Judi Adalah Hobi Bangsa yang Sok-sokan Dianggap Ilegal

Menangkap selebgram yang mempromosikan judi tak akan menyelesaikan masalah. Apalagi menyematkan status “duta” omong kosong kepada artis yang sudah jelas meng-endorse judi online tapi nggak kena ciduk.

Judi Adalah Hobi Bangsa Indonesia yang Sok-sokan Dianggap Ilegal MOJOK.CO

Ilustrasi Judi Adalah Hobi Bangsa Indonesia yang Sok-sokan Dianggap Ilegal. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COSudah, akui saja, judi adalah hobi bangsa Indonesia. Nggak perlu sok-sokan memasang status ilegal, toh masih mudah diakses.

Mulai sekarang jangan hanya menanyakan apa yang bisa kamu berikan kepada negara. Tanyakan juga, apa yang negara belum ambil dari dirimu. Mulai dari tanah, kekayaan alam, tenaga, uang pajak, hingga kesehatan telah kita berikan pada negara. Namun, di sisi lain, ketika terjadi polusi udara, kekeringan, perubahan iklim karena kerusakan lingkungan, negara nyaris tidak melakukan apapun untuk memperbaiki semua itu.

Itulah kenapa, ketika ada yang meretas akun YouTube DPR pada Rabu, 6 September kemarin, rakyat justru bersorak. Mereka merayakan kebodohan dari keamanan digital akun YouTube DPR dengan berbagai sindiran. Mulai dari istilah “gacor bang” sampai membanjirnya dengan ekspresi ketawa melalui emoji.

Mungkin rakyat sudah merasa “bodo amat” dengan peristiwa yang dialami akun YouTube DPR. Gimana nggak bodo amat karena negara ini juga seperti nggak serius menjaga keamanan digital negara. Oleh sebab itu, ketika wakil rakyat kena retas, ya kita cuma bisa tertawa sembari mengumpat karena terlahir di Indonesia.

Kalau kita mengingatnya lagi, ini bukan kali pertama wakil rakyat kena “skandal ketangkasan”. Sebelumnya, anggota DPRD Jakarta diduga main slot ketika rapat paripurna. Ya nggak salah juga kalau sekarang akun YouTube DPR RI kena retas.

Judi yang menjadi harapan

Kenapa ya bangsa ini susah sekali lepas dari judi? Kalau boleh urun menjawab, saya rasa banyak dari kita yang berharap pada nasib mujur. Entah lotre, menikahi anak orang kaya yang kita tabrak di jalan (seperti FTV), atau ya warisan. Lantas bagaimana jika orang tua kita sama miskinnya? Ya nasib.

Barangkali ini sebabnya bertahun lalu, ketika Presiden Soeharto memimpin, muncul Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah atau SDSB. Nama SDSB mungkin asing di telinga generasi sekarang. Namun, istilah tersebut sempat tenar dan digandrungi masyarakat Indonesia di era 90an. Saat itu, pemerintah melegalkan lotre dengan harapan bisa membantu rakyat mengarungi kemiskinan.

Hal ini seperti membuktikan bahwa judi itu bagian dari hidup dan sudah ada sejak zaman awal peradaban. Makanya, kita nggak bisa begitu saja menekan “hobi” ini. Kenyataannya, semakin kita melarang judi, bandar malah makin girang. Mereka bisa mengambil untung sepuasnya, bahkan nggak bayar pajak. Alasannya, ya orang tetap gemar sama SDSB atau judi semacamnya. Misalnya DSB di mana hampir seluruh kalangan menggemarinya. Mulai dari tukang becak, guru, hingga pejabat negara yang tinggal di kota maupun pelosok desa. 

Uji ketangkasan adalah hobi

Dulu, di setiap kumpulan warga, obrolan tentang SDBS selalu muncul. Kenapa begitu? Menurut saya, sebagian dari kita itu malas berusaha lebih keras. Mereka ini lantas mengharapkan perubahan nasib dalam sekejap lewat uji ketangkasan lotre, bola, dan yang populer saat ini: slot. Tahukah kamu bahwa ingin kaya dalam semalam ini bukan watak orang miskin saja. Orang sekaya Drake juga doyan judi. Sekali bertaruh, dia bisa menang 1,5 juta dolar.

SDSB sendiri sebenarnya bukan upaya pertama melegalkan judi. Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, pernah mengeluarkan Surat Keputusan tahun 1967. Isinya tentang legalisasi perjudian dan larangan melakukan perjudian secara liar. 

Setelah menyusun regulasi, Ali Sadikin meresmikan kasino pertama di Petak Sembilan Nomor 52. Ali Sadikin bukannya tanpa rencana. Sebelumnya, dia sudah mendiskusikan rencana ini dengan Sekretaris Daerah DKI, sekaligus ahli hukum, Djoemadi Tin.

Apakah Ali Sadikin mendapatkan dukungan? Ya jelas tidak. Banyak orang memaki dan memprotes. Mulai dari warga biasa hingga ulama. Kata mereka judi itu haram, makanya keuntungan yang lahir darinya juga haram. Tapi, berharap judi hilang tanpa memberikan jalan bagi para pecandunya, ya cuma mengubah apa yang legal jadi ilegal. Kaya sekarang ini, peraturan melarang judi, tapi orang tetap bisa mengaksesnya.

Jadi. ketika 3 selebgram perempuan di Jawa Barat ditangkap karena diduga meng-endorse judi online, semestinya kita nggak perlu kaget. Penangkapan ketiganya terkait dengan satu tindak pidana, yaitu mempromosikan judi online di akun media sosial berpengikut banyak itu. Judi, sudahlah, judi itu sudah menjadi identitas sebagian masyarakat kita. Jika kita memang nggak bisa menghilangkannya, ya mari membuat regulasi yang super ketat. Sudahlah, nggak usah munafik begitu.

Solusi untuk “mengatasi” judi, biar nggak jadi semacam hobi

Menkominfo mengatakan bahwa dari 2018 hingga Juli 2023, mereka sudah memblokir 846.047 situs judi online. Bahkan, dalam sepekan, mereka sudah menyapu bersih 11.333 platform dengan muatan konten judi online. Konten tersebut biasanya menyamar sebagai situs resmi lembaga tertentu, misalnya perbankan. Sepanjang Januari 2023 hingga 17 Juli 2023, ada 1.509 kasus judi online yang menyusup situs perbankan. 

Pemberian pajak kepada judi bisa menjadi solusi. Kita bisa menggunakan salah satu cara umum, yaitu mengenakan pajak atas pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan “uji ketangkasan” ini. 

Saya merasa, ini bisa mencakup pendapatan dari kasino, taruhan olahraga, permainan lotre, dan bentuk perjudian lainnya. Negara bisa mengenakan pajak ini kepada individu atau operator.

Beberapa yurisdiksi di negara yang melegalkan judi, memilih untuk mengenakan pajak pada setiap transaksi atau taruhan. Ini bisa berarti mengenakan persentase pajak pada setiap taruhan atau pembelian tiket lotre. Pemerintah juga mengenakan pajak langsung pada operator perjudian. Ini bisa berupa pajak tetap atau persentase dari pendapatan kotor yang diperoleh oleh operator dari kegiatan perjudian.

Peredaran uang dari transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp155,459 triliun. Jumlah itu merupakan analisis dari 121 juta transaksi yang dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dari jumlah 121 juta transaksi yang dilaporkan tersebut, PPATK pada 2022, sudah membekukan 312 rekening yang di dalamnya bernilai Rp836 miliar. 

Jadi, ini bukan uang yang sedikit. Menangkap selebgram yang mempromosikan judi tak akan menyelesaikan masalah. Apalagi menyematkan status “duta” omong kosong kepada artis yang sudah jelas meng-endorse judi online tapi nggak kena ciduk. Selama manusia ada, selama kemiskinan ada, judi akan jadi harapan untuk kemakmuran bagi mereka yang terdesak keadaan, atau terjerat kecanduan.

Penulis: Arman Dhani

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Judi Online Itu Masalah Struktural, Nggak Akan Kelar Hanya dengan Blokir Situs dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version