Kalau RUU Minol Lolos, Apa Anggur Sakristi Gereja Perlu Diganti dengan Marimas Rasa Anggur?

MOJOK.COSebagai Katolik, ikut mikir RUU Minol juga dong yha, karena dalam ritual perjamuan agung, ada anggur sakristi. Harus izin nih?

Penjualan minuman kemasan saset semacam Marimas, Pop Ice dan sejenisnya mungkin akan mengalami peningkatan, khususnya untuk yang rasa anggur. Dan mereka, para produsen minuman kemasan patut bersyukur punya anggota Dewan Prank Rakyat yang duduk di Senayan sana, yang sempet-sempetnya ngajuin dan mau ngesahin RUU Minuman Berakohol (Minol) lagi dan lagi.

All hail bener dah jadi Dewan Prank Rakyat ini, udah ngeprank pakai Omnilaw, kok ya masih sempet-sempetnya punya list prank yang nggak kalah panjang dengan isi UU Omnilaw yang ngga ada pasal limanya acan.

RUU Minol ini sebenernya dibikin buat apaan sih? Heran deh saya. Mana aturannya nggak ada yang asyik kayak judul lagunya Benyamin Sueb pula.

Dan ya jelas saya sebagai mahluk hidup yang masih mengaku beragama Katolik ikut mikir dong yha, karena dalam ritual agama Katolik ada pemakaian minol juga, yaitu anggur sakristi, yang digunakan untuk prosesi perjamuan agung.

Ya masak gitu, anggur sakristinya musti diganti Marimas atau Pop Ice rasa anggur?

Kebayang deh kalau Last Supper dilakukan di Indonesia di jaman now dan RUU Minol sudah diberlakukan. Saat Yesus mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikan kepada mereka dan berkata;

“Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa. Akan tetapi Aku berkata kepadamu: mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku.” (Matius 26: 26-29)

Lalu gara-gara RUU Minol, ya saya jadi bayangin dong, udah lagi khusyuk begitu tiba-tiba Simon Petrus nanya gini, “Maaf Guru, itu Marimas atau Pop Ice yha? Trus pakai es nggak? Saya kebetulan lagi rada pilek jew, nanti dimarahin mamah kalau minum es.”

Lalu Yakobus nyeletuk, “Maaf Guru, apakah Marimas rasa anggur benar-benar dibuat dari anggur asli yang dipanen dari pokok anggur pilihan?”

Kalau kejadiannya kayak begitu, kayaknya Yudas bakal sakit perut duluan sebelum sempet mengeksekusi rencananya menyerahkan Yesus dan dicap sebagai penghianat seumur hidup.

Memang dalam RUU Minol disebutkan di pasal 8 ayat 2 bahwa ada perlakuan khusus untuk keperluan kepentingan terbatas seperti untuk adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dantempat-tempat yang diizinkan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tapiii, bukan hanya bakal jadi ribet bin njlimet, karena setiap kali mau melakukan ritual adat, agama atau ngurusin wisata dateng, harus ngurus izin.

Yakali misalnya kayak mau menikah pakai adat Cina yang ada prosesi pengantinnya minum arak/tuak (ini masih dilakukan oleh beberapa keluarga peranakan, termasuk keluarga papah saya), masak iya musti lapor dulu ke Pemda gitu? Trus beli araknya juga ke mereka gitu?

“Pak Pejabat, minggu depan saya mau menikah, mau pakai adat Cina, jadi saya beli arak dulu ke sampeyan. Sekalian lapor yha, kalau minggu depan pas prosesi pernikahan mau minum arak lho yha, jangan ditangkap.”

Yaelaaa, ribet amat cyyynnn, timbang minum arak seteguk aja musti beli ke Pemda, lapor pula. Lah kalau Pemda jual araknya sebotol gitu, sementara prosesi minum araknya cuma seteguk pakai cawan kecil, apa kabar sisanya?

Mau diminum di lain hari, resiko kena denda bin hukuman karena bertentangan dengan pasal 6 dan RUU Minol tentang larangan menyimpan dan mengkonsumsi minol. Ya kan izinnya cuma buat pas hari-H prosesi pernikahan doang?

Trus kaya gereja-gereja Katolik yang memakai anggur untuk keperluan misa. Apa ya harus ditambahin pekerjaannya dengan melapor secara rutin kepada pemda tentang pemakaian Minol ini?

“Pak Pejabat, kemarin misa ada sekian orang yang ikut misa, berarti orang-orang tersebut sudah pada minum anggur semua, tolong jangan pada dihukum yha, ini data mereka yang ikut misa.”

Ini belum ngomongin ini itu seabreg kerepotan dan juga extra-cash yang musti dipersiapkan untuk jatah pungli para pejabat yang punya posisi memberikan kewenangan penggunaan minol. Udah deh, kalau yang ini sih udah bukan rahasia lagi to, segala yang ada fulusnya, urusan pasti mulus.

Terus terang saja otak julid saya jelas nggak jauh-jauh dari munculnya kecurigaan bahwa bakal muncul lahan korupsi baru para pejabat saja. Plus ada acara monopoli yang dadunya nggak pakai dikocok dulu, alias monopoli dagang. Karena bukan hanya keterbatasan minol yang beredar di masyarakat yang harus bin wajib banget “diawasi” oleh pemerintah dan pemda.

Dan ini artinya apa kalau bukan bakal ada proyek dan tender-tender yang diajukan kepada pemerintah dan pemda dengan alasan partnership pembuatan minol? Semakin banyak proyek, semakin banyak tender, ya semakin banyak duit kan? eh.

Saya nggak mudeng deh jalan pikiran mereka-meraka, anggota Dewan Prank Rakyat tentang hal ini. Tak hanya menimbulkan keribetan, tapi juga membunuh banyak industri minol berskala rumah tangga.

Ya seperti kita tahu banyak industri rumah tangga yang memang membuat minol dalam skala kecil, terutama untuk memenuhi kebutuhan akan adat kebiasaan masyarakat setempat.

Nah untuk yang satu ini, entah apa yang merasuki Dewan Prank Rakyat saat merumuskan RUU Minol. Karena sepertinya mereka pura-pura lupa bahwa nenek moyangku eh nenek moyang kita adalah pelaut yang sering membawa minol bernama arak atau tuak dalam perjalanan mereka. Ya fungsi utama dari arak atau tuak memang untuk menghangatkan badan to, para pelaut yang biasa di tengah laut saat malam tiba butuh Minol untuk menghangatkan badan.

Dan yang namanya Minol sudah menjadi budaya masyarakat kita sejak jaman baheula. Hampir semua suku di negeri ini cukup familiar dengan perayaan adat mereka juga minol yang menyertai. Makae di Bali ada Brem Bali, di Flores ada Sopi, yang memang sudah menjadi bagian dari adat istiadat dan kehidupan sehari-hari masyarakat kita.

Coba bayangkan kalau sampai RUU Minol ini disahkan, ada berapa banyak industri rumah tangga yang bakal gulung tikar dan menambah daftar panjang pengangguran di negeri ini?

Ini cuma ngomongin industri rumah tangga skala kecil loh, belum ngomongin skala besar ala-ala Sababay Winery yang juga kebetulan pabriknya berada di Bali. Sababay ini menyuplai kebutuhan anggur misa gereja-gereja Katolik di negeri ini loh, bukan hanya menyuplai kebutuhan konsumtif masyarakat luas juga diekspor ke luar negeri segala.

Anggur misa yang disuplai ke KWI ini angkanya cukup lumayan loh, sekitar 88.000-105.600 liter per tiga tahun. Kebayang nggak itu duitnya seberapa? Dan bayangin aja deh kalau duit itu dipakai buat bayar anggur misa impor dari Australia atau Spanyol seperti tahun-tahun sebelumnya.

Lagian yha, kenapa juga si perkara minol ini musti dilarang dan dimonopoli sama pemerintah dan pemda gitu? Mbok mending diatur ae regulasinya kan bisa, jangan malah dilarang apalagi diharamkan.

Kalau bisa jadi sesuatu yang menguntungkan dan ikonik semacam soju dari negerinya babang Gong Yoo, sake dari negerinya Pakde Ken Watanabe, atau Bordeux dari negerinya Om Vincent Cassel kan yha kenapa nggak gitu?

Kan bisa menjadi menjadi duta samphoo lain wisata tanpa kita perlu promosi yang muluk-muluk semacam iklan yang pakai visit-visit segala.

Kalian gosah protes deh kenapa yang disebutin sudah berumur semua, maap, saya memang sukanya yang berumur, macam wine, yang tua yang lebih enak rasanya.

Dan terus terang saja saya termasuk ambil bagian di barisan masyarakat yang menolak RUU Minol ini. Bukan hanya rancangan undang-undang ini berpotensi menimbulkan keribetan baru, membunuh industri-industri rumah tangga yang memproduksi Minol saja.

Tapi perkara Minol ini adalah ranah private, ranah personal, karena ini tentang makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh kita tanpa merugikan orang lain atau mengganggu ketertiban umum.

Ya kalau mau jujur si yhaaa, bukannya yang di Senayan sana malah lebih sering mabuk meski tanpa minol yha? Nyatanya banyak RUU absurd yang tiba-tiba nungul gitu, yang belum dikonsumsi saja sudah merugikan dan mengganggu ketertiban umum, yekan?

Makae saya lebih setuju kalau regulasinya saja yang diatur, biar nggak ada lagi bocah-bocah yang belum punya KTP acan udah bisa beli minol lalu mabuk-mabukan. Atau orang yang sudah mabuk berat tapi tetep bawa kendaraan sendiri lalu kecelakaan.

Ya macam di drama-drama Korea lah gitu, ada aturannya siapa saja yang boleh nebus minol, plus ada aturan tentang supir pengganti atau naik taksi bagi yang sudah mabuk berat.

Bisa kan bikin aturan semacam itu? Wong nyatanya dulu juga beberapa pemda mengatur regulasi sendiri mengenai minol ini, dan jalan saja tuh, biasa aja.

Makae dulu saya kalau ngga bisa tidur bin kedinginan bisa nyari cooler di rak supermarket dengan bebas merdeka, hanya perlu nunjukin KTP saja saat menebus minuman rasa jeruk nggak murah dengan kadar alkohol 7% tersebut.

Ya kalau dulu aja bisa, kenapa sekarang nggak?

BACA JUGA Setan-Setan pada Botol Miras dan tulisan-tulisan Margaretha Diana lainnya.

Exit mobile version