MOJOK.CO – Kalau Oza Kioza mau keluar dari Duo Serigala, dia sebenarnya punya peluang untuk bisa ikut dalam pusaran abadi antara Via Vallen dan Nella Kharisma.
Nama lengkapnya Roza Lailatul Fitria.
Jagad dangdut lebih mengenalnya dengan nama Oza Kioza. Bagi yang belum mengenalnya, sini kakak bisikkin. Dik Oza ini adalah personel duo dangdut paling legendaris di era milenial: Duo Serigala, menggantikan Ovi Soviati sejak Mei 2017.
Dara asal Tulungagung namun tumbuh besar di Pasuruan lalu Malang ini bukan pendatang baru di belantika dangdut. Jauh sebelum gabung di Duo Serigala, di usia 13 tahunan dia sudah mampu menembus ajang pencarian bakat StarDut di salah satu stasiun TV swasta pada tahun 2007, meski nggak juara. Berikutnya, doi bahkan memiliki laman Youtube sendiri, serta sudah merilis single sendiri juga.
Karena itulah, keputusan bergabung dengan grup yang terkenal dengan sensasinya ketimbang prestasi macam Duo Serigala mendatangkan pertanyaan berbagai pihak, khususnya bagi para fans lama Dik Oza sendiri.
Keputusan ini dianggap tidak urgen mengingat Dik Oza tidak terlihat butuh-butuh amat untuk bergabung dengan sebuah grup vokal. Sebagian bahkan menyayangkan, karena mempertimbangkan efeknya bagi portofolio dan perjalanan karier Dik Oza ke depannya.
Nah, karena itulah rasanya perlu disusun alasan-alasan tentang mengapa Dik Oza sebaiknya meninggalkan Duo Serigala dan segera berfokus solo karier saja.
Kalau dalam bahasa ala-ala Social Juctice Warrior cabang Dunia Dangdut, ini semua perlu dilakukan demi keadilan serta kebaikan karier Dik Oza dan Duo Serigala juga.
1. Punya basis massa sendiri
Melalui riset singkat di laman Youtubenya, per ketika tulisan ini dibuat, diketahui bahwa Oza sudah memiliki subscribers sebanyak 73,410 orang. Demikian pula setiap video cover lagu yang diunggah di sana sudah memetik ribuan views, bahkan ada yang menyentuh angka 1,4 juta views.
Cukup banyak untuk ukuran Youtubers yang belum menapaki puncak karier dan tidak menjual konten sensasional macam Lambe Turah. Sedangkan akun IG resminya sejauh ini difollow 266 ribuan orang. Ini adalah basis massa yang cukup lumayan untuk memulai kembali karier solonya.
Rata-rata komen di setiap rilisan di akun milik Oza di dua media tersebut juga positif, baik menyanjung kualitas vokal dan penampilan dara kelahiran 4 Maret 1994 ini. Sambil diselingi komen yang menyayangkan keputusannya merapat ke Duo Serigala.
Artinya, fans sejati Dik Oza sungguh tak keberatan jika dia memilih meninggalkan Duo Serigala dan kembali bersolo karier. Yah, saya termasuk satu di antaranya.
2. Kualitas suara dan penampilan yang mumpuni
Dik Oza memiliki kualitas suara yang keren, bahkan banyak disebut jauh lebih bermutu jika dibandingkan tandemnya di Duo Serigala yakni Teteh Pamela maupun pendahulunya, neng Ovi Sovianti.
Sebagian kalangan bahkan berani menilai bahwa dengan talenta dan kualitas yang dimilikinya, Dik Oza punya prospek untuk bisa ikut nyelip masuk dalam pertarungan Derby El Clasico abadi antara Via Vallen dan Nella Kharisma.
Dua pedangdut asal Jawa Timur yang sudah berjaya merajai pentas dangdut nasional beberapa tahun terakhir. Atau bisa disebut Barcelona dan Real Madrid-nya dunia dangdut lah.
Dik Oza hanya perlu kesempatan berkompetisi, kata sebagian orang. Asal ketemu produser yang tepat, tak ada alasan baginya untuk tidak melejit. Hal yang lebih berat untuk diwujudkan jika bukan melalui jalur solo.
3. Bisa bernyanyi multi-genre
Karakter suara Dik Oza ini konon tergolong unik, karena memungkinkan pemiliknya untuk bernyanyi dalam berbagai aliran musik.
Dengan anugerah suara indah dan kemampuan yang dititipkan Illahi kepadanya, bukan hal sulit bagi Dik Oza untuk melahap menu-menu lagu dari aliran-aliran lain seperti pop, R&B, rock, bahkan jazz!
Apalagi ditunjang kemampuan bernyanyi dalam berbahasa Inggris maupun Korea dengan cukup fasih, sebagaimana ditunjukkannya dalam video-video covernya.
Jika dianalogikan ke dalam sepak bola, Dik Oza adalah pemain dengan high versatility. Mampu bermain dalam berbagai peran, yang semuanya dijalankan dengan mutu yang prima. Jika Mbak Via Vallen dengan Mbak Nella Kharisma ibarat CR7 dengan Messi, maka Dik Oza ini bisa diibaratkan kayak Luca Modric lah.
Pemain semacam ini biasanya menjadi pemain kesayangan para manajer dan tentunya fans—meski tidak terlihat begitu atraktif ketika pertama kali muncul di awal kariernya.
4. Agar Duo Serigala tidak tercerabut dari jati dirinya
Bukan rahasia bahwa Duo Serigala lebih dikenal dan digemari lantaran tampilan dan goncangan goyangan dahsyatnya ketimbang suaranya. Publik sudah tak asing menyaksikan Teteh Pamela bersama Teteh Ovi pada masa lalu mempertontonkan aset mereka yang “mengenyangkan” itu.
Iyes, secara jujur, Duo Serigala memang lebih sedap untuk dilihat daripada didengar, atau keduanya sekaligus, dan itu adalah imej yang akan sangat sulit dihilangkan dari benak publik.
Masuknya Dik Oza memang memberi peningkatan kualitas grup itu secara audio, dan secara visual karena tampilannya yang lebih kalem dibanding Teteh Pamela dan Teteh Ovi.
Namun, bagaimana pun setiap perubahan pasti memerlukan penyesuaian.
Pada kasus Duo Serigala, kedua pihak jadi harus banyak berkorban demi saling mengakomodir: Dik Oza jadi harus rela bergoyang rada-rada gimana gitu, meskipun tidak semenggugah yang biasa disajikan Teteh Pamela dan Teteh Ovi dulu.
Di sisi lain, Teteh Pamela sendiri jadi harus mengurangi kadar ghirah dalam goyangannya yang biasanya menggebu-gebu, sementara karakter vokalnya juga tidak mengalami perubahan signifikan.
Akibatnya, semua jadi serba nanggung. Dik Oza jadi rada nakal tapi ya juga ndak nakal-nakal banget, sementara Teteh Pamela juga jadi seperti ada yang kurang. Di saat yang sama perbedaan karakter suara antara keduanya terasa nggak match.
Dik Oza, selain memiliki suara yang indah, juga jelas mampu menari dengan baik. Teteh Pamela juga memiliki suara yang khas dan tidak jelek, serta sangat fasih berjoget. Menurut sebagian pengamat abal-abal kayak saya ini, justru kekuatan Teteh Pamela ini lebih ada di aset dan goyangannya ketimbang menyanyinya.
Tetapi, sejak Dik Oza bergabung, apalagi setelah kejadian terpelorot di Ternate dulu, goyangan ini jadi harus banyak berubah. Bahkan goyang dribel yang selama ini menjadi kebanggaan pun harus rela diganti dengan goyang genjot yang katanya lebih sopan—padahal ya ndak juga. Itu semua adalah sebuah pengorbanan yang sungguh besar. Terlalu besar.
Hal ini bukan saja disayangkan oleh fans masing-masing, melainkan juga mendatangkan dilema yang pelik bagi para pemirsa independen yang sudah kadung biasa menonton Duo Serigala dengan suara yang di-mute.
Lha ya piye, mau diaktifkan suaranya, karakter vokalnya njomplang dan memunculkan semacam gap yang cukup mengganggu. Sedangkan, jika tidak diaktifkan, rasanya sayang jika harus melewatkan suara Dik Oza sementara goyangannya secara umum juga sudah tidak lagi seinspiratif dulu.
Jadi, begitulah. Demi kebaikan bersama, sebaiknya Dik Oza lebih berfokus untuk pengembangan karier solonya. Demikian pula untuk Teteh Pamela yang super, agar dapat terus mengibarkan talentanya yang menyejahterakan itu.
Atau, jika memang Dik Oza dan Teteh Pamela memang masih sangat betah bekerja bareng, gimana kalau ke depannya cukup Dik Oza aja yang bagian nyanyi, dan Teteh Pamela cukup bergoyang saja?
Biar semua senang, semua tenang, semua kenyang. Eh.