Dipengaruhi Filosofi Cina, Apakah Prabowo Tak Lagi Anti-Aseng?

MOJOK.COCitra Prabowo yang anti-aseng, sepertinya tidak akan berlaku lagi. Prabowo bilang sih, justru kepemimpinannya sangat dipengaruhi oleh filosofi Cina.

Naga-naganya, Pak Prabowo sepertinya betul-betul mau menanggalkan citra dirinya sebagai seorang nasionalis nan anti-aseng. Sebagaimana yang tak henti-hentinya dikoarkan-koarkan oleh pendukungnya selama ini.

Buktinya, menjelang tiga purnama sehabis ikut merayakan hari kemerdekaan ke-69 Cina yang digelar Kedutaan Besar Cina di Hotel Shangri-La Jakarta, calon presiden nomor urut dua itu kembali menghadiri undangan makan malam dan ramah tamah bersama para pengusaha Tionghoa di Super Ballroom Suncity, Jakarta Barat, Jumat malam (7/12) silam.

Dilaporkan CNN Indonesia, dalam gala yang disebut terakhir, Pak Prabowo menerima sumbangan dana sebesar Rp460 juta. Beliau juga dihadiahi patung emas bermotif naga serta lukisan wajah dirinya bersama tandemnya, Sandiaga Uno. Mereka pun didoakan dapat terpilih menjadi presiden dan wakil presiden dalam pemilu 2019 mendatang. Amitābha~

Belum berhenti di situ. Jika dulu Pak Prabowo menegaskan bahwa ‘Cina sangat penting bagi Indonesia’ dan meminta kita menjalin relasi yang apik serta meningkatkan ‘hubungan dalam tingkat yang lebih baik dan saling membantu’ dengan Cina. Kali ini bekas Komandan Jenderal Kopassus tersebut membuat pernyataan yang tak kalah bakal bikin cebong sekolam nyengir kuda.

Betapa tidak? Label antek aseng yang hampir lima tahun dilekatkan kepada Pak Jokowi sebagai pujaan para cebong, jelas akan auto buyar karenanya.

Tak percaya? Berikut saya comotkan pengakuan Pak Prabowo yang saya maksud:

Bahwa dalam menjalankan kepemimpinan, saya banyak sekali dipengaruhi oleh sejarah Tiongkok, oleh filosofi Tiongkok, oleh pelajaran-pelajaran Tiongkok.

Saya menyesal saya baru ketemu [falsafah-falsafah Tiongkok] ini sesudah saya pensiun [dari kemiliteran]. Kalau saya ketemu ini waktu saya mayor, mungkin sudah lama [saya] jadi presiden.”

Sebenarnya, tanpa diakui pun, saya percaya bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan Cina telah amat banyak memengaruhi gaya kepemimpinan Pak Prabowo. Pasalnya, setelah saya perhatikan dengan saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, saya merasa pengaruh ajaran-ajaran Cina yang akan saya coba uraikan di bawah ini memang sangat kentara pada sosok Pak Prabowo.

Pertama, orang yang budiman (junzi) itu, kata Konghucu dalam kitab Lun Yu bab 2 ayat 13, adalah mereka yang “mendahulukan pekerjaannya, lantas menyesuaikan kata-katanya” (xian xing qi yan, er hou cong zhi).

Saya pikir wejangan mahaguru cum filsuf besar Cina kelahiran 551 SM ini yang paling besar pengaruhnya terhadap Pak Prabowo. Pasalnya, sebagai seorang calon pemimpin yang budiman, kita semua sudah mafhum bahwa Pak Prabowo senantiasa menyinkronkan setiap perkataannya dengan perbuatannya. Beliau bukanlah seorang yang mencla-mencle, alias esuk dele sore tempe.

Oleh karena itu, ketika Pak Prabowo dalam banyak kesempatan berpidato dengan berapi-api mengenai kekayaan Indonesia yang bocor ke asing. Sementara yang dipunyai Indonesia tinggal utang dan hanya membikin kita makin missqueen, beliau dalam setiap tindak tanduknya tidak pernah mendekat ke asing—apalagi ke aseng yang komunis laknatullah, kandidat pasti penghuni abadi kerak neraka. Tentu saja, yang bersua dengan duta besar Cina dan pengusaha Tionghoa itu, jelas hanyalah stuntman belaka.

Bukan apa, Pak Prabowo paham betul bahwa—laiknya yang diwanti-wantikan Tang Zhen (1630–1704), cendekiawan Dinasti Qing, dalam Qian Shu, bukunya yang masyhur—“negara akan jaya dengan kerja nyata, akan binasa dengan retorika” (yi shi ze zhi, yi wen ze bu zhi).

Pak Prabowo yang berjiwa patriotik ini, tentu tak ingin melihat Indonesia yang teramat dicintainya ini bubar seperti yang diramalkan novel asing Ghost Fleet yang pernah dikutipnya dulu.

Karena itu, selain konsisten dengan kata-katanya, beliau selalu membuktinya dengan torehan prestasi-prestasi gemilang untuk bangsa Indonesia agar tidak dicap omong doang. Tak perlulah saya sebutkan satu per satu capaian-capaian beliau di masa lalu. Saya yakin tuan dan puan sekalian sudah cukup tahu.

Kedua, “Yang tahu kalau rumah itu bocor adalah orang yang tinggal di bawahnya; yang tahu kalau pemerintahan itu gagal adalah rakyat jelata” (zhi wu lou zhe zai yu xia; zhi zheng shi zhe zai cao ye).

Petuah filsuf Dinasti Han bernama Wang Chong (27–100 SM) yang saya kutip dari mahakarnya yang berjudul Lun Heng ini, sudah barang tentu juga sangat menginspirasi Pak Prabowo.

Oh, jelas, sebagai rakyat jelata yang kepemilikan hartanya naik Rp500 miliar dari yang Rp1,4 triliun pada 2014 ke Rp1,9 triliun pada 2018, Pak Prabowo tahu betul pemerintahan sebelumnya telah gagal menyejahterakan rakyatnya.

Pak Prabowo tentu sangat prihatin melihat kondisi Indonesia sekarang yang telah semencekam deskripsi kitab Yan Tie Lun jilid 3 ini: “Di dapur orang kaya, daging tertimbun hingga busuk, sedangkan rakyat menderita kelaparan. Kuda orang kaya di kandang gemuk-gemuk, sedangkan di jalan bertumpuk orang gelagapan butuh makanan” (chu you fu rou, guo you ji min. Jiu you fei ma, lu you nei ren).

Makanya, Pak Prabowo sebagai representasi wong cilik penyuka kuda berharga milyaran, ia mati-matian mencalonkan diri sebagai presiden untuk memperjuangkan nasib kaumnya yang kian menderita lantaran hidup di negara gagal, karena kelakuan petingginya yang Cuma bisa berfoya-foya.

Hal ini dikarenakan, beliau sadar betul bahwa—seperti diterangkan kitab Guo Yu yang konon disusun oleh Zuo Qiuming, sejarawan abad ke-5 SM—“Rakyat muak terhadap penguasa yang bermewah-mewahan. Karena itu, jangan salahkan jika mereka melawan dan memberontak terhadap kekuasaannya” (min ji jun zhi chi ye, shi yi sui yu ni ming).

Intinya, “Kalau rakyat masih belum hidup berkecukupan, bagaimana mungkin seorang pemimpin tega hidup berlebih-lebihan?” (baixing bu zu, jun shu yu zu?). Ya, pertanyaan retorik Konghucu dalam Lun Yu bab 12 ayat 9 ini, menjadi prinsip yang dipegang teguh oleh Pak Prabowo.

Ketiga, “Sebagai seorang pemimpin, tidak boleh terlalu gampang percaya terhadap kabar burung” (wei ren jun zhe bu duo ting). “Dan janganlah merasa malu untuk bertanya kepada orang yang kau anggap tak lebih tahu darimu” (bu chi xia wen).

Fatwa filsuf Shen Dao (350–275 SM) dan Konghucu yang masing-masing termaktub dalam kitab Shen Zi dan Lun Yu bab 5 ayat 15 itu sudah diejawantahkan dengan sangat paripurna oleh Pak Prabowo.

Maaf, sekadar mengingatkan. Saat aktivis terkemuka Ratna Sarumpaet yang wajahnya lebam-lebam mengaku karena dianiaya orang-orang tak dikenal, alih-alih akibat operasi plastik. Misalnya, ketika itu Pak Prabowo tidak serta merta memercayainya. Beliau tidak grusa-grusu, dan memilih bertabayun terlebih dahulu.

Kepada siapa? Tentu saja, pada Fadli Zon dan dokter gigi.

Exit mobile version