eFishery, Startup Underrated yang Labanya Mengalahkan Gojek

Laba dari eFishery ini disebut melebihi perusahaan yang berlabel decacorn macam Gojek.

eFishery, Startup Underrated yang Labanya Mengalahkan Gojek MOJOK.CO

Ilustrasi eFishery, Startup Underrated yang Labanya Mengalahkan Gojek. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.CODi tengah ancaman resesi global, isu panas bubble burst di kalangan startup, dan PHK massal, pertumbuhan dari eFishery mampu kalahkan Gojek.

Di tengah isu bubble burst startup di Indonesia, muncul sedikit angin segar. Di kala beberapa perusahaan rintisan mulai menerapkan efisiensi, di sisi berbeda, beberapa startup diklaim sudah laba alias profit.

Dari sumber yang dirangkum dari beberapa media seperti CNBC Indonesia dan Katadata, startup Indonesia yang diklaim sudah profit ternyata ada, meski tak banyak. Nama-nama startup itu meliputi Kopi Kenangan, Fore Coffee, hingga eFishery.

Jika Kopken (singkatan dari Kopi Kenangan) dan Fore cukup familiar, lain halnya dengan eFishery. Bukan kebetulan, baru-baru ini, eFishery memang menyita perhatian publik setelah meraup laga hingga Rp4 triliun dan mengalahkan perusahaan decacorn, Gojek.

Diklaim sudah untung dan siap hire 1.000 talent baru

Klaim keuntungan eFishery tercetus bukan dari sang founder dan CEO, melainkan dari bos Northstar Advisors, Patrick Waluyo.

Dilansir dari CNBC Indonesia pada berita 31 Mei 2022, Patrick memberi pujian tinggi untuk eFishery. Perusahaan yang berbasis di Bandung itu disebut Patrick sudah profit hampir Rp4 triliun. Bahkan, laba dari startup ini disebut melebihi perusahaan yang berlabel decacorn macam Gojek.

Sekilas soal eFishery. Ia adalah startup aqua-tech pertama di Indonesia, bahkan Asia. Mereka punya tujuan membangun ekosistem berkelanjutan di akuakultur dengan memanfaatkan teknologi yang diklaim bisa membantu budidaya ikan atau udang.

eFishery sendiri didirikan oleh Gibran Huzaifah, pria lulusan Institut Teknologi Bandung, pada 2013 lalu. Dan mengacu pada klaim Patrick Walujo, laba yang dihasilkan eFishery agaknya bukan klaim belaka, mengingat profil perusahaan ini cukup unik.

Pasalnya, eFishery adalah startup yang bergerak di sektor yang jauh berbeda dari startup lain di Indonesia. Jika e-commerce jadi primadona para investor, eFishery agaknya memilih “jalan ninja” yang berbeda. Dengan Indonesia yang punya ciri negara maritim, eFishery terjun di sektor perikanan dan diklaim oleh sang CEO, mereka tengah dalam kondisi prima, bahkan bisa mengalahkan laba Gojek.

Gibran menjelaskan, dikutip dari berita Kumparan, sektor perikanan bisa bertahan karena sektor itu bukan sektor yang kompetitif dan membutuhkan modal besar.

“Sektornya (perikanan) masih besar, pemainnya juga saling complementing. Startup di sektor ini juga unit economic-nya bagus. Tentu ini masih menjanjikan bagi investor,” ujar Gibran, pada Sabtu (25/5) Mei lalu, dikutip dari Kumparan.

Data serta angka tak berbohong. Awal tahun ini, eFishery memang banjir pendanaan. Bisnis mereka dilirik para investor babon macam Softbank dan Temasek, dan diklaim mendapat pendanaan seri C sebesar $90juta atau sekitar Rp1,3 triliun.

Tak pelak, upaya scale up perusahaan mulai dijajaki. Yang digaungkan adalah hiring 1.000 talent baru utamanya di tim engineer. Kebetulan, saya termasuk salah satu talent yang sempat akan di-hijack oleh eFishery. Di medio Februari lalu, tawaran datang, namun setelah dua proses interview, karena satu dan lain hal, kami tampaknya belum berjodoh… hahaha.

eFishery, contoh bisnis rintisan underrated yang bisa jadi acuan

Mengacu dari data laba dari eFishery, agaknya status sebagai underrated startup memang layak disematkan kepada perusahaan ini. Di tengah isu PHK massal dan ancaman bubble burst, mereka justru mendapatkan pendanaan besar dan mencatatkan laba.

Namun, ini juga layak jadi acuan untuk potensi bisnis di masa mendatang. Pola yang cukup jamak terjadi di Indonesia, bisnis rintisan yang relatif mudah dimonetisasi dan mendapatkan laba, biasanya cukup kepayahan mendapat lirikan investor. Poin yang disorot, investor agaknya lebih tertarik dengan keseksian dari potensi growth ketimbang potensi profit.

Sudut pandang ini tak salah, sebab mayoritas investor agaknya berpikir sederhana. Jika bisnis rintisan sudah profitable, mereka tak perlu repot cari investor. Mending pinjam kredit ke bank untuk scale up, ketimbang harus berbagi saham ke investor.

Sampai sejauh mana eFishery akan bertahan dan melaju?

Kalau saya pribadi, cukup salut dengan data dan fakta yang menyebut eFishery sebagai startup dengan laba yang mengalahkan perusahaan macam Gojek. Artinya, menurut hemat saya, ini memberi bukti pada para millenial dan Gen Z yang kini tergila-gila bekerja di startup, untuk lebih melek soal potensi bisnis yang sustain, ketimbang yang bergengsi namun rentan gagal dapat laba.

Selain jor-joran untuk bersiap menambah ratusan karyawan baru, eFishery konon tengah bersiap ekspansi. Selain ekspansi ke dalam negeri, karena salah satu investor baru berasal dari India, eFishery disebut-sebut akan melebarkan sayap ke sana. Selain di Indonesia, eFishery sendiri sudah ada dan aktif di Thailand.

Menarik dinanti sepak terjang eFishery di sisa 2022 ini, yang kebetulan sudah masuk bulan keenam alias berjalan setengah tahun. Di tengah ancaman resesi global dan isu panas bubble burst di kalangan startup, pertumbuhan dari eFishery layak diikuti untuk melihat sejauh apa ia akan melangkah.

Sebelum menutup tulisan ini, ada dua hal yang ingin saya kritisi dari upaya scale up valuasi perusahaan rintisan.

Pertama, soal skema bakar uang. Skema ini tak mutlak salah, namun berbahaya jika dijadikan patokan utama untuk growth sebuah perusahaan. Memang keniscayaan, bakar uang adalah cara praktis untuk menarik konsumen atau target pasar.

Namun, jika skema ini jadi patokan utama untuk menaikkan valuasi dan mempertahankan retention atau loyalitas dari konsumen, lama-lama perusahaan yang akan kolaps karena uang yang dibakar, biasanya ya uang dari investor.

Kedua, persaingan gaji. Entah sejak kapan, stigma bahwa kerja di startup di Indonesia ini selalu lekat dengan gaji selangit atau biasa disebut gaji dua digit. Ya nggak salah, sih, karena kita semua kerja ya buat cari uang. Dan kalau bisa, uangnya yang banyak.

Cuma, dari tren PHK massal yang terjadi belakangan ini, agaknya kita perlu sedikit menarik napas dan menyadari bahwa bisnis, tuh, yang penting sustain dan profitable dulu, baru gaji besar akan mengikuti kemudian. Karena at the end of the day, lebih enak pusing karena banyak kerjaan ketimbang pusing nggak punya kerja.

Jadi gimana, kamu tertarik gak jadi eFisherian, sebutan untuk karyawan eFishery dan bekerja di sektor perikanan? Ingat lho, konon kata orang, nenek moyang kita ini pelaut….

BACA JUGA PHK Massal di Dunia Startup: Badai Ini Belum Akan Berakhir dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Penulis: Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Editor: Yamadipati Seno

Exit mobile version