Adu Nyali Paling Sinting: Sepenggal Cerita Tentang Blok M, Jakarta Selatan

Adu Nyali Paling Sinting di Blok M Jakarta Selatan MOJOK.CO

Ilustrasi Adu Nyali Paling Sinting di Blok M Jakarta Selatan. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COBlok M, Jakarta Selatan, menyimpan banyak kisah seru dan mendebarkan. Salah satunya kisah 2 pentolan yang taruhan gebukin tentara di Bulungan!

Malam Minggu itu belum terlalu malam benar, antara pukul 8 atau 9. Kami berjalan kaki menyusuri jalan Melawai Blok M, Jakarta Selatan. Nyaris tak ada sudut sepi di Blok M pada malam Minggu. Selalu ramai oleh pedagang, pembeli, orang nongkrong, atau mereka yang sekadar hangout

Kami berjalan menuju sebuah kafe kecil. Di sepanjang jalan, beberapa kali terdengar sapaan dari 1 atau sekelompok orang yang mangkal di pinggir jalan: “Malam, Om Buce.” Yang disapa, sambil terus melanjutkan obrolan, hanya melambaikan tangan kepada yang menyapa. 

Kami tiba di kafe tujuan. Sang pemilik, sama seperti Buce yang orang Maluku, adalah mantan petinju. Ada sepasang sarung tinju warna merah tergantung di kafe itu, penandanya. Kami duduk di meja kecil dengan kudapan dan minuman. Si pemilik bercerita tentang penyerangan sebuah ormas agama ke sebuah kafe di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. 

“Beta kebetulan ada di kafe itu, Buc. Beta kenal yang punya. Waktu anak-anak ini masuk mengobrak-abrik kafe, beta lihat salah satunya nenggak botol di pintu masuk. Pas dorang mau masuk, beta pegang tangannya, beta tarik keluar. Di luar, beta pepet laki-laki, beta kasih pukulan hook kanan ke arah rusuknya. Dong jatuh jerit-jerit pegang dong pu rusuk. Satu atau 2 tulang rusuknya pasti ada yang retak.” Obrolan berlanjut ke cerita-cerita lain diselingi derai tawa. 

Rupanya Buce pernah menggagalkan sebuah rencana pemodal yang akan menggusur sebuah gereja di kawasan tersebut. Sebagai salah satu eks pentolan Blok M Jakarta Selatan dan pernah terlibat Malari, Buce punya jalur khusus ke beberapa petinggi berpengaruh di sekitar Blok M. 

Dia menggunakan jalur itu untuk menyelamatkan gereja tersebut dari cengkraman pemodal. Gereja itu aman. Waktu bergerak. Mungkin hanya para paderi gereja yang menyimpan cerita Buce tersebut dalam kenangan. 

Baca halaman selanjutnya: Adu nyali? Menghajar tentara di Bulungan dan dijadikan taruhan jawabannya.

Adu nyali paling sinting di Blok M, Jakarta Selatan

Dua pentolan Blok M, yang mewakili 2 wilayah etnis, Maluku dan arek Jawa Timur, mendiang Buce Rumamuri dan mendiang Karno, adalah legenda Jakarta Selatan. Hingga awal 2000-an, kedua nama ini, masih bisa diendus. Kelompok-kelompok mereka tidak bersaing, malah cenderung bekerja sama. Buce dan Karno bahkan saling menghormati. Sangat akrab. 

Satu sore, Buce dan Karno menyepakati sebuah rencana gila. Keduanya sedang menonton dari jauh para marinir yang sedang latihan voli di Bulungan. Karno membuka tantangan. “Buc, nanti kalau para marinir itu selesai main, kita culik salah satunya. Kita gebukin, terus kita lepas. Tapi kita berdua jangan ada yang lari. Kita tunggu. Kalau di antara kita ada yang lari duluan, dia pengecut.” Buce “membeli” tantangan itu. 

Mereka menyusup masuk Bulungan, menculik seorang marinir, menggebukinya, lalu melepasnya. Karuan saja si marinir memanggil kawan-kawannya sesama marinir. Adegan selanjutnya bisa dibayangkan. 

Rupanya Karno sudah lari duluan tanpa diketahui Buce. Dia meninggalkan Buce digebukin pasukan marinir. Mungkin memang berniat ngerjain Buce, Karno rupanya sudah menghubungi saudara Buce yang perwira menengah marinir juga. Sang perwira datang pas saat Buce digebukin para marinir. Perkelahian tak seimbang itu dilerai. 

“Anjing si Karno. Gila, itu Pasukan Katak yang kita gebukin!” Cerita Buce. Tidak ada dendam pada Buce. Semua kembali normal. Buat Buce, peristiwa itu seperti “humor tinggi” yang bisa diceritakan dengan ringan sambil tertawa. 

Legos, penguasa Blok M

Pada kurun 1970-an sampai 1980-an, terdapat banyak geng di Jakarta. Di antara yang terkenal adalah Berland, geng pemuda komplek pensiunan tantara berpangkat rendah di Matraman, Jakarta Pusat. Siliwangi Boys Club, juga geng para pemuda anak-anak tantara di Jalan Siliwangi, dekat Lapangan Banteng. Geng Sartana (Sarinah-Tanah Abang) yang menjadi penguasa di 2 wilayah tersebut.  

Di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, ada Legos (Lelaki Goyang Senggol). Tiga nama anggota Legos yang pernah aktif di pentas politik nasional adalah Mangara Siahaan aktif di PDIP; Leo Tomasoa yang dekat dengan Ali Moertopo dan menjadi politisi Golkar; Julius Usman yang pernah ikut mendirikan PUDI (Partai Uni Demokrasi Indonesia) jelang berakhirnya Orde Baru dan di masa reformasi Julius nyebrang ke PDIP. Buce juga anggota Legos, yang ikut mendirikan PUDI. Hanya, Buce tidak tertarik masuk ke gelanggang politik praktis setelah Orde Baru tumbang.

Tidak hanya irisan ke partai politik, Legos dan anggotanya, Julius Usman dan Buce Rumamuri, ikut terlibat dalam gerakan sosial Malari 1974. Julius Usman sempat ditangkap dan dipenjara bersama aktivis Malari lain. 

Legos dan kehidupan para anggotanya juga menjadi inspirasi dari seorang penulis yang juga anak Legos paruh waktu, Teguh Esha. Dari Legos, sebagian besar inspirasi didapat Teguh untuk menulis kisah yang populer tahun 70-an hingga setelahnya, yaitu “Ali Topan Anak Jalanan”. 

Ali Topan kemudian difilmkan, juga dibuat lagu oleh Guruh Sukarnoputra yang dinyanyikan dan dipopulerkan oleh Chrisye. Iwan Fals, yang berteman dengan salah satu dedengkot dan musisi jalanan Blok M, Anto Baret (asli Jawa Timur), mengawali karier musisinya sebagai pengamen, juga dari Blok M. 

Jangan pernah tidak mengundang Legos di pesta apapun, apalagi pesta ulang tahun. Bahaya!

Tidak hanya pusat Blok M, Jakarta Selatan, yang menjadi wilayah kekuasaan Legos. Beberapa wilayah sekitarnya juga mereka pegang. 

Satu malam, sebuah pesta ulang tahun di sebuah rumah di Jalan Dharmawangsa akan digelar. Sialnya, perwakilan Legos tidak diundang ke pesta tersebut. Yang punya hajat adalah seseorang yang kemudian menjadi tokoh politik nasional. 

Buce dan Legos tersinggung. Tiga orang wakil para jagoan Blok M, termasuk Buce, datang ke pesta tersebut. Buce mengenakan jas overcoat panjang. Di balik jas overcoat, di punggungnya, dia menyelipkan sebilah kampak yang menjadi ciri khas Buce. 

Memasuki rumah, Buce membuka overcoat-nya. Polos, hanya pakai sempak! Pengunjung pesta yang kebanyakan adalah para elite terkejut. Ada yang berteriak. Dengan tenang, Buce dan rombongan menuju meja prasmanan. Sebagian tamu sudah ngacir keluar rumah, pulang. Usai makan dan minum ala kadarnya, Buce menghampiri sebuah pot besar tanaman yang ada di dalam ruangan tamu. Ia kencing di pot itu. Parah! 

Pesannya jelas. Bikin pesta di sekitar Blok M tidak mengundang para pentolannya, itulah yang akan terjadi. 

Ketika Ali Said menjadi Jaksa Agung (1973-1981), untuk mengendalikan para jagoan Blok M, dia memberikan sebuah bangunan untuk jadi tempat usaha. Lokasinya persis di sisi utara terminal bus. Bangunan itu kemudian menjadi “Bar dan Night Club” yang dikelola para pentolan Blok M. Tidak jelas nama bar itu. Sepertinya tanpa nama. Kini bar itu sudah beralih fungsi. 

Gedung Bundar Kejaksaan dipantau terus

Tahun 1996. Sri Bintang Pamungkas, Julius Usman, Buce Rumamuri, Jus Soema di Pradja, saya, dan lain-lain, nekat mendirikan Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI). Pendirian yang dianggap tantangan terbuka bagi Orde Baru. 

Kecuali Buce dari yang saya sebut tadi, 3 orang (Bintang, Julius, dan saya) ditangkap dan ditaruh di penjara Gedung Bundar Kejaksaan Agung, yang berdampingan dengan SMA Bulungan. Kami dituduh subversif, dengan ancaman tertinggi, hukuman mati. 

Lalu tibalah surat itu yang dikirim masuk ke penjara melalui kurir. Pengirimnya Buce. Isinya: 

“Leh, lu bilang ke si Bintang dan si Ustadz (Julius), kalian tenang-tenang aja di penjara. Keadaan di luar sudah krisis. Kayaknya, bentar lagi Suharto jatuh. Jangan kuatir dengan logistik. Restoran Padang di Melawai bakal ngirimin makanan yang enak-enak buat kalian. Gedung Bundar ada di wilayah kami. Kami monitor full kalian.” 

Dan betul, setiap mendapat jatah makan, selalu saja kami dapat makanan berlogo Rumah Makan Padang di Melawai dalam kardus catering. Lauk-lauknya mewah untuk ukuran tahanan politik. Entah bagaimana Buce mengatur semua itu.

Penulis: Saleh Abdullah

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Gultik Blok M: Saksi Bisu Pergaulan Anak Muda, Perkembangan Musisi, dan Kehidupan Orang di Jakarta Selatan dan kisah seru lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version