Awul-awul dan Konsep Memilih Pasangan Hidup

Awul-awul dan Konsep Memilih Pasangan Hidup

Awul-awul dan Konsep Memilih Pasangan Hidup

Sejak beberapa hari yang lalu, saya berpikir tentang membeli baju hangat. Tahulah, sudah mulai musim hujan begini. Belum lagi koleksi baju hangat saya sudah mulai tampak membosankan.

Sebenarnya saya bukan tipe perempuan hobi belanja. Tapi jika sudah ‘didesak’ kebutuhan fashion macam ini, saya selalu bisa menemukan waktu untuk segera memenuhi kebutuhan tersebut. Apalagi jika kegiatan pemenuh kebutuhan itu adalah belanja! Belanja pakaian pula!

Maka di suatu hari yang cerah, saya memutuskan untuk menuju toko pakaian bekas import dekat rumah. Pakaian bekas import di Jogja kerap disebut awul, awulan, atau awul-awul. Mungkin karena dulunya sebagian besar dagangannya di-display dengan cara ditumpuk di atas palet, dan cara berburunya adalah dengan mengaduk-aduk, melempar, dan menggali lebih dalam. Sebuah kegiatan berburu pakaian yang dalam bahasa Jawa memang tepat sekali jika disebut “ngawul-awul” atau bisa juga disingkat “ngawul”.

Pada perkembangannya, para penjual baju bekas import ini mulai menggantung semua dagangannya. Mungkin untung mereka sudah cukup besar untuk terus menambah alat display dan gantungan baju. Meskipun begitu, diksi “ngawul” sudah terlanjur lengket di lidah.

Ngawul sudah menjadi hobi saya sejak kuliah, sejak mahasiswa Jogja utara belum familiar dengan kata ‘awul-awul’, bahkan sejak awul belum merajai sekaten. Setiap mengunjungi suatu kota, saya hampir selalu mengamati dinamika awulan di sana. Di suatu tempat di Kediri, misalnya. Beberapa tahun yang lalu pernah menjadi surga awul karena ada sebuah gudang awul yang menjadi embrio munculnya kios-kios awul di sekitarnya.

Jakarta selalu punya Pasar Senen. Belum lagi Gedebage di Bandung. Tren awul yang menjelma butik pun tampaknya tidak hanya terjadi di Jogja. Sewaktu berkunjung ke Malang saya juga melihat sederet toko awul yang ditata macam butik.

Meskipun ngawul bagi saya sudah menjelma seperti ideologi, tapi saya tetap bersikap oportunis dengan tetap menjamah lini belanja pakaian lain selain awul. Mall, misalnya. Jika secara tidak sengaja saya bertemu diskon yang masuk akal, saya tetap membeli sesuatu di mall. Tapi bagaimanapun juga, awul tetap memberi euforia tersendiri karena sensasi seperti: “kita bisa menemukan sesuatu yang lucu, yang kebetulan sedang kita butuhkan dengan harga yang luar biasa murah” selalu jadi candu untuk kembali ngawul di periode belanja baju mendatang.

Kembali lagi ke suatu hari yang cerah tadi. Berbekal kebutuhan akan baju hangat dan beberapa rupiah, perburuan saya pun berbuah hasil. 3 potong baju hangat terbeli dengan harga tak lebih dari 100 ribu. Rasa puas luar biasa melanda sanubari saya. Sungguh sebuah proses perburuan yang begitu menyenangkan dan penuh kemenangan.

Entah saya sudah ngawul berapa kali, mungkin sudah tak terhitung jumlahnya. Dan di setiap akhir pencariannya, saya hampir tak pernah dikecewakan.

Saya lalu terpikir, bagiamana seandainya jika dalam memilih pasangan hidup, kita menggunakan konsep awulan, yang ndilalah sepengalaman saya, saya jarang sekali merasa dikecewakan. Yah, Meskipun tampaknya belanja awul itu hanya semacam kegiatan menye-menye tidak penting, tapi bagi seseorang yang sudah mendalami awul hingga ke dasar tumpukan palet yang paling dalam seperti saya, konsep ngawul selalu bisa diterapkan pada banyak hal, termasuk dalam mencari pasangan hidup.

Dan sebagai seorang ibu muda –dengan suami yang penyayang dan anak yang menyenangkan, saya merasakan benar hal itu.

Oke, Kita umpamakan saja pencarian baju hangat yang tadi saya tuliskan di atas sebagai pencarian akan pasangan hidup. Maka analoginya, baju hangat macam apa –setara dengan pasangan hidup macam apa, yang kita butuhkan dan kita inginkan. Jadi sebelum masuk ke dalam bursa pencarian pasangan hidup, baiknya kita pikirkan baik-baik, apakah kita membutuhkan cardigan, jaket, atau sweater.

Setelah paham benar dengan tipikal baju hangat, eh, pria yang kita inginkan, baru tentukan tempat di mana kita ingin menemukannya. Tiap tempat punya karakteristiknya masing-masing. Mall, tempat untuk mencari baju baru dengan harga yang relatif mahal tapi berkualitas, atau awul.

Anda mungkin tidak menemukan apapun di awulan, tapi ingat, ngawul selalu memberi kejutan yang menyenangkan. Jika mall bisa dianalogikan sebagai kampus, maka awulan bisa dianalogikan setara dengan angkringan tempat kita nongkrong saban hari.

Nah, jika analogi ini memang diamini, maka beberapa tips dari saya adalah:

Pastikan Anda butuh dan berjanji akan merawatnya baik-baik

Meskipun banyak acara belanja yang tidak didasari pemikiran ini, tapi bijak kiranya jika kita berangkat berbelanja dengan prinsip ini. Begitu juga untuk perkara mencari pasangan hidup. Pastikan kita butuh. Karena jika tidak didasari pemikiran ini, saya khawatir kelak seorang wanita akan merasa serba bisa, lalu menyesal telah menikah dengan pria pilihannya yang ia rasa tidak bisa apa-apa. Padahal bisa jadi, itu hanya perasaannya saja.

Pastikan anda bisa merawat kebutuhan itu terus menerus. Pahami tipe baju hangat anda, bagaimana cara mencucinya, apakah cukup dengan dicuci kucek, pakai mesin cuci, atau butuh disikat. Kalau kebutuhan akan pasangan hidup, berarti pastikan Anda bisa merawat rasa cinta itu tetap bersemi dan mekar sepanjang sisa hidup Anda.

Kucek pasangan hidup anda dengan kucekan yang paling membahagiakan.

Perluas pilihan

Jangan ragu untuk memperluas pilihan model baju hangat yang akan Anda beli. Mungkin Anda sudah terlalu yakin cardigan adalah yang paling cocok untuk Anda, tapi pernahkah Anda mencoba jaket jeans dengan potongan di atas pinggul berkrah lebar? Siapa tahu itu cocok. Dengan memakai jaket jeans ini mungkin Anda harus mengganti model sepatu dan blus juga. Tapi apa salahnya jika itu nyaman?

Begitu juga pasangan hidup. Mungkin selama ini Anda terlalu yakin bahwa dia (iya… dia yang bertahun-tahun Anda tunggu untuk segera sowan ke orangtua anda) adalah jodoh Anda. Tapi pernahkah Anda melogika pilihan lain?

Tetapkan pilihan

Ini adalah hal paling sulit dalam berbelanja:  ketika kita menemukan banyak pilihan dan harus memilih satu yang paling pas. Tapi berbekal prinsip seperti: warna tosca selalu cocok untuk kulit saya, potongan di bawah pinggang membuat saya tampak lebih pendek, dan sebagainya, maka pilihan akan lebih mudah ditentukan.

Dalam hal pasangan hidup, tentukan hal-hal prinsip terlebih dahulu sebagai dasar untuk memilih. Lalu cocokkan dengan prinsip yang dipegang oleh para pilihan yang ada. Kalau ada. Kalau tidak ada, ya coba pikirkan kembali tips pertama.

Ingat, baju hangat, apapun jenisnya, semuanya pasti menghangatkan. Tapi hanya sedikit yang mampu menyamankan.

Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan

Untuk itu, pastikan Anda tidak menyesal dengan pilihan Anda.

Exit mobile version