mut.

“Ya hoaks apa saja sih, Gus. Di media sosial itu lho, Gus. Wah, kalau nggak hati-hati cek data-datanya, bisa-bisa kita kena, Gus. Nyebar-nyebarin info-info kudu hati-hati sekarang,” kata Fanshuri lagi.

“Makanya itu, sebelum ilmu, kita itu dibekali dulu sama akhlak. Dari akhlak kita juga belajar untuk biasa berkhusnuzon dulu, bukan besuuzon dulu. Kalau kebanyakan suuzon, ya bisa bahaya. Paling nggak kalau ilmunya nggak ada, tapi kalau dasarnya suka berkhusnuzon, Insya Allah sih nggak bakal kena masalah,” kata Gus Mut lagi.

“Tapi kayaknya emang gara-gara media sosial sih, Gus, hoaks-hoaks kayak gini muncul. Zaman dulu, waktu saya kecil, nggak pernah ada itu hal-hal kayak gini. Sebar-sebarin berita bohong. Bikin rusuh, bikin rame,” kata Fanshuri.

Gus Mut terkekeh.

“Kok ketawa, Gus?” tanya Fanshuri.

“Jangan salah, Fan, hoaks itu bukan fenomena baru yang baru muncul di era media sosial. Sejak dulu, hoaks itu udah ada,” kata Gus Mut.

Fanshuri agak mendelik. Tatapan matanya seperti melempar ketidakpercayaan kepada Gus Mut.

“Yang bener aja, Gus. Mana mungkin zaman dulu ada orang bisa nyebar-nyebarin info kayak sekarang pakai hape kayak gini?” tanya Fanshuri.

“Ya jelas nggak pakai hape dong, Fan. Bahkan bisa dibilang hoaks zaman dulu itu jauh lebih berbahaya. Soalnya ngecek valid atau nggaknya jauh lebih sulit ketimbang sekarang,” kata Gus Mut.

“Lha emang kalau orang zaman dulu bikin hoaks itu gimana caranya, Gus?” tanya Fanshuri.

“Ya gampang aja dong, tinggal bikin gosip aja ke temen-teman kelompoknya. Secara otomatis cerita bakal nyebar secara terus-terusan kayak model MLM. Bahkan zaman dulu itu jauh lebih sulit dihentikan zaman sekarang. Kalau zaman sekarang kita enak, udah ada Undang-Undang, udah ada peraturan, udah ada polisi, zaman dulu belum tentu bisa seaman sekarang,” kata Gus Mut.

“Zaman dulu itu kapan emang, Gus? Zaman nabi-nabi?” sentil Fanshuri. Setengah tak percaya dengan omongan Gus Mut.

“Iya,” jawab Gus Mut singkat.

Fanshuri justru terkejut ketika Gus Mut mengiyakan pertanyaan tersebut.

“Serius, Gus?” tanya Fanshuri lagi.

“Iya, aku serius.”

“Zaman nabi udah ada hoaks? Zaman para sahabat nabi dong? Kok bisa? Saya kok belum pernah denger, Gus? Nabi siapa emang?” Fanshuri makin tak mempercayai pendengarannya.

“Ya Nabi Muhammad. Kamu sih, mainan medsos terus,” ledek Gus Mut. Fanshuri cuma terkekeh mendengarnya.

“Ini yang bikin hoaks siapa, Gus? Kaum kafir Quraisy?” tanya Fanshuri.

“Bukan.”

“Lha terus siapa?” tanya Fanshuri lagi.

“Ya orang yang berada dekat dengan Nabi Muhammad sendiri,” jawab Gus Mut.

Fanshuri semakin tak percaya pendengarannya. Dalam pemahamannya, orang-orang jahat di zaman Nabi itu ya nggak bakal jauh-jauh dari Abu Lahab atau Abu Jahal. Selain mereka berdua dan kelompoknya, kayaknya tak ada yang jahat lagi.

“Bahkan gara-gara hoaks-nya itu, sampai ada beberapa ayat Al-Quran yang turun lho. Ini bukti betapa dahsyatnya daya rusak hoaks yang bisa diciptakan manusia,” kata Gus Mut lagi.

“Siapa sih, Gus? Penasaran saya,” kata Fanshuri.

“Namanya Abdullah bin Ubay,” kata Gus Mut.

“Bikin hoaks apa sih?”

“Pertama, Abdullah bin Ubay pernah bikin gosip kalau istri Nabi Muhammad, Siti Aisyah punya potensi selingkuh. Cuma gara-gara Abdullah bin Ubay melihat Aisyah ketinggalan rombongan Nabi yang sedang perjalanan jauh dan diantar oleh Shafwan bin Mu’aththal,” kata Gus Mut.

“Wah, ngawur bener itu Abdullah bin Ubay. Istri Nabinya sendiri malah difitnah,” kata Fanshuri.

“Gara-gara itu, Aisyah bahkan sampai jatuh sakit. Dan Nabi Muhammad pun sampai sempat nggak tahu apakah informasi perselingkuhan ini bener atau nggak. Nabi Muhammad pun bahkan sampai tabayyun ke sana kemari. Melacak apakah informasi ini bener nggak,” kata Gus Mut.

“Hah? Bahkan Nabi Muhammad pun sampai hampir percaya sama informasi kayak gini?” tanya Fanshuri.

“Justru itulah teladan yang luar biasa dari beliau, Fan. Nabi Muhammad lho ini. Nabi paling agung. Padahal beliau bisa aja minta bocoran langsung dari Malaikat Jibril—misalnya, untuk tanya apakah informasi ini bener atau nggak. Tapi Nabi Muhammad nggak menggunakan fasilitas ini. Beliau rela melakukan verifikasi. Cek sana-sini. Tanya sahabat-sahabat yang lain. Sampai akhirnya, ketika segala macam upaya sudah dilakukan Nabi Muhammad, turunlah ayat Surat An-Nuur: 11-12 yang menjelaskan bahwa tuduhan itu adalah fitnah. Artinya, Nabi sudah berusaha dulu secara keilmuan, baru Gusti Allah memberi informasi,” kata Gus Mut.

Fanshuri masih tertegun mendengarnya.

“Itu baru pertama. Hoaks kedua malah lebih parah,” kata Gus Mut.

“Ada lagi?”

“Iya ada lagi. Yang kedua ini malah bisa bikin perpecahan antar umat muslim di Madinah saat itu,” kata Gus Mut.

“Emang gara-garanya apa, Gus?” tanya Fanshuri.

“Ya sebabnya sepele aja. Abdullah bin Ubay ini nggak suka sama perkembangan umat muslim di Madinah yang sebagian besarnya merupakan pindahan penduduk Mekah. Meski Abdullah bin Ubay ini muslim juga, tapi dia ini penduduk asli Madinah. Dia nggak suka dengan perkembangan penduduk Mekah di lingkungannya,” kata Gus Mut.

“Kayak sentimen kesukuan gitu kok malahan ya, Gus?” tanya Fanshuri.

“Tepat. Abdullah bin Ubay mempertentangkan soal ‘pribumi’ dan ‘non-pribumi’. Muslim penduduk asli Madinah dengan muslim penduduk asli Mekah. Katanya ke kelompoknya, ‘Mereka telah menyaingi dan mengungguli jumlah kita di negeri kita sendiri. Demi Allah, di antara kita dan orang-orang Quraisy (muslim) ini tak ubahnya pepatah, gemukkan anjingmu dan ia bakal menyerangmu.’ Sentimen itu yang diembuskan si Abdullah bin Ubay,” kata Gus Mut.

“Innalilahi, padahal beliau kan termasuk golongan sahabat juga kan, Gus? Kok bisa-bisanya sampai kepikiran kayak gitu?” tanya Fanshuri lagi.

“Ya karena Abdullah bin Ubay merasa kaumnya teraniaya. Merasa kalau kaum muslim asli Madinah bakal ‘kalah’ jumlah. Padahal muslim yang dari Mekah itu kan saudaranya sendiri, tapi dia nggak mau menerima fakta itu. Pikirannya masih terkotak-kotakkan sama identitas kesukuan,” kata Gus Mut.

“Tapi akhirnya kan nggak jadi pecah kan umat muslim yang di Madinah ini, Gus?” tanya Fanshuri.

“Alhamdulillah tidak. Meski Umar bin Khattab pernah mau bikin perhitungan sama Abdullah bin Ubay gara-gara hoaks ini. Untung berhasil dicegah oleh Nabi, dan keadaan jadi baik-baik saja. Bahkan sudah separah itu pun, Abdullah bin Ubay ini masih akan disalati jenazahnya ketika meninggal dunia. Tak berselang lama turun Surat At-Taubah ayat 80 yang menjelaskan kalau Abdullah bin Ubay ini merupakan orang fasik dan munafik,” lanjut Gus Mut.

Fanshuri tertegun. Mulutnya terkunci sejenak.

“Gila, ternyata hoaks itu memang naluri manusia ya. Lha itu nyatanya bahkan orang muslim sezaman nabi aja bisa sampai seperti itu,” kata Fanshuri.

“Oh, salah. Itu bukan naluri manusia, itu naluri iblis,” kata Gus Mut.

“Lho kok bisa, Gus?”

“Ya bisa dong, soalnya hoaks pertama yang pernah tercipta itu datangnya dari Iblis,” jelas Gus Mut.

“Hah? Emang ini dari riwayat yang mana ini, Gus?” tanya Fanshuri.

“Ya iya dong. Hoaks pertama itu terjadi saat Iblis bilang ke Nabi Adam agar mau makan buah khuldi.”

Exit mobile version