MOJOK.CO – Kecepatan respons soal dugaan pencemaran nama baik Menkes Terawan menunjukkan kerja lamban Kemenkes di tengah pandemi cuma mitos semata.
Memang ngeri sekali dugaan penghinaan yang dikicaukan Aqwam, seorang warganet di Twitter, kepada Menteri Kesehatan (Menkes) kita. Apalagi kicauan tersebut membandingkan Menkes dengan seekor anjing di Jerman yang mampu mendeteksi penderita COVID-19 dengan tingkat akurasi 94 persen.
German sniffer dogs can detect COVID-19 in people – with success rate of 94%. pic.twitter.com/aS8lqwwDpK
— Al Jazeera English (@AJEnglish) July 27, 2020
Merasa harga diri dan nama baik Menkes dilecehkan, institusi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) langsung gerak cepat dengan kasih somasi. Dalam somasi tersebut, lewat akun Twitter resminya, Kemenkes meminta Aqwam untuk meminta maaf secara terbuka. Jika tidak maka Kemenkes akan menggugat secara hukum.
Udah dihapus ya twitnya. Ditunggu itikad baik kemenkes mengatasi pandemi. pic.twitter.com/Hs8tgT3z0k
— Wisnu Prasetya Utomo (@wisnu_prasetya) August 4, 2020
Kicauan somasi dari Kemenkes demi nama baik Menkes itu pun jadi ramai sekali. Padahal, ketika Aqwam berkicau mengenai berita dari Al Jazeera soal kemampuan anjing dari Jerman itu, hanya sedikit warganet yang peduli. Uniknya, karena respons somasi dari Kemenkes, informasi ini malah jadi viral.
Hal tersebut menunjukkan kalau Kemenkes memang sangat terbuka dengan kritik, saran, bahkan penghinaan. Lah wong, kicauan nggak ramai malah diramaikan sendiri. Itu apa namanya kalau bukan tingginya rasa intropeksi diri?
Selain itu, dengan kecepatan respons yang luar biasa, kerja lamban Kemenkes di tengah pandemi jebul cuma mitos semata. Buktinya kalau Kemenkes dan Menkes niat mau kerja cepat, sebenarnya mereka bisa aja. Mengingat, jarak waktu antara kicauan Aqwam dengan surat somasi itu cuma beberapa jam doang. Cepat sekali bukan kalau soal urusan nama baik?
Baiklah, baiklah, mungkin kamu masih uring-uringan dengan somasi yang dilakukan Kemenkes ini. Mengingat kelengahan Menkes pada awal tahun beserta celetukan-celetukan meremehkan terhadap ancaman corona belum bisa dilupakan.
Kicauan Aqwam itu bisa jadi merupakan kegelisahan yang mewakili banyak lapisan masyarakat. Cuma pada nggak ada yang senekat Aqwam aja sih. Jadi, somasi semacam ini perlu diberikan agar orang-orang seperti Aqwam nggak berani muncul lagi ke permukaan.
Lucunya, tak berselang lama, kicauan dari Kemenkes itu sempat dihapus untuk direvisi karena dua hal. Pertama perkara typo pada surat somasi resminya.
Ini kritik dan saran dari saya, Min. Jangan dianggap sebagai penghinaan, ya! Terima kasih. ? https://t.co/2XnlxgAV7V pic.twitter.com/aGIyfkD3bD
— Ahmad Taufiq (@trendingtopiq) August 4, 2020
Kedua, karena ancaman gugatan hukum ini harus dilaporkan atas nama personal Menkes secara langsung, tak boleh diwakilkan (kecuali melalui surat kuasa). Mengingat secara logika hukum, tak bisa seseorang melaporkan ketersinggungan orang/pihak lain.
Meski begitu, harusnya masyarakat juga nggak segitunya memandang rendah Menkes yang tercinta. Masyarakat mesti paham, kalau Menkes itu juga pusing tujuh keliling menghadapi pandemi. Blio juga kerja keras dengan warbiyasa. Saking kerasnya, bahkan sampai nggak sempet bikin konferensi pers dalam perkembangan kasus Covid-19.
Ini belum menghitung dengan kejadian ketika Menkes sempat kena semprot Presiden Jokowi. Sekarang, coba ngana pikirkan perasaan Menkes. Udah dimarahin atasan, kena sentilan dari masyarakat pula. Atas bawah kena panas. Matengnya sempurna, Buuung.
Dengan keadaan penuh tekanan seperti itu, wajar sekali kalau ada sentilan yang bikin sakit hati langsung direspons begitu cepat. Ini ibarat kamu sudah akhir bulan di kosan, kiriman duit dari orang tua nggak datang, barang-barang di kosan udah digadaikan semua, lalu ada yang menyentil, wah ya emosi dong jadinya.
Hal yang kurang lebih sama terjadi di Kemenkes. Di tengah rendahnya ekspetasi masyarakat, kekesalan tak berujung melihat kengeyelan saat corona masih bisa diantisipasi, wajar kalau Menkes tak punya apa-apa lagi untuk dipertaruhkan selain harga diri dan nama baik.
Karena sekalipun kesehatan itu hal utama, nama baik tetaplah aset politik paling berharga.
BACA JUGA Video Dokter Terawan Mundur Adalah Bukti Bahwa Kominfo Kaku Kayak Kanebo atau tulisan soal Dokter Terawan lainnya.