Hikmah dari Para Calon PNS yang Protes Soal Seleksi Kompetensi Dasar CPNS

MOJOK.CO – Ada kemungkinan peserta CPNS berpeluang mengikuti Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) meskipun tidak lolos Seleksi Kompetensi Dasar CPNS.

Dear, para pejuang CPNS yang lulus tahap administrasi, sampai dengan minggu ketiga bulan ini mungkin menjadi saat-saat yang cukup mendebarkan bagi kalian. Kenapa? Tentu saja karena kalian sedang menempuh ujian pertama, yaitu Seleksi Kompetensi dasar (SKD).

Sebagian peserta sudah menjalani Seleksi Kompentensi Dasar CPNS ini, tapi ada sebagian lagi yang masih belum. Saya ucapkan selamat buat yang lulus passing grade, selamat juga buat yang tidak lulus. Untuk yang masih akan berangkat seleksi SKD, saya doakan biar selamat juga.

Lho, kok yang tidak lulus diberi ucapan selamat juga? Ya terserah saya dong! Hehehe.

Sekedar informasi, nih, bagi yang belum tahu—yang sudah tahu bisa pura-pura tidak tahu biar bisa sama-sama tahu nantinya—Seleksi Kompetensi Dasar CPNS ini dilakukan dengan sistem Computer Assisted Test (CAT). Dalam sistem ini, ketika kita selesai mengerjakan soal, skor langsung keluar dalam sekejap.

Seleksi Kompentensi Dasar terdiri dari 100 soal yang berasal dari 3 macam tipe tes, di mana pada formasi umum ada passing grade yang harus dilewati pada masing-masing jenis soalnya: Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) minimal 75, Tes Intelegensia Umum (TIU) minimal 80, dan Tes Karakteristik Pribadi (TKP) minimal 143. Untuk formasi khusus, ada penyesuaian terhadap nilai passing grade minimalnya. Yah, namanya juga formasi khusus, tentu ada beda dengan formasi umum.

Nah, belakangan yang jadi momok peserta adalah soal Tes Karakteristik Pribadi.

Sekilas, tipe soal ini terlihat mudah karena menanyakan kepribadian. Jadi, untuk menjawabnya, kita tidak perlu belajar dan menghafal rumus-rumus matematika, undang-undang dasar, maupun sejarah Indonesia. Rasa-rasanya cukup dengan memilih jawaban yang paling baik saja.

Akan tetapi, siapa sangka Tes Karakteristik Pribadi ini yang menjadi biang kegagalan mayoritas peserta? Di lini masa, netizeb sedang ramai membahas tentang TKP ini. Di akun resmi twitter BKN sendiri, banyak yang curhat bahwa mereka tidak lolos passing grade gara-gara TKP.

Kebetulan saya sendiri juga mengalaminya. Soal Tes Karakteristik Pribadi berupa kasus yang cukup panjang dan kita harus memilih satu jawaban yang paling benar di antara 5 jawaban benar. Yup betul, semua pilihan jawaban terlihat baik semua. Terus gimana coba?!

Contoh soalnya seperti di bawah ini. Tentu saja ini contoh samaran, gaes:

Anda sedang asyik-asyiknya membaca sebuah tulisan di Mojok.co, apalagi dari penulis favorit yang sungguh sayang untuk dilewatkan.

Baru sampai setengah bacaan tiba-tiba ada iklan (mendadak dipanggil oleh bos, yang kalau menolak bisa kena PHK; atau mendadak dipanggil ibu, yang kalau tidak menanggapi bisa durhaka; atau mendadak kebelet, yang kalau tidak segera dikeluarkan bisa sakit tujuh turunan; pokoknya momen pentinglah yang mengganggu keseruan membaca!).

Umpatan apa yang Anda ucapkan?

a. Kalimat Toyyibah (takbir, istigfar, tasbih, tahmid, tahlil, dan sebagainya), tapi dengan penuh emosi dan perasaan tidak ikhlas.

b. Nyebut nama-nama polowijo (asem, telo, kentang, dan sebagainya) dengan nyinyir.

c. Misuh dengan tegas (jancok, bangsat, brengsek, dan sebagainya), dengan intonasi yang elegan.

d. Absen penghuni kebun binatang (asu, bedes, bajul, dan sebagainya) sambil menggerutu.

e. Selain jawaban di atas.

Nah, jawaban tiap orang bisa beda-beda, kan? Terserah kepribadian masing-masing, lah!

Si pembuat soal juga terserah: dia bebas mau pilih kriteria orang seperti apa. Kalau dia penginnya orang yang religius, tentu jawaban “A” yang punya poin tertinggi. Tapi kalau dia pengennya orang yang ceplas-ceplos apa adanya, bisa jadi jawaban “C” yang poinnya paling tinggi. Tak ada yang pasti benar dan tak ada yang pasti salah dalam urusan kepribadian.

Karena passing grade yang cukup tinggi untuk TKP, alhasil banyak peserta yang tidak lolos tes ini. Menurut nalar saya, hal ini karena kepribadian tidak diajarkan di sekolah. Lagi pula, buruknya kepribadian mungkin tercermin pada komen-komen netizen di dunia maya yang seringkali lebih kejam dari fitnah, padahal fitnah sendiri sudah lebih kejam daripada pembunuhan, lho.

TKP ini juga berbeda dengan dua tes lainnya. Baik Tes Wawasan Kebangsaan dan Tes Intelegensia Umum pasti diajarkan di sekolahan. Jelas, ini fakta yang njomplang pada Tes Karakteristik Pribadi—kecuali bagi mereka yang sikut sekolah kepribadian, kali, ya?

Well, saya sendiri termasuk di antara orang yang tidak lulus passing grade hanya karena nilai TKP kurang dikit. Padahal, nilai TWK dan TIU saya sudah di atas passing grade. Tapi saya tidak menyalahkan siapa pun, bahkan tak pernah terbesit kenginginan untuk menyalahkan si pembuat soal TKP. Enjoy aja kali, kan yang tidak lulus juga banyak sudah berusaha.

Kenapa di atas tadi saya menuliskan ucapan selamat bagi yang tidak lulus?

Tentu bukan karena ingin menghibur diri sendiri, ya. Mengutip dari kata-kata Mas Sabrang (Noe “Letto”) di salah satu forum Maiyah, “Pengetahuan itu terbuka lebih lebar ketika kita punya pengalaman buruk. Kita justru lupa mencari ilmunya ketika ada pengalaman baik.”

Maksudnya begini: jika ada orang gagal, sering kali kita mendengar nasihat “ambil hikmahnya saja”. Tapi jika ada orang yang sukses, nasihat itu tak pernah muncul. Lah, memangnya di balik keberhasilan tidak ada hikmah? Tentu ada dong, hanya saja orang sering lupa kalau lagi berhasil.

Saya sendiri sudah mengambil hikmah dari kegagalan ini. Buat para pejuang CPNS yang mungkin senasib dengan saya, bolehlah kalian berpendapat apa saja. Di negara ini, beda pendapatan saja lumrah, apalagi beda pendapat?

Meski begitu, ya jangan sampai menyalahkan si anu dan si itu, jangan pula menyalahkan diri sendiri, apalagi menyalahkan Tuhan. Lah wong menyalahkan Jokowi saja bisa dianggap makar, menyalahkan Prabowo bisa dianggap nggak nurut sama ulama, apalagi sampai menyalahkan Tuhan! Jangan sampai, deh.

Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Mohammad Ridwan berkata, “Saya memang hanya akan bicara data dan fakta. Sampai sekarang kira-kira hanya 9 persenan secara nasional yang lolos passing grade (pada tiap instansi),” ujarnya.

Ya, meski dirasa passing grade untuk Tes Karakteristik Pribadi terlalu tinggi dan sulit, masih ada kok peserta top score SKD yang nilai TKP-nya wow kereen—ya, meski tidak banyak. Di samping itu, karena ada banyak instansi di daerah yang kuotanya belum terpenuhi, konon ada kemungkinan peserta CPNS berpeluang mengikuti Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) meskipun pada pelaksanaan SKD tidak lulus passing grade.

Nah, informasi inilah yang kemudian jadi pro kontra.

Dari lalu lintas reply akun twitter resmi Badan Kepegawaian Nasional, bila dikelompokkan, setidaknya ada enam golongan yang mewakili respons peserta ujian terhadap kebijakan seleksi yang diselenggarakan:

Pertama, golongan yang lolos Seleksi Kompetensi Dasar CPNS.

Golongan ini rupanya lolos passing grade di tiap jenis tes sehingga akan menolak bila passing grade diturunkan atau langsung dirangking nilai peserta tanpa mempertimbangkan lolos tidaknya passing grade.

Contoh twitnya seperti ini:

“Mohon maaf, Min, aturan dibuat diawal untuk ditaati. Kalau diubah di tengah jalan kasihan teman2 yang udah berjuang sampai lolos passing grade”

Kedua, golongan yang tidak lolos SKD. Golongan yang satu ini kebanyakan isinya curhat, mulai dari persiapan yang kurang, kisi-kisi yang dipelajari beda semua, faktor ketidakberuntungan, sampai menyalahkan soal TKP.

Contoh twitnya seperti ini:

“Soal TKP tahun ini benar-benar di luar dugaan. Soal yg cenderung penilaiannya subjektif sekali, pilihan-pilihan jawaban yang semua positif. Di soal TKP juga tidak ada indikator yang jelas dalam memilih jawaban tepat karena semua asumsi jawaban lebih kepada pendapat si pembuat soal saja.”

Ketiga, golongan penegak keadilan. Entah lolos Seleksi Kompetensi Dasar CPNS atau tidak, sepertinya golongan inilah yang mengamalkan Pancasila dalam kesehariannya.

Contoh twitnya seperti ini:

“Yang nggak etis itu yang nggak lolos passing grade dimasukan ke SKB dengan yang lolos passing grade. Justru ini melanggar sila kelima. Logikanya jangan dibolak-balik. Aku pusing.”

Keempat, golongan realistis. Golongan ini menerima kalau gagal ya gagal. Kalau tidak ada calon yang pantas, ya jangan dipaksakan. Gitu aja kok repot!

Contoh twitnya seperti ini:

“Kalau kosong ya kosong aja kan nggak usah dipaksain.”

Kelima, golongan yang bijaksana, yang terdiri dari Admin dan orang-orang yang sependapat dengannya. Komentarnya selalu meneduhkan dan menentramkan hati teman-teman yang curhat, meski tak jarang bisa bikin ketawa.

Contoh twitnya seperti ini:

“Kalau Mimin pribadi berpikir kenapa passing grade harus tinggi? Ya salah satunya hal seperti itu. Saat ini tidak hanya kepribadian langsung yang dinilai baik, tapi berperilaku baik dalam media sosial juga sangat dibutuhkan.”

Keenam, golongan yang tetap asik meski dunianya jungkir balik. Meski suasana ujian sedang serius, dia masih bisa bikin baper.

Macam begini twitnya:

“Terima kasih @BKNgoid karena kau telah mempertemukanku dengan sang mantan (dia bareng suaminya) di lokasi tes cpns.”

Setidaknya dari macam-macam variasi respon pejuang CPNS tersebut, kita bisa menarik kesimpulan bahwa meskipun gagal ujian CPNS, hidup tidak berakhir. Contohnya, ya, bisa dilihat dari peserta tes CPNS di tweet terakhir itu…

…usai move on ditinggal nikah, harus move on dari tes CPNS yang gagal juga.

Exit mobile version