Hikmah Puasa yang Sebesar-besarnya 

Mr Assaat puasa

Mr Assaat

MOJOK.CO – Assaat, Pelaksana Tugas Presiden Republik Indonesia 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950 memberikan khotbah Idul Fitri “Hikmah Puasa yang Sebesar-besarnya” pada 1 Syawal 1369 H di Alun-Alun Utara Yogyakarta. Versi ringkasnya dimuat kembali koran mingguan Pesat, 19 Juli 1950, No. 17, halaman 202—2013.

Hikmah Puasa yang Sebesar-Besarnya 

Oleh Assaat 

 

Assalamualaikum Wr. Wb.

Kepada saudara-saudara yang sudah berhasil melakukan puasa penuh satu bulan, saya mengucapkan: selamat! Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Murah menerima amal ibadah saudara-saudara itu.

Bagi saudara-saudara yang tak dapat memenuhkan puasnya satu bulan, saya berdoa mudah-mudahan Tuhan memberi kesempatan kepada saudara-saudara memenuhkannya dalam bulan ini juga atau dalam bulan-bulan yang berikut.

Allah Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!

Seperti yang telah sering diajarkan kepada kita, adapun hikmah puasa itu adalah banyak bilangannya. Tetapi hikmat yang sebesar-besarnya kiranya tidaklah terletak pada kesehatan jasmani yang mungkin diperdapat oleh kita yang puasa, karena kita telah memberi kesempatan kepada alat pencernaan kita untuk beristirahat pada siang hari. Kiranya tidaklah pula terletak pada perubahan rasa kemanusiaan pada kita yang puasa, karena timbulnya rasa kasih mesra kepada fakir miskin yang saban hari merasakan haus dan lapar seperti kita yang puasa itu. 

Kiranya tidak pula terletak pada ganjaran yang luar biasa buat tiap-tiap kebaikan yang kita lakukan selama puasa itu; pada buahnya latihan kita takut dan cinta kepada Allah; latihan menjauhkan diri dari pada segala sesuatu yang dilarang Tuhan, karena kita takut kepada Allah; latihan membiasakan diri berbuat barang sesuatu yang diperintahkan Tuhan kita, karena kita cinta dan berterima kasih kepada Allah Yang Maha Murah itu.

Dalam berpuasa itu godaan memang besar. Godaan lapar bagi orang yang sehari-hari suka makan enak, godaan haus bagi orang yang biasa minum kopi, godaan ingin menghisap rokok bagi orang perokok dan lain-lain sebagainya. Tiap-tiap kali kita memerangi hawa nafsu yang bisa membatalkan puasa kita, tiap-tiap kali itu pula kita ingat dan sadar, bahwa segala sesuatu yang kita buat itu tidak ada yang luput dari pandangan Tuhan Yang Maha Tahu itu, karena itu dengan sendirinya kita akan berhati-hati dalam segala perbuatan kita.

Jika sesudah mengerjakan puasa Ramadhan itu ada dirasakan oleh kita tambahan takwa kita dibandingkan dengan sebelum puasa, maka berhasilah puasa itu bagi kita, dan itulah hikmah puasa yang sebesar-besarnya.

Sebaliknya jika takwa kita sesudah puasa sebulan tidak bertambah, artinya kelalaian kita mengerjakan yang wajib sekarang ini sesudah puasa sama saja dengan sebelumnya, maka sia-sialah kita berpuasa itu. Suatu kerugian besar bagi kita, karena telah membiarkan kesempatan baik berlalu dengan tiada memetik faedahnya. Kesempatan baik yang datangnya hanya sekali dalam satu tahun.

Mudah-mudahan kita semua dapat memetik hikmah yang besar itu. Di Dalam pergolakan politik yang besar itu. Didalam pergolakan politik yang meliputi seluruh kehidupan manusia dewasa ini yang pada hakekatnya adalah perjuangan antara dua raksasa dunia yaitu raksasa kapitalis dan raksasa komunis, maka bagi muslimin adalah takwa itu suatu pertahanan batin, suatu geestelijke bewapening, untuk menghadapi segala kemungkinan di hari hari yang akan datang. Percayalah bahwa Tuhan akan memberi petunjuk, memberi tenaga dan akan memperlindungi orang yang takwa. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!

Seperti yang telah diterangkan oleh K.H. Musadad tadi bulan puasa itu adalah waktu yang sebaik-baiknya untuk tafakur, untuk meninjau diri sendiri, sebagai orang Islam yang berarti merenungkan kekurangan kita ditahun yang lalu, mengakui dan menyesali akan kesalahan itu, meminta ampun kepada Allah atas kesalahan-kesalahan yang lalu itu dan akhirnya berjanji kepada diri sendiri tidak akan berbuat kesalahan itu dihari yang akan datang.

Jika kita sudah membersihkan diri dengan tafakkur dan sudah melakukan latihan takwa, maka artinya kita sudah siap sedia melangkahkan kaki ke dalam tahun baru dengan riang gembira. Tapi pada hari yang mulia ini orang Islam melakukan pembersihan yang penting pula, yaitu membersihkan diri dari perselisihan dan persengketaan antar kita sesama orang muslimin.

Saudara-saudara. Sekarang ini kita menghadapi terlaksananya Negara Kesatuan yang berdaulat dan merdeka. Insya Allah didalam bulan Syawal ini juga akan terwujudlah kiranya cita-cita kita itu. Sesungguhnya tidak jauh dan tidak lama perjalanan kita mengembalikan kemerdekaan bangsa kita, jika dibandingkan dengan jalannya sejarah dunia. Tetapi jalan yang sudah kita tempuh itu penuh dengan rintangan-rintangan sehingga kita terpaksa melalui jalan yang berbelok-belok, berliku-liku, berbagai kesulitan yang harus kita atasi, dan banyaklah kurban yang harus kita berikan.

Dengan sendirinya dalam jalan yang sulit dan berbelok-belok itu, banyak diantara kita yang jatuh dijalan dan banyak pula yang kesasar. Ada yang kesasar karena memang tidak tahu jalan yang benar dan ada pula yang kesasar karena menurutkan petunjuk orang yang diketahuinya tidak suka kepada tujuan kita bersama itu.

Bagaimanakah sekarang sikap kita terhadap kawan-kawan yang sesat dijalan itu, kita harus menerima mereka itu kembali dan memaafkan akan kesalahanya. Bagaimanakah terhadap mereka yang telah merugikan kita, telah menyakiti hati kita? Kita ini hidup dalam negara hukum. Jika seseorang bersalah maka ia akan dihukum menurut cara dan hukum yang berlaku di negara kita ini. Jika ia tak dapat dihukum menurut hukum yang berlaku itu, maka bukanlah hak kita untuk menjatuhkan hukuman di luar hukum negara itu. Sebagai orang Islam itu harus memaafkan kesalahan orang itu dan menyerahkan perkara itu kepada Allah Yang Maha Tahu dan Maha Adil.

Orang Islam berjiwa besar, pandai menghilangkan sentimen yang akan memecah persaudaraan antara umat Islam. Kita tidak boleh mengandung dendam dalam hati kita. Rasa dendam itu tidak akan membawa kebaikan kepada siapapun. Maka justru pada hari yang mulia ini harus kita bermaaf-maafan dengan sungguh-sungguhnya, membuang jauh rasa dendam kepada sesama bangsa kita terutama sesama umat Islam. Dengan sikap begini akan lenyaplah segala sumber-sumber perpecahan antara kita sesama kita yang sangat menghambat dan melambatkan usaha pemerintah mengadakan konsolidasi dan rekonstruksi dewasa ini.

Mudah-mudahan sambutan Idul Fitri saya ini dapat diamalkan oleh seluruh pendengar umumnya dan oleh umat Islam umumnya dan oleh umat Islam khususnya.

Marilah kita pada hari yang mulia ini, pada hari Idul Fitri yang keenam sesudah Proklamasi Kemerdekaan, satu sama lain maaf-memaafkan kesalahan masing-masing dengan sesungguh-sungguhnya; maaf-maafkan sekali ini tidak tinggal dibibir saja, tetapi hendaklah datang dari hati yang bersih sampai kepada hati yang bersih pula, dan hendaknya diikuti oleh perbuatan yang sesuai dengan ucapan kita itu. Dengan jalan demikian dapatlah kita memulai lembaran sejarah Negara Kesatuan dengan halaman yang bersih.

Dengan hilangnya persengketaan antara kita sama kita itu akan mudahlah kita meneruskan perjuangan kita sehingga kedaulatan dan kemerdekaan dapatlah membawa hasil yang kita cita-citakan, yaitu kehidupan yang bercahaya dan merata bagi seluruh rakyat kita. 

Assalamualaikum  Wr. Wb.

Penulis: Assaat

Editor: Agung Purwandono

Sumber: Warung Arsip

BACA JUGA Islam Sebagai Dasar Negara dan tulisan lain di Rubrik ESAI.

Exit mobile version