MOJOK.CO – Wajar jika banyak pengamat politik yang merasa bisa meramal hasil pilpres dengan ramalan yang mudah dan terang.
Perhelatan pilpres masih sekira 7 bulan lagi. Masih lama, tapi denyut politik rasanya sudah bisa tertebak. Pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin rasanya bakal menang mudah melawan Prabowo-Sandi.
Tentu tulisan ini bukan asal. Mari kita tengok beberapa hal yang menurut saya bisa mengindikasikan simpulan di atas.
Ditilik dari sisi internal kubu Prabowo-Sandi, dukungan partai belum terlihat padu dan utuh. Demokrat sepertinya masih lebih fokus meraih suara pileg sebanyak mungkin dan kecil kemungkinan all out mendukung Prabowo-Sandi. Sebetulnya hal ini sudah bisa diterka jauh hari, ketika ternyata Prabowo lebih memilih Sandi dibanding AHY. Dukungan separuh hati ini adalah konsekuensi logis dari tidak terpilihnya AHY.
Masih dari sisi internal, dukungan PKS pun belum bisa utuh. Sebabnya juga jelas: partai ini berkeinginan agar cawagub DKI pengganti Sandi mestinya berasal dari partai mereka. Namun, Gerindra tampaknya tak ingin juga kehilangan kursi itu. Memang, kejadian ini agak aneh. PKS selama ini terlihat sudah sering mengalah dengan Gerindra. Pada Pilgub Jawa Barat, misalnya. Atau, saat mereka rela Sandi ditunjuk sebagai capres Prabowo. Wajar jika untuk kursi cawagub DKI mereka ngotot meminta bagian.
Berbeda dengan kubu Prabowo-Sandi, kubu Jokowi-Ma’ruf terlihat lebih adem ayem, sedangkan berbagai manuver politik kubu ini nisbi lancar. Hal itu tampak pada dukungan yang dilakukan oleh Yenny Wahid, yang mewakili keluarga Gus Dur sekaligus salah satu kelompok besar di NU. Dengan dukungan Yenny, dukungan kaum Nahdliyin sepertinya membulat ke kubu Jokowi. Dari sisi parpol, ada PKB dan PPP. Dari sisi ketokohan, ada Ma’ruf Amin yang dipilih sebagai cawapres. Dan, dukungan dari kubu Gus Dur direpresentasikan oleh dukungan Yenny.
Sementara itu, persoalan ekonomi yang dianggap bisa menggerus elektabilitas Jokowi sejauh ini bisa diatasi oleh tim ekonomi Jokowi. Laju inflasi dikendalikan dengan baik, nilai tukar rupiah terhadap dolar juga bisa dikontrol. Perekonomian tetap berjalan. Dalam hal ini, banyak pihak pantas merasa takjub atas kinerja tim ekonomi pemerintahan Jokowi.
Dalam rumus umum pertarungan politik yang melibatkan inkamben, rasa puas masyarakat terhadap kinerja inkamben menjadi faktor penting. Pun, tim ekonomi Jokowi membuktikan diri bahwa di berbagai ancaman pelemahan ekonomi, mereka selalu punya cara untuk menyelesaikannya. Setidaknya, segalanya bisa dikelola dengan baik. Ancaman masih ada, tapi rasa percaya diri pelaku pasar tidak tergerus. Itu hal yang sangat penting.
Saya kira, hal seperti ini juga sudah bisa dirasakan oleh Prabowo. Dia punya pengalaman politik yang panjang, mengikuti banyak pertarungan politik sehingga naluri politiknya pasti tajam. Sikap optimistiknya saya kira bukan semata karena persoalan pilpres. Gerindra punya potensi besar untuk menjadi pemenang nomor dua setelah PDIP, bahkan bisa saja mengalahkan PDIP. Setidaknya, Prabowo telah mewariskan sebuah partai yang merangkak dari bawah—partai yang tumbuh membesar lewat kerja keras. Saya kira, hanya orang-orang tertentu yang punya kapasitas mendirikan dan membangun partai menjadi besar. SBY dan Prabowo, keduanya menunjukkan kapasitas sebagai organisator ulung. Banyak orang bisa menjadi jendral, banyak orang bisa menjadi politikus. Namun, hanya sangat sedikit orang yang punya kemampuan mendirikan dan membangun partai politik untuk tumbuh membesar.
Dari beberapa poin sederhana tapi penting yang saya paparkan di atas, wajar jika banyak pengamat politik yang merasa bisa meramal hasil pilpres dengan ramalan yang mudah dan terang.
Dengan begitu, beban politik Jokowi tidak terlalu berat. Hal ini juga baik karena energi Jokowi masih bisa dibagi untuk tetap memikirkan jalannya pemerintahan serta mengontrol dan memaksimalkan janji-janji politiknya. Dengan begitu, roda pemerintahan tetap berjalan baik.
Harapan banyak orang, sih, sama—termasuk saya. Jokowi mulai bisa memikirkan dan menyusun ulang kabinet yang kelak akan diajak serta bekerja. Kemenangan yang nisbi mudah membuat Jokowi mestinya bisa lebih punya kekuatan untuk memilih menteri yang benar-benar tepat dan mampu bekerja. Bukan semata memilih menteri karena faktor parpol belaka.
Coba rasakan, benar-benar rasakan, pilpres seperti sudah selesai, bukan?