Akhirnya Cebong Kampret Dikudeta Juga, Wah Selamat Ya Ikan Cupang dan Komodo Bucin

komodo cebong kampret

MOJOK.CO – Duel nyaris abadi antara cebong dengan kampret akhirnya dikudeta oleh ikan cupang yang dibeli Diwan dan komodo bucin yang magang nganterin paket JNE.

Setelah Pilpres 2019 dan sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) kelar secara paripurna, sekarang beranda media sosial menjadi beragam coraknya. Setidaknya beranda saya sih begitu, tau deh punya kalian. Fokus perseteruan cebong dan kampret pun berangsur-angsur menghilang. Alhamdulillah, kini binatang-binatang lain turut dapat panggung.

Di YouTube, duel yang konon bakal duet karena rekonsiliasi antara cebong dan kampret dikalahkan oleh ikan cupang yang dibeli oleh Diwan. Untunglah, yang sempat trending dengan cupangnya ini namanya Diwan, bukan Dilan. Coba kalau Dilan dan Milea yang main cupang, wah konotasinya bisa jadi negatif.

Dari trending Diwan ini, saya jadi membayangkan Pidi Baiq terinspirasi bikin novel baru: Diwan 2019. Ceritanya bukan anak geng motor yang tawuran, melainkan anak kecil yang adu cupang. Hm, tema berbahaya. Soalnya, jika Dilan diprotes karena ngajarin kekerasan di dunia pendidikan, Diwan pun pasti diprotes karena ngajarin ngadu binatang. Astaghfirullah.

Namun, ikan cupang bukanlah pemenang tetap dari perebutan tahta di dunia hewan. Setelan merajai kolom trending YouTube, ikan cupang harus melawan sesama ikan dari jenis lain, yaitu ikan asin.

Tentu saja ikan asin di sini bukanlah spesies ikan yang sebenarnya. Bukan pula tentang makanan yang jadi perkara dapur, melainkan urusannya Galih Ginanjar dengan si mantan istri.

Jika mengikuti pola Zaskia Gotik jadi Duta Pancasila, Galih Ginanjar bisa saja diangkat jadi Duta Ikan Asin oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Bu Susi Pudjiastuti. Kan keren. Awalnya menista ikan asin, eh di ujung kontroversi malah beralih jadi promotor yang menganjurkan orang-orang buat makan ikan asin.

Gara-gara ikan asin pula, nama Galih Ginanjar naik lagi. Apalagi sampai dibahas Feni Rose di acara gosip dan di-no mention melulu sama Om Hotman Paris di kepsyen Instagram. Waaw, jaminan panjat sosial nih.

Bagi saya yang tiap karaoke nyanyinya lagu D’Masiv yang berjudul Cinta Ini Membunuhku, wajah Galih Ginanjar sudah tak asing lagi. Soalnya dia ini yang jadi model video klipnya. Di situ ceritanya Galih Ginanjar berantem sama pasangannya sampai memecahkan beberapa perabotan rumah tangga. Melihat situasi hari ini, kayaknya sih ribut di video klip itu terjadi gara-gara ikan asin juga deh.

Belum kelar urusan ikan asin, muncul Kucing Oranye yang lebih akrab disapa Kocheng Oren. Ikan asin dikenal sebagai mangsa empuknya kucing. Sampai ada istilah, ibarat kucing dikasih ikan asin, pasti dimakan. So, pembahasan ikan asin ini pun bakalan tamat ketika Kocheng Oren lewat.

Warganet akur dalam menilai bahwa kucing berbulu oranye lebih tangkas (baca: barbar bin rebel) ketimbang kucing warna lain. Entah kenapa, hanya gara-gara kayak begitu mim tentang Kocheng Oren pun viral di media sosial. Sampai ada yang membuat album di Facebook berupa parade mim tentang perjalanan hidup si Kocheng Oren. Dari mulai jadi tukang palak, taubat, ikut pengajian di masjid, kerja jadi kuli bangunan, sampai akhirnya masuk akademi militer.

Sayangnya, tak semua hewan bisa menjadi media online darling seperti Kocheng Oren. Paling tidak, nasib buruk menimpa musuh alaminya kucing, yaitu anjing. Anjing yang sempat viral karena masuk masjid, kini ditemukan sudah tak bernyawa lagi. Sementara sang nyonya ditahan karena bawa si anjing ke rumah ibadah.

Kisah sedih si anjing yang mengharukan ini mengingatkan saya dengan film Hachiko yang setia menunggu majikannya di stasiun kereta. Anjing memang sahabat manusia. Berbeda dengan kucing yang bisa memperbudak manusia. Contoh nyatanya, Raditya Dika sempat mengaku di bio Twitter sebagai manusia yang diperbudak empat ekor kucing.

Saat Indonesia berada dalam pusaran polemik anjing masuk masjid, Malaysia digemparkan dengan seekor biawak masuk rumah orang. Biawak offside itu viral gegara dibikin mim oleh warganet. Ada yang menyamakan biawak itu dengan kurir yang mengirim paket.


Setelah dianalisis oleh ahlinya, diketahui bahwa si komodo agresif itu sedang birahi. Oleh sebab itu, si komodo jalan-jalan untuk cari calon istri demi menyambut musim kawin. Otomatis beliau langsung dicap oleh awak media sebagai komodo bucin (budak cinta). Ealah, dasar media tukang tuduh!

Padahal, kasihan betul lho nasib hewan purba satu ini. Saking tua spesiesnya, bahkan sampai ada komodo jomblo yang nggak kebagian jodoh. Buset, spesies berjuta-juta tahun bertahan di planet ini, ternyata kalau jomblo ya tetep ngenes juga. Udah tua, jomblo, komodo lagi.

Meski begitu, harusnya kita bergembira karena munculnya hewan-hewan yang dapat panggung ini menunjukkan masyarakat kita sudah mulai move on dari konflik cebong dan kampret. Buktinya, biawak komodo birahi aja bisa jadi buah bibir.

Mungkin juga ini pertanda kalau nanti, tahun 2024 ada yang mau pakai istilah “Komodo” bisa jadi ini akronim yang bisa dilirik. Iya dong, ini kan diksi yang gampang dikenali karena pernah populer sekarang. Ya, asal kepanjangan akronim Komodo jangan KOalisi oMOng DOang aja sih—walau kenyataannya emang begitu.

Lawannya nanti bisa aja pakai “Kucing”. Merujuk ke Bobby The K4T sebagai peliharaan Prabowo (yang mudah-mudahan nggak kapok ikut pilpres lagi ya Pak?). Jangan lupakan juga dengan istilah “Ikan Asin” yang layak juga jadi maskot Bu Susi Pudjiastuti—lawan politiknya juga boleh kalau mau pakai “Ikan Cupang”. Ini belum dengan “Bangau”-nya Bang Sandiaga Uno yang di Pilpres kemarin malah nggak kepakai sama sekali.

Akhirnya, masyarakat Indonesia tersadar bahwa tanah air kita kaya akan sumber daya hewani. Dan ini menjadi tanda bahwa dominasi duopoli cebong kampret bisa benar-benar berakhir. Terima kasih Ikan Cupang, terima kasih Komodo. Tolong, ajak teman-teman kalian yang lain ya? Biar ramai. Jadi tambah seru. Tambah konten, tambah honor deh.

Exit mobile version