Beberapa Alasan Kenapa Bacot Ahok Perlu Dilestarikan

Fanatik Buta atau Mendukung dengan Waras

Fanatik Buta atau Mendukung dengan Waras

Terbukti Ahok memang trendi di Mojok. Tulisan tentang Ahok secara perlahan tapi pasti mulai mengalahkan tulisan yang menyoal Florence, Jonru, Dian Sastro, bahkan AS Roma. Soal yang terakhir ini, saya padahal berharap Puthut EA membahas peran AS Roma sebagai klub penyeimbang, macam Mercy di Senayan sana, mengingat hobinya yang bermain imbang melulu.

Omongan Ahok memang keji, sehingga embel-embel ‘bacot’ layak disematkan pada setiap kata yang terlontar dari mulutnya. Arogansinya yang terus-menerus juga otomatis memberikan pencitraan yang khas, layaknya aktor watak. Ahok jelas-jelas telah memberikan nuansa baru politisi di Indonesia Raya, yang entah kenapa baru kelihatan di tahun 2012, padahal Ahok sudah nongol di pentas DPR sejak 2009. Link YouTube berisi video Ahok marah-marah di DPR sebenarnya juga sudah ada dari dulu, namun baru menggelegak pasca duduk di DKI-2.

Bacot Ahok sudah sedemikian bikin trenyuh hati orang Indonesia yang penuh sopan santun (tapi ngebakar begal), penuh toleransi (tapi nggrebek orang lagi doa), dan penuh tenggang rasa (tapi tawuran habis nonton bola), tapi jalanan depan kosan saya masih jadi sungai temporer kalau hujan deras dengan durasi sesuai lagunya Audy. Siapalah yang layak peduli dengan jalan inspeksi mulus di dekat apartemen Menteng Square kalau banjir masih melanda? Orang mah lebih peduli mulusnya kulit Puteri Indonesia yang tampak anggun dengan linjerinya. Lagipula, tidak ada yang mengukur kecepatan surutnya banjir sebagai parameter keberhasilan Ahok memimpin ibukota.

Bacot Ahok memang tajam. Sungguhpun demikian, menurut hemat saya, hal ini perlu dipertahankan untuk jangka waktu yang ditentukan oleh terawangan dengan menyenteri batu akik seri bacan sesudah digosok. Ada beberapa alasan optimal untuk memberikan justifikasi bahwa bacot Ahok memang perlu dilestarikan.

Sumber Berita Laku

Beberapa pemburu berita berkisah di ranah blog—bukan di media mainstream tempat mereka bekerja—bahwa di Balaikota, ketika Ahok baru nongol hidungnya saja, pemburu berita sudah berkumpul. Sama Ahok ini kan gampang, kasih saja pertanyaan nggak nyambung sekalipun, naluri ngebacotnya sudah keluar dan karena yang mengeluarkan ucapan adalah Ahok maka serta merta itu jadi berita.

Mengingat sekarang Jokowi blusukannya cuma ke Pasar Rawamangun, Menteri Susi masih sibuk soal cantrang—yang orang kota kagak ngarti itu apaan—plus nggak ada menteri yang hobi ngepel macam Dahlan Iskan, maka media jelas butuh berita nan seksi. Dan sumber itu jelas ada pada Ahok yang segala diksinya (tolol, bajingan, maling, dkk) jelas memancing problema, persis yang dicari oleh negeri ini untuk dijadikan berita, untuk menjadi obrolan intim di bajaj, bahkan mungkin obrolan ringan melayang di Mangga Besar.

Menutup Isu-Isu Nggak Penting

Lihatlah sekarang ini, mulai dari penumpang Ikabe di Bukittinggi sampai Aspada di Jogja (yang berhati mantan) marak membicarakan APBD DKI Jakarta. Semua orang membicarakan isu yang sebenarnya nggak berkorelasi langsung dengan dirinya sendiri.

Mestinya kan mereka membahas APBD di kota masing-masing? Kenapa se-Indonesia Raya ini cuma DKI Jakarta yang heboh bergumul dengan DPRD-nya?

Mungkin isu-isu soal APBD provinsi dan kabupaten/kota sendiri adalah isu yang kurang seksi untuk diperdebatkan secara masif dan terstruktur di ruang publik. Bahkan gegara isu APBD DKI Jakarta, orang-orang nggak tahu bahwa uang makan PNS di negeri nan indah permai ini dipotong. Ah, siapa pula peduli PNS? Biarkan mereka makan singkong dan kacang rebus saja. Iya to?

Mengumpulkan Gadis Cantik

Ada yang datang pada acara dukungan untuk Ahok di Hari Bebas Kendaraan Bermotor, hari Minggu kemarin? Nah, kurang cantik apa gadis-gadis yang hadir dan kemudian memberikan dukungan? Tidak hanya cantik, membaca dukungan mereka, tampak pula bahwa nggak sedikit yang cerdas. Perpaduan cewek cantik-cerdas-jomblo adalah idaman lelaki-lelaki tampan pembaca Mojok.

Kalau Ahok nggak ngebacot lalu berantem sama DPRD, menurut ngana mereka akan berkumpul di satu tempat untuk memberikan dukungan? Siapa jamin?

Membuka Hal-Hal Tersembunyi Tentang Pengadaan

Waktu banjir, Ahok menolak tegas menyatakan keadaan darurat, dengan alasan dapat membuat pengadaan barang dan jasa rawan penyelewengan. Siapapun yang bergelut di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah pasti tahu bahwa untuk keadaan darurat, sistematika pengadaannya berbeda dengan jalur umum. Soal pengadaan UPS di aneka kantor di Jakarta, Ahok juga membuka tabir pengadaan yang terjadi.

Bacot Ahok nggak salah, karena data di KPK, sebagian besar orang yang disebut koruptor oleh khalayak ramai itu kepentok kasus pengadaan barang atau jasa di pemerintahan. Sebagian dari mereka memang orang yang menikmati sedapnya uang rakyat, tapi sebagian lain? Hanya PNS yang terpaksa jadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan lantas tersandung kasus lalu masuk penjara hanya karena dia yang tanda tangan kontrak. Bahkan hanya sekadar office boy yang diperalat anak orang kaya untuk jadi direktur di perusahaan asli tapi palsu, sepalsu harapan dari pemerintah tentang harga beras.

Ingat, pengadaan barang ini adalah isu nasional, isu ratusan kabupaten dan kota, serta puluhan provinsi di Indonesia Raya. Karena berbeda dengan perusahaan ketika duit digunakan untuk produksi, diputar, lalu kembali dalam bentuk profit dan digunakan untuk kesejahteraan pegawai dan perusahaan, maka bisnis proses di pemerintahan adalah menghabiskan anggaran yang sudah direncakan untuk kepentingan rakyat.

Menghabiskannya ya dengan pengadaan barang dan jasa itu tadi, mulai dari pengadaan jalan raya, rumah susun, jembatan, hingga UPS. Harusnya, sehabis Ahok ngebacot, semua gubernur, bupati, dan walikota bergegas mengecek APBD masing-masing. Harusnya, sih.

Membuat Kita Mengerti Hak Angket

Kalau Ahok nggak ngebacot soal APBD sampai keluar hak angket segala, kita yang jelata ini nggak bakal tahu tentang hak angket, secara kita sehari-hari cuma tahu hak angkot yang diperoleh begitu mudah, cukup dengan melambaikan tangan. Memang di dunia yang belum-berakhir-bila-kau-putuskan-aku ini, masih banyak teman-temanku disini yang menemaniku nggak ngerti definsi hak angket.

Gerakan #SaveAhok adalah gerakan massal yang akan terus bergulir dan bertambah, seiring penambahan parkir liar yang tidak ditertibkan. Adapun yang lebih penting dari itu, melalui tulisan ini saya hendak menghimbau para Mojok Mania untuk mulai menggerakkan petisi #SaveAgus agar Agus Mulyadi tetap konsisten menjomblo serta menulis tentang jomblo agar jomblo-jomblo se-dunia-belum-berakhir-bila-kau-putuskan-aku ini bisa tetap semangat dalam menjalani hidup yang semakin pelik. Terlebih bila jomblo itu hidup di Jakarta yang macetnya menghambat kencan dan banjirnya menghanyutkan harapan.

Exit mobile version