Keajaiban bagi Istri Mandul

MOJOK.COHidup suami istri itu bahagia kecuali dalam satu hal: sang istri mandul. Ketika mereka datang kepada tabib, bukan hanya sang tabib tak bisa mengobati si istri, bahkan ia mengatakan bahwa umur si istri tinggal empat puluh hari.

Di suatu daerah di Kota Khurasan hiduplah suami istri yang telah menjalani pernikahan selama empat tahun. Kehidupan pasangan ini terbilang bahagia. Tidak ada percekcokan besar yang melanda rumah tangga mereka. Hidup mereka tenang dan berkecukupan. Namun, ada satu gangguan penting yang hingga tahun keempat usia rumah tangga mereka bisa menjadi bibit-bibit perpecahan setiap saat.

“Kita sudah empat tahun menjalani hubungan pernikahan ini. Namun, hingga detik ini aku belum bisa memberimu seorang anak sama sekali. Maafkan aku, suamiku. Mungkin aku memang ditakdirkan mandul dan tidak pantas mendampingimu,” kata sang istri suatu pagi.

“Tidak, tidak, istriku. Kau tidak salah. Bukankah kau juga mengimani bahwa jodoh itu di tangan Allah? Tugas kita sebagai manusia hanyalah berikhtiar. Ayo kita pergi ke seorang tabib yang bisa memberi tahu kondisi kita agar kita bisa mengusahakan dan berjuang untuk mendapat seorang anak,” jawab si suami menenangkan istrinya.

“Tapi, mungkin aku memang ditakdirkan tak bisa mengandung,” timpal si istri yang mulai menitikkan air mata.

Sang suami mendekap erat si istri. Ia berkata dalam bisik,

“Aku punya kenalan seorang kawan. Katanya ia punya tahu seorang tabib terkenal. Tabib ini, kata temanku, banyak didatangi pasien seperti kita ini. Ayolah, istriku, kuatkan dirimu! Kita akan berusaha dan semoga Allah menjawab setiap usaha dan ikhtiar kita. Percayalah!” Ia berkata demikian sambil mengelus lembut pundak istrinya.

Esok harinya, setelah mendapat petunjuk dari si teman perihal lokasi tabib yang dulu diceritakan, sang suami mengajak istrinya pergi menuju rumah tabib yang disarankan. Tak begitu lama pasangan ini sampai di rumah si tabib dan dipersilakan masuk ke rumahnya.

“Ada keperluan apa, saudaraku?” tanya si tabib ramah.

“Sudah empat tahun saya dan istri saya ini menjalani pernikahan. Namun, hingga hari ini kami belum mendapatkan anak. Saya mohon kepada Anda, wahai tabib, periksalah istri saya! Jika terdapat penyakit, sembuhkanlah agar kami bisa segera mendapat anak. Saya memohon kepada Anda,” jawab si suami sambil merangkul istrinya.

“Baiklah,” kata si tabib. “Silakan istri Anda mendekat ke sini.”

Sang istri beranjak duduk pada kursi di hadapan si tabib. Dengan gerakan tangan lembutnya, si tabib memegang denyut nadi tangan si istri. Setelah beberapa saat si tabib berkata,

“Maafkan saya. Sepertinya saya tidak bisa menyembuhkan penyakit kemandulan istri Anda. Malah saya mendeteksi ada penyakit lain yang lebih ganas sedang menyerang tubuh istri Anda. Bahkan sepertinya istri Anda akan meninggal dunia dalam waktu kurang dari empat puluh hari,” kata tabib itu dengan nada menyesal.

Mendengar perkataan tabib, sang istri langsung pingsan. Sang suami dengan perasaan sedih yang tak terkatakan akhirnya membopong istrinya pulang.

Sejak hari itu sang istri benar-benar tenggelam dalam kesedihan. Hari-harinya ia isi dengan menyendiri dan menangis. Jika suaminya mendekat dan mengajaknya bercakap, ia diam. Makanan yang disodorkan suaminya kadang hanya sedikit ia makan.

Tenggelam dalam keadaan ini, keluarga kecil itu benar-benar sedih, bingung, dan frustrasi. Hingga tanpa sadar mereka telah melewati empat puluh hari yang dikatakan si tabib sebagai batas ajal si istri. Suaminya benar-benar gembira karena si istri tidak meninggal. Ia mengajak istrinya mengunjungi si tabib kembali.

“Ini sudah lewat empat puluh hari, wahai tabib! Anda bisa melihat sendiri, istri saya belum mati! Anda membohongi kami? Apa yang sebenarnya terjadi?” Ia bertanya dengan kesal.

“Ya, saya tahu. Saya memang membohongi kalian. Namun, lihatlah istrimu sekarang. Kini ia telah subur,” jawab si tabib.

“Apa maksudmu?”

“Istri Anda terlalu gemuk,” kata si tabib pelan, “dan ini sungguh mempengaruhi kesuburan rahimnya. Saya tahu, satu-satunya hal yang dapat menjauhkan istrimu dari makanan adalah rasa takut akan kematian. Sekarang ia telah subur.”

Mereka lalu pulang dengan perasaan gembira. Tak sampai setahun kemudian, si istri mengandung dan mereka memiliki anak. Kini kita tahu, ternyata persoalan pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat berbahaya.

Disadur dan dikembangkan dari Idries Shah The Way of Sufi, 2015.

Baca edisi sebelumnya: Nasrudin Hoja Mengenalkan Kebenaran dan artikel kolom Hikayat lainnya.

Exit mobile version