Lima Jenis Penyebar Hoax dalam Islam

170911 ESAI HOAX DALAM ISLAM

170911 ESAI HOAX DALAM ISLAM

Gempuran berita hoax mengalir semakin deras di temlen media sosial kita. Dan keadaan ini dipastikan makin riweh lagi dalam dua tahun ke depan karena ada momen Pilkada serentak plus Pileg dan Pilpres. Perang hoax bakal terus terjadi. Brace Yourself, Fake news is coming.

Sejarah akan terus berulang, kata orang bijak. Dan fenomena pabrikasi hoax ini tentu bukan barang baru. Bahkan pada zaman keemasan Islam, banyak bingit yang hobinya menyebarkan berita-berita palsu. Alhamdulillah ada para imam dan ulama yang hobinya memilah dan meneliti berita palsu tersebut.

Dalam ilmu hadis yang kebetulan saya *uhuk* pelajari—walaupun saya lebih sering tidur daripada nyimak dosen, ada jenis hadis yang disebut hadits maudhu’ alias palsu. Hadis hoax ini dalam bangunan hukum fikih tak bernilai sama sekali. Kayak aku di mata kamu, hiks :'(.

Ya, apa-apa yang palsu pastinya nggak punya kegunaan sama sekali; mulai dari uang palsu, emas palsu, ijazah palsu, status palsu, sampai harapan palsu.

Imam besar ahli hadis pada masanya, Ibnu Hajar al-Asqolaniy, dalam kitabnya Nuzhatun Nazhor, mengungkap ada lima kelompok yang doyan banget pabrikasi hadis hoax. Berikut lima kelompok tersebut.

Dan rasa-rasanya, lima kelompok ini juga yang beranak pinak, membelah diri, kawin silang, stek, dan lain-lain di temlen media sosial kita.

Musuh Agama

Imam Suyuthi menjelaskan bahwa musuh agama ini adalah mereka-mereka yang punya niat jahat untuk merusak agama. Jadi dalam tafsir kekinian, kelompok takvirie bisa kita letakan sebagai nominator pertama kelompok ini. NKRI adalah thogut merupakan berita hoax yang senantiasa mereka narasikan dan mereka hobi ngasih cap kopar-kapir kopar-kapir kepada orang yang di luar kelompoknya. Begitu juga jika ada fenpej ngaku-ngaku ustadz tapi kerjaannya mecah-belah kaum beragama.

Ulah anasir jahat kayak begitu layak dibilang musuh semua agama.

Orang saleh yang jahil

Kelompok ini, menurut Imam Nawawi justru, paling berbahaya dibanding kelompok lainnya. Karena orang-orang awam sangat berhusnuzan kepada mereka-mereka ini. Masyarakat kebanyakan menaruh kepercayaan yang sangat besar kepada orang-orang saleh, dan itu wajar.

Coba bandingkan postingan tentang tema yang sama antara Kak Iqbal dan Ustadz Jonru. Walau secara materi dan kemapanan lebih menang Kak Iqbal, tapi masyarakat awam lebih senang nge-share opini Ustadz Jonru kaena brand beliau sebagai pembela Islam lebih kuat dibanding Kak Iqbal yang hanya anggota Muhammadiyah biasa, sopir ekspat di negeri kapir sana.

Ustadz ga mungkin bohong. Berani antum bilang ustadz bohong, sama aja antum udah menghina Islam.

Kadang pola pikir begini masih ada di kalangan awamer. Doktrin tsiqah (percaya aja) di beberapa kalangan juga makin memperparah keadaan ini. Kadang dulu pernah dibilang sama temen-temen, “Udah, tsiqah aja. Antum lebih percaya media kafeer apa omongan ustadz, akhee?”.

Dengan alasan solidaritas dan membangkitkan kesadaran umat, kadang sejumlah foto hoax mengenai konflik kemanusiaan, entah di Suriah sampai Myanmar, juga disebarkan kelompok ini. Konflik betul ada, dan patut kita mengutuknya. Tapi harus buat hoax terkait penderitaan mereka, rasanya bukanlah hal bijak.

Follower Yang Fanatik

Kelompok ini yang sekarang rame disebut dengan cebong, bani serbet, taikers, plet ert, sumbu pendek, pentol korek, kadal bunting, dinosaurus dan macem-macem julukan sadeesss lainnya.

Semenjak Pak Jokowi jadi RI1, rasa-rasanya temlen kita udah gak seasik dulu. Entah karena zaman udah jadi nggak waras, atau karena membanjirnya gajet dan murahnya internet. Entahlah.

Dikit-dikit salah Jokowi, dikit-dikit karena Prabowo. Dikit-dikit lama-lama jadi bukit. Rasanya juga kelompok ini yang paling dominan ngoceh di medsos. Hampir tiap hari ada aja umpatan-umpatan keluar dari lisan yang diwakili oleh jari-jari mereka.

Setiap ada kesalahan dari pihak seberang, mereka kemudian langsung menggorengnya dan mengkaitkannya dengan kesalahan jamaah. Kasus Ello dan Tora adalah bukti para cebong doyan mabok, kata mereka. Andika-Annisa First Travel pendukung Prabowo yang kualat sama Jokowi, tulis mereka. Tren anpolow dan anpren, atau leave grup WhatsApp juga makin meningkat gara-gara fanatisme mereka udah sampai pada level kampret.

Buzzer politik penguasa

Dulu, di zaman dinasti Umayyah berkuasa, para buzzer politik mengarang banyak hadis palsu tentang keutamaan Umayyah dan keturunannya supaya kekhalifahan mereka absah dalam kacamata syariat. Pola yang sama juga digunakan para buzzer politik para penguasa supaya citra para penguasa kian tjakep dan tjiamik di mata rakyatnya.

Situs jamaah kora-kora, atau sebut saja sewotdotcom, adalah kandidat pertama buat masuk daftar ini. Dulu mereka sempat heboh memakai berita dari Antara yang katanya Pak Jokowi pemimpin terbaik Asia ngutip dari Bloomberg, yang kemudian justru dibantah penulis Bloombergnya sendiri.

Buzzer politik penguasa bukan hanya dari kalangan media. Kalangan yang menamai dirinya lembaga riset juga kadang tergoda buat bikin opini-opini seolah pihak penguasa telah cukup sukses menjalankan amanahnya.

Orang Pengen Terkenal

Fenpej atau akun-akun bunglon yang sering ngemis like, ucapkan amin, dan share adalah yang paling mirip kelompok ini. Supaya makin terkenal, ngetop, dan market share-nya tinggi, mereka bikinlah berita-berita hoax.

Begitu juga dengan situs-situs model beritaislamterpecaya100%amanah atau poshansip.com dan lainnya, dengan jurus clickbait dan judul bombastis. Makin banyak klik, makin nomor satu dalam pencarian Google. Hasilnya, gelontoran rupiah bakal masuk rekening si empunya fenpej atawa situs tersebut.

Masalahnya, yang ada di Indonesia sekarang, kelompok penebar hoax ini biasanya terdiri dari gabungan jenis-jenis di atas. Kelompok orang saleh dan jahil sekaligus fanatik terhadap kelompoknya, ada. Buzzer politik digabungkan dengan kaum fanatik akan kecintaan terhadap penguasa, ada. Buzzer politik yang pengen terkenal dan masuk kategori musuh agama juga nggak sedikit.

Oleh karena itu, saya berharap Mojok tetap pada khittahnya. Semoga Mojok tak tergoda tawaran menjadi buzzer politik—cukup salah satu penulisnya saja, si fulan. Semoga Mojok tidak disusupi oleh orang-orang saleh dan jahil dan sekaligus pengin terkenal.

Exit mobile version