Amir Pasaribu tentang Musikus dan Musik Indonesia Seharusnya

Amir Pasaribu

MOJOK.CO – Amir Pasaribu tidak bisa dilepaskan dari dunia musik di Indonesia. Sosoknya yang lahir 21 Mei 1915 dikenal sebagai komponis dengan bakat alam luar biasa. Uniknya, ia adalah pencipta lagu Andhika Bhayangkari, yang jadi lagu wajib dalam defile TNI.  Di sisi lain, ia bergabung dengan Lekra yang dianggap bagian dari PKI.

Sebagai komponis, karya-karyanya disiarkan ke luar negeri dan mendapat sambutan baik di Hamburg, Paris, London, Washington, Teheran, dan Sidney. Ia dianggap setara dengan impressionis Prancis. Esai karyanya ini ia tulis di IPPHOS Report terbit 15 Februari 1952. 

Productivitet dan Kreativitet Dalam Dunia Musik Indonesia

Oleh Amin Pasaribu

Para pemusik Indonesia termasuk orang-orang Indonesia dewasa ini mendapat kesempatan berusaha dalam kehidupan musik. Ada pula yang mengatakan mereka mendapat kehormatan boleh ikut berusaha dalam hidup kemusikalan dalam masyarakat Indonesia. Dan macam-macam kesan serta istilah orang yang pergunakan. Tapi semua itu tidak mengubah hakikat musik masing-masing pemusik.

Tempo-tempo istilah sangat miskin atau mempermiskin sesuatu dalam hidup manusia. Karena itu sungguh mubazir bicara-bicara dalam batas-batas istilah, sedang masih banyak yang harus dibicarakan secara bersungguh-sungguh daripada berlaga dengan istilah. Sedangkan tiap pemusik Indonesia ada engagement dengan musik, bukan hanya penonton.

Bagi para pemusik Indonesia, sekarang ini sudah sampai masanya mengadakan herorientasi; pembaharuan tempat dan sikap akan fungsi musik dengan pertanyaan: dimana pemusik Indonesia berada? Mana yang ditujunya? Mengapa? Dan buat apa? Di mana seorang pemusik kommersiil? Dan di mana gestandardisir? Dan banyak lagi. Karena pemusik Indonesia pun ingin menyadari persoalan musik seluruhnya dalam hidupnya, hidup Indonesia dewasa ini: sadar dan tahu apa yang ia hendaki untuk sekarang dan kemudian: sadar akan kebenaran seluruh atau sebagian dari sikapnya atau sama sekali keliru.

Kesadaran inilah yang akan membuka jalan bagi pemusik untuk menentukan sikap yang tegas serta betul dan untuk menyiasati langkah-langkah yang bakal ditempuh.

Ini adalah persoalan yang patut mendapat perhatian dari seluruh pemusik Indonesia. Terutama sekali dalam musik-radio, karena musik radio sudah selayaknya benar mendapat perhatian yang banyak.

Masyarakat Indonesia dengan bumi, alam, dan adat lembaganya telah mengalami suatu revolusi, suatu perubahan dan pergeseran besar. Dan ini mengakibatkan juga adanya pergeseran alam rasa dan nilai-nilai keindahan. Alam sendiri pun serasa mengalami perubahan azas-tujuan yang berbelok (fundamental change of direction). Demikian pula halnya dengan alam rasa berikut musiknnya sekali: kultur-musik yang kaya raya corak dan struktur musik rakyat yang mengandung cita harapan hidup.

Keteknikan radio dan gramaphon beserta film turut pula membelokan rasa: pilih rasa terhadap kenikmatan musik. Rasa ini dibelokan juga oleh revolusi, sedang revolusi sekarang ini belum lagi selesai.

Baca Juga: Radio yang Tidak Akan Pernah Terdisrupsi Oleh Podcast

Instansi radio bagi pendengarnya adalah pesawat radio di dalam radio. Orang hanya memutar knop, lantas pesawat berbunyi. Jika siarannya bagus, ia mendengarkan. Bila tidak, tulis kartupos, beri labrakan pedas.Pendapat demikian tidak dapat dibenarkan, karena radio itu disamping memberi penerangan yang menanamkan pengertian bernegara juga mendidik untuk mengerti dan sadar bernegara: informatif dan edukatif, sekalipun ini hanya sebagian kecil saja. 80 sampai 90 persen siaran radio berisi musik.

Musik ini oleh pemerintah ditempatkan dikedudukan pertama sebagai vital link dalam pertumbuhan kesenian dalam hubungan luas kehidupan suatau bangsa yang mempunyai peradaban dan kebudayaan. Tegasnya radio mempunyai kedudukan kulturil yang penting di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Amir Pasaribu bicara musik Indonesia
Amir Pasaribu saat memimpin orkes. (Dok. IPPHOS Report:Warung Arsip)

Kedudukan kulturil itu mengharuskan radio berusaha memberi kelangsungan, perlanjutan dalam hal-hal kebudayaan. Ia tidak boleh berhenti dan beku. Tak boleh ada stagnasi, sterilitet, vakum, salah pengertian, salah banding, kekosongan cipta dan kehampaan isi. Tak boleh ada konsepsi kebudayaan yang kocar-kacir, tetapi seharusnya tegas duduk dan jurusnya.

Radio bukan hanya memberi kesempatan pada perkembangan kesenian-kebudayaan belaka. Lebih dari itu. Ia mempelopori, ia menempuh pembaharuan-pembaharuan. Dalam perjalanan kesenian ia melangkah di barisan terdepan. Bukan hanya sebagai amatir tatkala bersenang-senang saja. Saban hari dan siang malam ia menyelenggarakan. Dan musik punya lapnagan tertentu dan chas dalam radio.

Bahaya akan timbul jika radio tertinggal dalam hal kemajuan. Jika radio sampai tersusul oleh masyarakat dalam kemajuannya, kedudukannya akan lumpuh. Dan orang dapat mengatakan: radio itu menyalahi hakikat. Radio itu beku, gagal, berpenyakit impotensi. Karena ia harus tetap punya kontak dengan pertumbuhan kesenian dalam masyarakatnya.

Orang dapat juga mengatakan radio itu seniman gagal, jika ia tak dapat mengerti, tak dapat menyelami segala yang terjadi dalam kehidupan seni masyarakat, tak dapat mencium napas pertumbuhannya. Dan radio itu sudah sampai pada masanya dikubur bila ia mengasingkan diri atau terasing dari pertumbuhan bangsanya, sedangkan masyarakat manusianya masih hidup, bangsanya masih hidup.

Suatu kenyataan bahwa manusia dengan kesenian hidup. Bentuk seninya pun hidup. Oleh karena hidup, ia memperbarui diri. Artinya bentuk seninya adalah vital. Seninya punya elan. hakikat seni zaman ke zaman terletak pada pembaharuannya. Dalam musikpun bentuk dan corak beralih-alih, berubah-ubah tampang. Tapi inti kejiwaan musiknya tetap, kekal, konstan.

Baca Juga: Rindu Acara Radio yang Fasilitasi Galau dan Patah Hati para Remaja

Pembaharuan itu bersumber pada cipta. Daya cipta yang dalam hakikatnya adalah pemberian Tuhan. Kepada mahluknya dinamakan elan ketuhanan, juga pada manusia seniman. Dan daya cipta itu yang sebanyak-banyaknya dirahmatkan kepada para seniman, terutama senniman yang ada di barisan terdepan dalam usaha seni.

Seniman yang lupa tujuan karena godaan tetek bengek, ia akan gagal dalam penciptaannya. Gagal karena melulu melihat diri dari jurusan kacamata hidup yang serba sempit. Juga gagal karena sikapnya yang  memasabodohkan. Ia jadi lesu dan apatis. Ia akan merupakan gerobok kosong dalam penciptaanya.

Hasil dan penyelenggaraan pemusik-pemusik radio selamanya diselidiki oleh masyarakat. Orang-orang radio “wonen in een glazen huis” kata orang Belanda, atau orang-orang radio “tinggal di rumah kaca”. Apa saja yang terjadi ketahuan dan lekas ketahuan. Ini lebih nyata lagi bila pemusik-pemusik itu bertugas di ibukota negara seperti Jakarta, di mana bukan saja bangsa awak juga bangsa asing turut mengikuti. Dan sesunguhnya, pemusikpun punya tanggungjawab bukan saja pada hidupnya musik, juga pada masyaraat yang membayarnya. Dan bila ia bertugas ada studio negara, ia pun bertanggungjawab pada negara. Salah benar bila pemusik tak sadar akan adanya tanggungjawab itu.

Adanya evolusi yang terus-menerus adalah suatu keharusan. Evolusi perkembangan dan pertumbuhan adalah alasan hidup dari tiap mahluk hidup. Sedang yang hidup itu tumbuh dan berkembang, laju kemudian mati. Evolusi mempunyai manifestasi penjelmaan pembaharuan. Dan tak ada dua hari yang sama. Saban hari alam membaharui diri.

Jika seni tak membaharui diri, ia beku, ia mati. Senimannya sudah arrive, sudah tak berjiwa seni lagi. Ia hanya mengulang-ulang kembali. Ini bukan lagi kemiskinan cipta, juga bukan the beggining of the end, tetapi the end itu sendiri, akhir itu sendiri. Dan ia sudah jadi penonton, bukan peserta. Ia sudah lumpuh dan gagal.

Murid-murid dari sekolah musik di Yogya. (Dok. IPPHOS Report:Warung Arsip)

Kita bangsa Idonesia punya kultur musik yang kaya dan sangat beranekaragam. Kita punya musik-musik yang hidup. Dan musik rakyat itu masih hidup di tahun ini. Dan ia pun bakal hidup kekal. Sumber ini takkan kunjung kering betapa juapun akan hebatnya musim. Kita mempunyai  keroncong baik disebut asli atau modern, stambul, langgam, langgam melayu dan lain-lain.

Gamelan Bali, Jawa, dan Sunda di samping musik dunia seperti dansa, hawaii dll. Siapakah yang anti pada salah satu daripadanya? Keantiannya tidak akan berguna, karena musik timbul dari kesadaran musik bangsa. Musik adalah ruangan hidup tersendiri. Dan semua itu adalah manifestasi hidup bangsa kita. Semua itu adalah gambaran seluruh dari musik dalam kehidupan masyarakat kita Indonesia. Pilihan gaya tentu ada, tapi ini bersifat perseorangan.

Ahli musikologi seperti Kunst, Brandts-Buys, Halusa, Hornbostel dan Collin Mac-Phee hanya menyelidiki gamelan saja. Kroncong dan langgam dan musik dunia yang berkembang di negeri ini dianggap mereka jalan keliru bagi orang-orang Indonesia. Ini sebelum perang. Mereka menghampiri musik di negeri ini sebagai rekonstruksi suatu exotik belaka: suatau kuriositet-suatu keanehan,. Persis seperti matros kapal pulang ke negerianya membawa tanda mata berupa patung-patung aneh dan lain sebagainya. Musik kita jadi barang aneh bagi mereka yang sudah kenyang kultur musik Eropa Barat.

Bahwa dalam musik-musik kita yang mereka anggap menjijikan itu terkandung alam rasa, suka duka dalam tindasan hidup oleh bangsa lain, harapan kita itu sama sekali bukan soal bagi ahli musik ini. Bangsa Indonesiapun kepingin hidup, terutama jika didengarnya Chairil Anwar: hidup seribu tahun. Bangsa Indonesia pun ada nafsu hidup. Itu yang kita nyatakan dalam lagu-lagu yang tidak pertentius.

Baca Juga: 20 Lagu Indonesia Favorit Sepanjang 2020 dan Panduan Menikmatinya

Bangsa Indonesia mencari pula corak hidup itu sendiri. Corak hidup bangsa lain, mengapa tak boleh dipergunakan sebagai informasi? Dia bukan tujuan tetapi bahan. Kita tidak mau dan tidak bisa menghidupi  bangsa lain. Bangsa Indonesia jika tidak mempunya gaya hidup sendiri, ia akan kehilangan tampang. Dan jika kita tak punya gaya hidup sendiri, maka terjadilah imitasi.

Imitasi ini mustahil suatu ciptaan kita. Yang tampak hanya imitasinya, bukan tampang sendiri. Karena apa? Potensi kita sendiri yang lumpuh! Kreasi kita bukan kreasi, tapi suatu kegagalan. Dan sebenarnya kita hanya menelan kulit, bukan isi. Kita hanya memandang bentuk bukan hakikat. Bukan vitamin yang kita telan, tapi kertas pembungkus. Dan oleh karena tidak tahu isi, tidak pula tahu fungsinya, tujuannya.

Pengertian itulah yang penting. Hubungan musik dengan kehidupan manusia! Dan dalam hal ini manusia Indonesia. Pontensi bangsa Indonesia perlu berkembang. Ini adalah tanggungjawab bagi para pemusik Indonesia yang terhormat. Dalam potensi itu juga dipelihara perkembangan teknik musik dengan pengertian yang benar. Jika potensi pemusik Indonesia besar, terhindarlah mereka dari imitasi, tiru-tiruan.

Tidak akan timbul karikatur yang bertampang tanpa gaya, bukan lagi merupakan tampang momok. Dan bila semua itu sudah tercapai, Indonesia mengalami zaman jaya, zaman yang ada tenaga cipta musik dan kemampuan cipta.

Soal musik timur atau barat, bukanlah suatu soal yang penting. Justru karena sebagai bangsa, pemusik Indonesia harus punya gaya hidup. Sok barat, sok klasik, sok bebop, sok swing, sok boogie-woggie, conga, samba, adalah soal remeh. Di balik musik barat ada jiwa baratnya. Begitu pula di balik musik timur ada jiwa timurnya. Jiwa inilah yang esensiil, yang tak boleh ditolak jika sudah konfrontasi pada kita. Dan jika ini tepat, maka kita terima mobil mereka, tapi tolak jiwa yang menciptakan. Kita impor banyak convair, tapi kita bilang dengan sungguh hati: Aku ogah barat. Dan bila tidak, maka kegagalan sudah terbayang.

Penulis: Amir Pasaribu

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA  HB Jassin tentang Usmar Ismail Sebelum Film rubrik ESAI.

Exit mobile version