Kalau Anya Geraldine Nggak Mau ‘Speak-Up’ soal Isu Kemanusiaan Emang Kenapa?

Kalau Anya Geraldine Nggak Mau ‘Speak-Up’ soal Isu Kemanusian Emang Kenapa?

Kalau Anya Geraldine Nggak Mau ‘Speak-Up’ soal Isu Kemanusian Emang Kenapa?

MOJOK.COEmang kalau Anya Geraldine speak-up isinya bakal tepat sesuai keinginanmu? Salah-salah, malah kamu anggap blunder dan makin diserang lagi.

Meskipun nama akun Twitter Anya Geraldine adalah “Anya Selalu Benar” (@Anyaselalubenar), pada kenyataannya Anya selalu salah di mata netizen. Tak seperti parasnya yang mulus dan anti-portal, jalan hidup Anya Geraldine di medsos ternyata terjal betul kayak kebijakan pemerintah.

Terutama saat dia ngetwit, selalu saja ada yang bisa menemukan sisi keliru dari kata-kata yang Anya lontarkan. Misalnya Anya ngetwit, “menderita bgt kalo lg dapet gabisa sholat.” Walah, langsung ada yang nyindir: emang kalo lagi ga dapet lo sholat, Nya? (setdah, jahaaatnya).

Anya Geraldine unggah foto, makian dari sudut pandang kesalehan sampai keirian melayang kepadanya. Dan teranyar, Anya lagi asal ngetwit doang, eh ada yang nyeletuk supaya Anya memanfaatkan platform yang dia punya untuk speak up soal isu-isu kemanusiaan.

Menyaksikan nasib yang menimpa Anya, saya jadi sangsi bahwa, “cakep, muda, kaya, dan terkenal,” bikin hidup jadi lebih tenang. Hidup jadi lebih gampang mungkin iya, tapi lebih tenang?

Haaa belum tentu. Apalagi zaman ketika bacot netizen bisa membuat Sulli dan Hana Kimura bunuh diri, kebenaran pernyataan bahwa kalau cantik hidup bakal lebih tenang itu patut dikaji ulang.

Lagipula, dalam banyak hal, Anya Geraldine itu tak lebih dari gadis muda yang sedang memburu eksistensi diri. Ya, kayak kita-kita lah (kita?). Suka jalan-jalan, jatuh cinta, selfie, dan kadang curhat di media sosial.

Meski yaaah, curhat-curhatnya kadang emang rada-rada kontroversial dan bikin netizen terpelatuque. Umpamanya cuitan Anya Geraldine yang bilang, “Kamu boleh bajingan ke aku kalo mukanya begini,” sambil melampirkan foto Zayn Malik.

Kita boleh saja menyebut twit Anya tersebut semata candaan. Tapi, apa boleh buat, sekalipun dia bermaksud guyon belaka, kontennya jelas keliru karena seakan memaklumkan toxic masculinity.

Di situ Anya Geraldine keliru, tapi tak usahlah jadi memburu-buru twit lamanya atau mengomentari semua postingannya dengan umpatan. Boleh jadi Anya emang nggak tahu soal toxic masculinity, karena kehidupannya memang tidak membutuhkan pengetahuan model begitu.

Anya Geraldine cuma artis muda yang menjadikan media sosial sebagai tempat bersenang-senang. Mengharapkan postingan soal HAM di linimasa Anya adalah tindakan yang salah alamat. Anya Geraldine bukan Veronica Koman atau Oki Setiana Dewi.

Jadi, nggak perlu berharap bakal dapat banyak faedah atau pencerahan dari postingan Anya. Lagian itu juga bukan salah Anya, melainkan justru salah kamu, ngapain juga kamu follow dia kalau jiwa aktivismu emang keburu membara begitu dahsyat?

Lagian, kalo Anya Geraldine speak-up soal Black Lives Matters atau isu Papua, apa ngana yakin 100 persen statement yang Anya keluarkan bakal tepat sesuai seleramu? Salah-salah, nanti dia malah bikin blunder parah yang membuat hujatan makin banyak terlempar ke arahnya.

Sudah betul Anya diem-diem aja sambil sesekali ngetwit suka-suka dan berselfie ria. Setidaknya dia sudah mengamalkan hadis man shamata najaa alias barang siapa yang diam maka dia selamat. Cukup lah kelakuan Awkarin tempo hari menjadi sebaik-baik pelajaran untuk kita semua.

Sebagai seorang netizen, saya juga heran terhadap netizen-netizen lain se-NKRI. Bisa-bisanya mereka kepikiran gagasan seliar meminta Anya Geraldine speak-up soal isu kemanusiaan?

Bukan apa-apa nih, ya. Kalaupun ngana mau meminta influencer atau artis untuk speak-up, nggak Anya juga atuh. Itu ibarat meminta pendapat secara elaboratif mengenai reaksi kimia beserta penyetaraan persamaan reaksi ke Budi Sudarsono atau Yayuk Basuki.

Kalau ngana ngotot kepengin nyari influencer atawa artis speak up soal isu HAM, mintalah Gita Savitri atau Nissa Sabyan untuk ngomongin soal itu. Gita sering bicara mengenai isu-isu besar, siapa tahu dia punya pendapat yang layak direken mengenai rasisme.

Sementara Nissa, kita tahu, suka membawakan lagu-lagu mengenai rasa cinta kepada Nabi Muhammad—salah seorang yang memiliki rasa cinta begitu tinggi terhadap manusia dan kemanusiaan.

Rasanya lebih masuk akal meminta pendapat Gita dan Nissa—itu pun kalau diperlukan—daripada Anya mengenai isu kemanusiaan. Berbeda halnya kalau yang sedang diperdebatkan adalah “Kiat untuk Tetap Tabah dan Selalu Tersenyum Menghadapi Berbagai Celaan Netizen”. Waitu, barangkali Anya lebih paham kalau soal itu.

Speak-up atau menyatakan kepedulian terhadap suatu isu semestinya berasal dari kesadaran diri sebagai manusia. Bukan lantaran tuntutan orang lain atau keterpaksaan. Hal ini berlaku untuk Anya, Gita, Nissa, Kekeyi, atau rakyat jelata dan netizen banyak bacot kayak kita-kita ini.

Percuma juga menuntut orang untuk bikin statement soal kemanusiaan, kalau kenyataannya dia nggak peduli sama sekali soal itu dan nggak mau tahu. Kita nggak bisa sekonyong-konyong menyebut orang sejenis itu sebagai kaum anti-sosial atau menyindirnya dengan kata-kata semisal, “Di mana sih rasa kemanusiaan lu?”

Boleh jadi, walaupun dia nggak pernah bacot mengenai rasisme di Amerika atau pelanggaran HAM di Papua, diam-diam Anya Geraldine rajin bersedekah kepada orang miskin dan anak yatim. Atau dia lagi sibuk kerja untuk menabung supaya bisa mendirikan tempat ibadah dan sekolah. Jadi, boro-boro speak-up, buka media sosial aja nggak sempat.

Dan ya, ngana tak perlu khawatir-khawatir amat terhadap posisi Anya Geraldine dalam menyikapi isu yang lagi hits. Anya bicara atau tidak bicara, tetap banyak kok para aktivis dan tokoh yang udah speak up.

Ketimbang sibuk nge-judge Anya Geraldine, mendingan ngana inget-inget lagi, sebenarnya ngana follow dan stalking akunnya motifnya apa hayooo? Udah deh, ngaku aja mendingan. Soksokan lagak jadi aktivis lagi.

BACA JUGA Sudah Tahu Bakal Sakit Hati, Malah Masih Kepo Mantan Berulang Kali atau tulisan Erwin Setia lainnya.

Exit mobile version