Ujian di Semarang
BKN melaksanakan uji kompetensi di Auditorium Muladi, Universitas Diponegoro, Semarang. Sebanyak 200 orang lebih bertarung memperjuangkan nasibnya sebagai ASN. Tak terkecuali saya.
Satu yang menjadi kelemahan saya adalah soal matematika. Kalau soal cerita semacam Banu memiliki uang sekian untuk membeli ini dan itu, saya masih bisa menalarnya. Tapi kalau sudah ketemu soal akar atau pangkat, saya angkat tangan.
Waktu tes masih menyisakan 28 menit, semua soal sudah saya rampungkan. Tidak mau berlama-lama duduk di kursi panas (yang bikin mumet dan stres) saya memutuskan keluar dari ruang ujian.
Setelah itu, rasanya lebih lega. Saya juga sudah mengantongi nilai. Tidak begitu tinggi, tapi cukup memuaskan hati. Bahkan saya percaya diri kalau BKN akan meluluskan saya sebagai ASN.
BKN bikin saya kecewa
Selang beberapa hari, BKN merilis pengumuman bahwa tes PPPK tahap 1 tahun 2024 akan diumumkan secara berkala mulai 24 hingga 31 Desember. Dan kita semua setuju, menunggu itu sesuatu yang amat menjengkelkan.
Nah, tepat di penghujung tahun, pengumuman resmi BKN bernomor 800.1.2.2/1900/24/2024 terbit. Tidak ada kabar baik untuk saya dan keluarga. Dari 10 orang peserta yang mendaftar di instansi yang saya pilih, nilai saya paling tinggi. Namun, saya dinyatakan tidak lolos. Saya kalah dengan status prioritas peserta THK 2 atau K2.
Apa itu K2?
Berikut saya spill dulu kutipan sistem penentuan kelulusan berdasarkan Keputusan Menteri PAN-RB (Permenpanrb) Nomor 347 Tahun 2024:
Jadi, pelamar ASN yang lulus adalah yang memiliki nilai kumulatif tertinggi. Selain itu, ada juga peraturan khusus yang berlaku secara berurutan sebagai berikut:
- Pelamar dengan status eks-THK-II (tenaga honorer yang pernah berstatus THK II (K2) terdaftar di database BKN, dan masih aktif bekerja di instansi pemerintah).
- Pelamar berstatus sebagai pegawai yang terdaftar dalam database tenaga bukan ASN pada BKN dan aktif bekerja pada instansi pemerintah.
- Pelamar dengan status sebagai pegawai yang aktif bekerja pada instansi pemerintah paling sedikit 2 tahun terakhir secara terus menerus.
Oh ya, seleksi PPPK tahun 2024 ini dilaksanakan dengan sistem Computer Assisted Test (CAT) dengan penentuan kelulusan berdasarkan peringkat terbaik. Dalam seleksi tidak ada nilai ambang batas, namun pelamar akan dinyatakan lulus jika berperingkat terbaik.
Iya, saya berhasil meraih nilai kumulatif tertinggi. Namun, karena status saya bukan tenaga K2, maka saya kalah atau tergeser dengan peserta yang berstatus K2. Bahkan ketika nilai yang berstatus K2 jauh di bawah saya. (Simak kutipan penjelasan di atas).
Apesnya lagi, BKN baru merilis pengumuman penentuan kelulusan berdasarkan Keputusan Menteri PAN-RB ini pada 10 Desember 2024. Ini tepat 7 hari sebelum tes kompetensi diselenggarakan. Alamak!
Kegelisahan saya sebagai pejuang ASN
Pertanyaannya, kenapa BKN tidak mengumumkan sistem penentuan kelulusan jauh sebelum tes seleksi? Kalau sejak awal sudah tahu sistem ini, saya dan pejuang ASN lain yang bukan non-honorer bisa mikir dulu.
Kalau sistem kelulusan ini baru rilis “di tengah jalan”, kan kepalang nanggung. Sudah basah, ya mandi sekalian. Begitu.
Nah, biar lebih jelas, silakan lihat bagan di bawah ini:
Total nilai saya paling tinggi, yaitu 495. Kode R3 artinya bukan tenaga honorer atau orang umum. Sedangkan yang lolos total nilainya hanya 415. Kode R2/L itu maksudnya tenaga honorer yang lolos. Keterangan centang merah adalah total nilai saya. Centang ijo nilai peserta yang lolos.
Kebijakan skala prioritas yang diterapkan BKN terkesan ini nggak adil
BKN meloloskan tenaga honorer dengan dalih pengabdian, bukan karena faktor nilai. Dan bagi tenaga honorer, kebijakan yang mengacu pengabdian tersebut tentu dianggap wajar dan masuk akal. Sudah mengabdi kok, ya harus menjadi prioritas. Begitu kira-kira cara berpikirnya.
Namun sebaliknya, bagi pelamar non-honorer (K2), skala prioritas BKN tersebut rasanya jahat sekali. Nggak ada gunanya dapat nilai tinggi atau bahkan nilai sempurna. Pada akhirnya, bisa nggak lolos.
Selama ada pelamar K2, meski nilainya rendah, tetap saja bisa lolos jadi ASN. Saya merasa sistem ini tidak menghargai kerja keras calon ASN dari lingkup “orang biasa”. Bukankah itu suatu kebijakan yang pincang? Saya menghormati para pekerja honorer. Sudah begitu lama mereka tidak mendapat hak yang layak. Tapi, sistem ini benar-benar merugikan.
Solusi untuk BKN
Kalau BKN mau adil, ya bikin saja uji kompetensi yang spesifik. Misalnya, tahap 1 ujian khusus bagi tenaga honorer K2. Tahap berikutnya, giliran ujian yang non-K2. Memisahkan ujian untuk tembus ASN ini lebih adil.
Dengan begitu, kami bisa tempur dengan status yang sama. Yang lolos uji ASN adalah mereka yang murni serius dan dapat nilai bagus. Tenaga K2 yang lolos ya yang terbaik. Bukan karena faktor status pegawai atau orang dalam. Misalnya.
Yah, yang namanya “kebijakan” kan ada kata “bijak” di dana. Seharusnya, kata bijak ini juga berlaku bagi tenaga K2 maupun non-K2. Dengan begini, semua jadi adil dan yang lolos jadi ASN adalah mereka yang benar-benar punya kompetensi.
Penulis: M. Dona Setiawan
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA ASN Deadwood Memang Sebaiknya Dipecat Saja! dan pengalaman pahit lainnya di rubrik ESAI.