5 Tipe Orang Jahat di WhatsApp Ketika Menyikapi Sebuah Bencana

MOJOK.CODi WhatsApp Group, tsunami Banten jadi trending topic. Reaksi orang dalam menghadapinya pun bermacam-macam, mulai dari menyebar hoaks hingga melawak.

Baru beberapa hari yang lalu, di WhatsApp Group kantor, seorang anggota mengirim sebuah “joke bapak-bapak” yang menyebutkan nama ibu kota provinsi Banten:

“Teman-teman, mari berdoa untuk Banten karena ibukotanya di Serang.”

Ironis, kini kami betul-betul berdoa untuk Banten yang diserang tsunami Selat Sunda. Saudara-saudara kami di Banten dan Lampung menjadi korban dalam bencana alam yang menelan ratusan jiwa dan membuat ratusan lainnya luka-luka, bahkan ada yang masih belum ditemukan. Ditambah, kami was-was dengan kemungkinan tsunami susulan. Sebagian sampai mengungsi ke dataran tinggi terdekat demi menjauhi pesisir pantai Anyer dan Merak.

Di media sosial, beredar video amatir yang menunjukkan kengerian detik-detik tsunami menerjang. Ada salah satu video yang memperlihatkan Band Seventeen sedang manggung, lalu disapu ombak. Seketika hati ini ikut hancur melihat keindahan pantai di Tanjung Lesung, Pandeglang telah luluh-lantak.

Bagi penduduk Cilegon dan sekitarnya, pantai-pantai di Anyer adalah bagian dari kehidupan, dalam suka dan duka. Ketika jatuh cinta, kami pergi ke sana mengajak orang terkasih untuk melihat matahari terbenam. Saat patah hati, kami menyembuhkan luka yang sakit dengan berlama-lama memandangi ombak di lautan. Kala hari pengumuman kelulusan sekolah, saya dan teman-teman konvoi naik motor menuju bibir pantai untuk merayakan keberhasilan kami. Perpisahan ke pantai, reuni pun kita mantai. Ketika sudah bekerja, family gathering di pantai. Kini, kenangan kami bersama Anyer telah porak-poranda.

Di WhatsApp Group, tsunami Banten jadi trending topic seharian ini. Reaksi orang dalam menghadapinya pun bermacam-macam. Ada yang menenangkan, ada juga yang sama sekali tidak membantu. Inilah tipe-tipe orang jahat di WhatsApp ketika menyikapi sebuah bencana.

1. Pelawak Tak Punya Hati

Di saat saudaranya tertimpa musibah, mentang-mentang selamat, dia malah bikin lawakan sensitif tentang bencana yang sedang berlangsung. Niatnya menghibur atau mencairkan suasana, jatuhnya jadi melecehkan. Bercandain bencana adalah tipe dark joke yang sama sekali tidak lucu dan tidak akan pernah lucu. Sangat tidak direkomendasikan. Itulah mengapa selera humor yang bagus harus dibersamai dengan hati yang baik.

“Sebab bencana tak sebercanda itu, simpanlah lelucon garingmu di palung ketidaklucuan yang paling dalam.”

2. Manusia ‘Suci’ Tanpa Empati

Di saat ada yang berduka, bukannya menghibur dan membantu, orang-orang jenis ini malah menghakimi. Apalagi kalau dengan cara paling ampuh: mengait-ngaitkan fenomena alam dengan azab! Menurut orang jenis ini, bencana datang sebagai azab untuk dosa-dosa yang dilakukan masyarakat sekitar. Ia merasa paling relijius dengan menyuruh cepat-cepat taubat, tanpa sadar dirinya malah menyakiti hati korban. Sama sekali tidak punya empati.

“Bisa jadi musibah yang terjadi pada korban adalah ujian untuk menguji keimanannya dan penggugur dosa-dosanya, sedangkan engkau masih selamat karena diberi waktu untuk bertaubat.”

3. Penyebar Hoaks dan Kepanikan

Ketika orang-orang sedang panik-paniknya, manusia jenis ini malah menambah kepanikan. Dengan jempolnya yang asal, ia sebarkan konten hoaks yang mungkin ia sendiri bahkan tidak tahu kalau itu hoaks. Oleh sebab itu, ingat satu hal: konfirmasi bin tabayyun adalah koentji!

“Jangan sekali-kali engkau menyebarkan video dari bencana di daerah lain yang terjadi sudah lama sekali, lalu kau lemparkan konten tersebut di tengah-tengah kepanikan saat terjadi bencana, seolah-olah itu gambaran bencana yang sedang terjadi, padahal nyatanya bukan.

Janganlah engkau menyebarkan informasi gempa dan tsunami susulan yang kau klaim dari pemerintah. Kau bersumpah bahwa itu info valid dan mesti disebarkan ke mana-mana. Padahal pemerintah belum mengumumkan apapun. Apa hak Anda menyebarkan informasi mendahului pihak berwenang???”

4. Tukang Share Foto Korban

Jika televisi punya KPI dan film punya LSF, media sosial dan aplikasi chat seperti WhatsApp tidak punya wasit dan pengawas untuk meredam penyebaran konten-konten mengganggu. Baik dalam bencana alam maupun tragedi kecelakaan, masih ada saja orang-orang oneng yang tega menyebarkan foto korban. Tidak ada respect-respect-nya, acan! Sudah seperti YouTuber Logan Paul dan Qorygore saja! Sudah begitu, tanpa adsense dan sponsor pula. Dapat apa selain kepuasan setelah menyebarkan kengerian, sih?

“Hormatilah korban dan keluarga korban sebagaimana nanti engkau ingin dihormati saat menjadi orang yang pergi menghadap Ilahi.”

5. Ahli Cocoklogi

Gus Nur, yang pernah bikin cocoklogi tentang nama Jokowi dan artinya di Al-Quran, ternyata punya banyak pengikut. Jamaah Gus Nur ini mengaitkan tanggal terjadinya bencana dengan urutan surat di kitab suci. Setelah dicek, voila, keluarlah artinya! Kemudian, arti dari ayat ini diklaimnya sebagai peringatan dari-Nya dan mesti diteruskan ke grup-grup WA.

Sebentar, sebentar, memangnya kitab suci itu dibuka hanya ketika ada bencana alam saja? Bukankah seharusnya dikaji dari surat pertama hingga khatam?

Okelah, tsunami Aceh, gempa Jogja, dan Jembatan Tenggarong runtuh memang sama-sama terjadi pada tanggal 26. Lantas, apakah jadi sunatullah bahwa bencana akan terjadi lagi di Banten pada tanggal yang sama? Sejak kapan peringatan bencana ditentukan dari tanggal di kalender Masehi seperti peringatan Hari Ibu dan hari-hari libur lainnya? Mungkin beberapa bencana terjadi pada tanggal 26, tapi tak selamanya tanggal 26 itu mengundang marabahaya, bukan? Bukankah tanggal 26 juga jadi hari yang menyenangkan bagi para pegawai bank karena merupakan hari setelah gajian?

“Ketika manusia berani meramalkan hal buruk kepada manusia lain, bukankah jadi seperti mendahului Tuhan?”

Nah, itulah lima jenis orang jahat yang ada di WhatsApp di tengah bencana. Padahal setiap orang masih bisa memilih untuk menjadi orang yang lebih baik, contohnya menjadi orang perhatian yang menanyakan kabar kepada orang yang tinggal di dekat lokasi bencana, lalu mendoakan keselamatannya. Atau, jadi orang baik yang tanggap darurat dengan mengirimkan bantuan, mendirikan posko bencana, dan buka donasi di kitabisa.com.

Yah, bukankah itu lebih baik daripada membiarkan jempol bergerak tak karuan di grup WhatsApp?

Exit mobile version