Kaleidoskop 2019 Indonesia Is All About Pertengkaran dan Berebut Kekuasaan

kaleidoskop 2019 indonesia jokowi prabowo awkarin young lex dedy corbuzier mojok.co

kaleidoskop 2019 indonesia jokowi prabowo awkarin young lex dedy corbuzier mojok.co

MOJOK.COTahun 2019 akan berakhir dua hari lagi, saatnya setor kaleidoskop 2019 Indonesia~

Tahun 2019 adalah tahun berakhirnya saga-saga epik. Bersamaan dengan tamatnya serial HBO Game of Thrones dan Avengers: Endgame menutup Marvel Cinematic Universe fase ketiga, pilpres digelar untuk mengakhiri perseteruan dua kubu pendukung Joko Widodo dan Prabowo Subianto yang tak bosan-bosannya berperang.

Avengers berhasil mengalahkan Thanos dengan mengorbankan Black Widow dan Iron Man. Night King dibunuh oleh Arya Stark terlalu cepat. Yang lebih mengecewakan, Daenerys harus mati di pelukan Jon Snow yang menikamnya. Tanpa diduga (tapi juga tak terlalu memuaskan), secara demokratis Bran Stark terpilih untuk duduk di takhta besi dengan alasan, tiada kandidat raja yang punya cerita seunik riwayat hidup Bran: Jatuh dan lumpah, tidak bisa berjalan lagi, tapi pantang menyerah dan mulai belajar terbang.

Yang tak kalah mengecewakan adalah ending percaturan politik di negeri ini. Kaleidoskop 2019 tak akan lengkap tanpa menyertakan fakta bahwa Jokowi sekali lagi mengalahkan Prabowo. Tagar #2019GantiPresiden gagal total. Plot twist-nya, Prabowo akhirnya mau jadi anak buah Jokowi.

Jika meniru template konkluksi drama capres ini, MCU fase 3 harusnya berakhir dengan Thanos menjadi anggota Avengers dan turut berkontribusi menyelamatkan alam semesta dari ancaman bencana kelaparan dengan mencari sumber daya alam yang baru.

Hikmah dari perdamaian Jokowi dan Prabowo adalah punahnya populasi kampret, seiring bubarnya Koalisi Indonesia Adil Makmur. Setelahnya, muncul spesies baru, yaitu kadal gurun alias kadrun yang hobi menebar hoax SARA. Namun, lawan debat pendukung Jokowi di media sosial kini tak hanya kadrun, tetapi mantan pemilih Jokowi itu sendiri yang ingin Indonesia baik-baik saja. Sejumlah aksi digelar untuk mengingatkan Jokowi akan janji-janjinya sendiri.

Film dokumenter Sexy Killers mengedukasi masyarakat tentang konsep oligarki. Semua terbukti ketika Jokowi bagi-bagi kue kekuasaan. Dari pendukung yang paling berkeringat, kawan lama yang baru keluar dari pesantren, sampai rival abadi yang ingin mengabdi, semua kebagian. Pada akhirnya, mereka-mereka juga yang dapat peran, rakyat tetaplah penonton.

Dalam setiap kekuasaan, Wiranto nyaris selalu ada dan pegang kendali. Dalam setiap kerusuhan, beliau pun sigap untuk mengatasi. Saat terjadi kerusuhan 22 Mei 2019, Wiranto selaku Menko Polhukam mengamankan kondisi dengan membatasi akses media sosial untuk warga sipil.

Mungkin karena terlalu memikirkan keamanan negara, keamanan diri sendiri dinomorduakan, Wiranto sempat diserang oknum tak dikenal di Banten. Beberapa hari kemudian, Wiranto harus melepaskan jabatannya dan menyerahkannya kepada Menko Polhukam yang baru, Mahfud MD.

Sudah kena tusuk, tergusur dari kabinet menteri Jokowi, Wiranto pun terdepak dari Hanura, partai yang didirikannya sendiri. Namun, ternyata pengalamannya masih dibutuhkan di negeri ini, Jokowi kembali menarik Wiranto ke lingkaran kekuasaan. Wiranto ditunjuk jadi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

Mulai saat ini, seminar motivasi harus berhenti mengajak pesertanya berbondong-bondong menjadi wirausaha. Sebab lebih menguntungkan jadi Wiranto. Semangat pagi!

Sementara itu, di jagat hiburan digital, Atta Halilintar jadi raja di YouTube sebagai kreator dengan pelanggan terbanyak di Asia. Namun, sepertinya gelar itu hanya diakui oleh dirinya sendiri dan penggemarnya saja. Soalnya di Youtube juga ada channel Presiden Joko Widodo yang aktif bikin vlog main bareng cucu.

Kalau Atta jadi raja di YouTube, apakah itu artinya di ranah digital posisi presiden Indonesia masih di bawah kekuasaan Atta Halilintar the King of YouTube AsiaPacific? Kalau iya, sulung dari Gen Halilintar ini telah melakukan makar secara siber.

Sebagai “raja” yang berkuasa di YouTube, Atta tetap harus berbagi “kue” dengan kreator-kreator lainnya. Selain Queen of YouTube Ria Ricis, Father of YouTube Deddy Corbuzier adalah pencuri kue terbanyak. Bermodalkan podcast dengan format tabayyun, mualaf itu berkali-kali menyodok kolom trending sambil menghisap vape. Ditimpali konten keluarga Ruben Onsu dan putra adopsinya Betrand Peto yang bernyanyi bergantian dengan peserta Indonesian Idol, diselingi konten sampah seperti prank ojol dan iklan Binomo yang ora umum.

Young Lex yang sempat memproklamirkan diri sebagai raja terakhir justru sibuk mempersiapkan diri jadi seorang ayah untuk bayi yang akan lahir. Sempat keceplosan bikin video klarifikasi tentang status kehamilan istrinya, tapi berusaha diperbaiki dengan video klarifikasi yang baru. Rekan sesama bad influencer, Awkarin telah terlahir kembali sebagai New Karin yang tampil lebih positif.

Awkarin yang dulunya begajulan, perlahan-lahan menjadi sosok inspiratif. Ketika negeri ini dilanda bencana gempa, Awkarin ada sebagai relawan. Ia pun datang memadamkan kebakaran hutan. Ia hadir dalam aksi mahasiswa di depan gedung DPR untuk bagi-bagi makanan. Menurut ketua BEM UGM, Awkarin juga bisa menggantikan presiden untuk keluarkan perppu. Ada-ada saja, Mas Fathur.

Tanggalkan mahkota bad girl, Karin beralih peran jadi aktivis sosial. Jaya di Instagram, Karin merambah ke Twitter untuk giveaway iPhone. Sampai akhirnya ia kembali jadi bad influencer karena mengancam akan menyeret seorang seniman ke meja hijau. Tanda ia punya kuasa tujuh seperti BoBoiBoy.

Di Twitter, Ernest Prakasa sang pendukung Ahok masih sering blunder. Niatnya nyemprot Anies Baswedan, malah nyiprat ke muka junjungan. Kekuasaan Anies Baswedan sebagai Gluebener Gubernur DKI Jakarta masih jadi sasaran tembak perundungan. Sementara itu, pelaku penyerangan Novel Baswedan masih jadi buronan.

Twitter punya kisah horor KKN di Desa Penari, Facebook punya kisah horor Layangan Putus. Sementara Instagram masih jadi sarana para penggunanya menuangkan kebodohan untuk diviralkan, yang endingnya adalah permintaan maaf dari si pelaku dengan wajah penuh penyesalan.

Inti dari kaleidoskop 2019, tahun ini adalah tahun bagi-bagi “kue” kekuasaan. Bahkan rakyat biasa seperti kaum rebahan tanpa privilese pun sebenarnya kebagian “kue” kekuasaan ini. Kekuasaan kolektif sebagai warganet yang bisa mengangkat siapa saja, sekaligus menyerang siapa pun.

Panjang umur kekuasaan!

BACA JUGA Tahun Baru 2019 dan Kaleidoskop Hedon 2018 di Media Sosial Indonesia atau esai HARIS FIRMANSYAH lainnya.

Exit mobile version