Berbaik Sangka kepada Dua Menteri yang Makan di Warteg

Dear Bapak Menteri Perindustrian Saleh Husin dan Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dakhiri,

Saya baru saja selesai membaca berita tentang sampeyan berdua. Itu lho, berita sampeyan berdua yang nekat makan di warteg dekat istana karena sudah saking tak kuatnya menahan lapar selepas melakukan agenda kegiatan seharian.

Berita itu heboh banget lho, Bapak-bapak sekalian… Bahkan sampai jadi bahan perbincangan di kalangan netizen. Banyak yang kagum dengan aksi sampeyan berdua. Namun tak sedikit pula yang justru menghujat karena menurut mereka itu hanya sekadar pencitraan belaka.

Terlepas dari berbagai tanggapan yang muncul ke permukaan, saya sendiri tidak setuju dengan aksi “nyeleneh” sampeyan berdua. Berikut saya lampirkan beberapa alasannya.

Sampeyan berdua katanya kelaparan seusai mengikuti peluncuran program “Investasi Padat Karya untuk Menciptakan Lapangan Kerja”, di salah satu pabrik sepatu di Balaraja, Tangerang, dari siang hingga menjelang sore, dan belum sempat makan. Sekarang bayangkan, bagaimana perasaan si pemilik pabrik sepatu. Dengan sampeyan berdua makan di warteg karena “kelaparan”, itu sudah cukup menyakiti hati si pemilik pabrik, karena ia merasa tidak sanggup menjamu sampeyan berdua dengan hidangan yang layak dan mengenyangkan.

Saya jadi kasihan sama si pemilik pabik sepatu, ia pasti dituduh zolim karena sampai lupa tidak memberi makan kepada sampeyan-sampeyan yang sekelas menteri ini. Mungkin ia sekarang sedang menangis sendirian di kamarnya, meratap penuh penyesalan. Seperti hobinya Bapak Air Mata Nasional kita, Nuran WibisonoApakah bapak-bapak sekalian berpikir sampai sejauh itu? Ckckckck…

Dan bukan hanya pemilik pabrik sepatu saja lho yang sampeyan berdua sakiti hatinya. Ajudan-ajudan sampeyan berdua juga merasakannya. Bayangkan, bagaimana perasaan para ajudan itu saat tahu sampeyan berdua harus repot-repot makan di warteg, padahal sampeyan bisa dengan mudah mengutus mereka untuk membelikan nasi kotak atau nasi Padang. Sungguh keterlaluan sekali.

Mereka pasti sakit hatinya karena merasa tidak becus dan tidak bisa melayani tuannya dengan baik. Mungkin sekarang ini, ajudan-ajudan sampeyan juga sama seperti si pemilik pabrik sepatu: menangis sendirian di kamarnya, meratap penuh penyesalan, sambil merutuki diri sendiri.

“Aku kotor, aku hina, aku hanya ajudan tak berguna yang hanya makan gaji buta! Mengapa Kau timpakan ini padaku Tuhan… mengapaaaaa????!!!”

Nah, sebab selanjutnya, saya tak setuju dengan aksi sampeyan berdua makan di warteg, adalah karena aksi tersebut sangat berpotensi menjadi ajang adu domba. Maksud L?

Aksi sampeyan berdua, tanpa disadari, telah membuka keran amunisi baru bagi Jonru untuk menghantam pemerintahan Jokowi. Minimal dia jadi punya bahan untuk membuat tulisan “propaganda” dengan judul: “Menterinya saja kelaparan, apalagi rakyatnya”. Ini jelas sangat membahayakan stabilitas nasional. Aduuuh, pucing pala beta.

Apa yang paling membuat saya sangat tidak setuju dengan aksi sampeyan berdua adalah, aksi tersebut bisa membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin berkurang. Lho, kok bisa? Lha, yo bisa tho.

Jadi begini lho, Pak Hanif dan Pak Saleh… Presiden kita tercinta sekarang ini kan sedang dihujat banyak orang, dituduh pencitraan saat fotonya seorang diri di atas lahan bekas kebakaran di Riau serentak muncul di seluruh media di Indonesia. Ealah, lha kok sekarang malah sampeyan berdua yang ikut-ikutan melakukan aksi yang bisa memancing masyarakat untuk berspekulasi pencitraan juga. Hal ini cukup signifikan lho, untuk menurunkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Sampeyan berdua nggak kepikiran kan?

Saya sih sempet mikir, barangkali makan di warteg memang bukan untuk pencitraan, tapi sampeyan berdua sengaja lakukan agar bisa nyambi rokokan. Soalnya di istana kan tidak boleh merokok. Jadi, nanti seandainya sampeyan berdua dipanggil sama Pak Jokowi karena rapat akan segera dimulai, setidaknya, sampeyan berdua bisa santai sejenak lalu menjawab: “Sek, Jok, sak udutan!”

Tapi kita semua tahu, tidak semua rakyat Indonesia bisa berpikir sepolos dan sebaik sangka saya. Jadi jelas, aksi makan di warteg yang bapak berdua lakukan, menurut saya, masih lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Ah, tapi ya mau bagaimana lagi, sudah kejadian ini… Huft.

Elo berdua emang resek kalau lagi laper! 

Exit mobile version