Kisah Iblis yang Mengantar Orang Ke Masjid

MOJOK.CO – Siapa bilang iblis tidak bisa membantu seorang muslim menjalankan ibadahnya? Kisah seorang Sahabat Nabi Muhammad menjadi renungan bahwa dengan cara apapun iblis punya cara untuk menyesatkan.

Sudah hampir satu minggu Fanshuri tidak kelihatan di Masjid. Tentu ini merupakan hal yang tidak biasa, sebab Fanshuri dikenal sebagai salah satu orang yang cukup rajin jamaah. Hal ini pun membuat Gus Mut bertanya-tanya, ada apa dengan Fanshuri? Kok tumben dia jadi jarang jamaah ke masjid?

Itulah kenapa selepas salat isya, Gus Mut berniat mengunjungi Fanshuri yang rumahnya tidak begitu jauh dari masjid. Yah, kira-kira hanya selemparan buah mengkudu saja. Tidak sampai lima menit Gus Mut sudah sampai rumah Fanshuri dengan jalan kaki.

“Assalamualaikum,” sapa Gus Mut di depan rumah Fanshuri.

Keadaan rumah Fanshuri terlihat tidak kosong. Lampu menyala di teras rumah dan ada suara siaran televisi dari dalam.

“Waalaikumsalam,” suara Fanshuri terdengar dari dalam rumah.

Gus Mut pun memilih duduk di teras rumah, menunggu kawan baiknya itu keluar. Tidak diduga, ternyata Fanshuri lama sekali tidak keluar-keluar. Merasa ragu kalau tadi yang menjawab Fanshuri, Gus Mut memilih berdiri. Menengok jendela ruang tamu.

“Walah, tadi sepertinya suara Fanshuri. Lha orangnya mana? Kok nggak keluar-keluar?” guman Gus Mut.

Tak berselang lama, Fanshuri keluar dari pintu saat Gus Mut mengintip dari jendela.

“Astaghfirullah,” sebut Gus Mut terkejut saat mengetahui Fanshuri tiba-tiba nongol di sampingnya.

“Aku kira tadi setan yang jawab, kok lama sekali keluarnya?” tanya Gus Mut.

Yang ditanya masih berjalan pelan. Sepertinya ada masalah dengan kaki Fanshuri sampai-sampai jalannya jadi pelan sekali.

“Lagi keseleo, Gus,” kata Fanshuri.

“Lah? Jatuh di mana emangnya? Kamar mandi?” tanya Gus Mut membantu menuntun Fanshuri menuju kursi.

“Bukan. Habis main futsal. Dengkul sini. Jatuh kena tekel, hehe,” jawab Fanshuri.

“Oalah, pantes belakangan ini nggak nongol-nongol di masjid. Kirain kenapa-kenapa,” kata Gus Mut.

“Iya nih. Udah diurut di tukang pijit. Katanya sih emang lama sembuhnya. Tumben Gus ke sini, ada apa ya?” tanya Fanshuri.

“Oh, nggak apa-apa. Cuma mau nengok aja. Kok lama nggak kelihatan,” kata Gus Mut.

“Ya ini soalnya,” jawab Fanshuri sambil menunjuk dengkul kirinya.

Gus Mut melihat kaki Fanshuri, ada perasaan iba kepada kawan baiknya itu.

“Lihat kamu begitu, sama kejadian yang aku kira tadi kamu setan, tiba-tiba jadi ingat cerita iblis nganterin sahabat Nabi ke masjid, Fan,” kata Gus Mut.

“Hah? Iblis nganterin orang ke masjid? Yang bener aja, Gus,” kata Fanshuri.

“Lho bener ini. Ada itu riwayatnya sahabat Nabi. Aku kok ya lupa namanya….” Gus Mut mencoba mengingat-ingat.

“Walah, ceritanya serem amat. Malam-malam begini, Gus,” kata Fanshuri.

“Ya sudah kalau kamu takut,” kata Gus Mut. “Karena kamu sakit, aku yang bikin kopi ya?” sambung Gus Mut langsung berdiri menuju dapur.

“Aku nggak pakai gula ya, Gus,” teriak Fanshuri.

“Oke.”

Cukup lama Gus Mut bikin kopi, bikin Fanshuri duduk di teras membuat situasi malah seram. Biasanya Fanshuri santai-santai saja sendirian di rumah. Tapi barusan mendengar Gus Mut bilang ada iblis bisa nganterin orang ke masjid, Fanshuri jadi keder juga. Diam-diam Fanshuri pun pilih masuk ke dalam rumah.

Gus Mut yang keluar dari dapur langsung terkejut melihat Fanshuri sudah selonjoran di karpet depan televisi. “Astaghfirullah, setan alas,” Gus Mut terkejut. Untung dua cangkir kopi yang dibawa Gus Mut tidak sampai tumpah.

“Kenapa pindah ke dalam, Fan? Walah, bikin kaget saja kamu itu,” kata Gus Mut, lalu ikut duduk.

“Dingin, Gus, di depan,” kata Fanshuri cari alasan.

“Dingin apa takut kamu?” tanya Gus Mut.

“Halah, Gus Mut juga takut kok, itu tadi pakai acara nyebut dua kali,” kata Fanshuri.

“Ya beda dong, antara takut sama kaget. Kamu itu gimana? Tapi karena kamu sudah bikin aku kaget aku mau lanjut cerita yang tadi aja,” kata Gus Mut balas dendam.

“Sialan. Ya udah lah, lagian aku juga penasaran. Gimana ceritanya ada iblis bisa nganterin orang mau ibadah?” tanya Fanshuri.

“Jadi dulu di Madinah, Nabi Muhammad mengumumkan kewajiban untuk setiap muslim laki-laki agar menjalankan salat di masjid ketika mendengar kumandang azan. Nah, salah satu sahabat, namanya… namanya siapa ya, kok aku lupa,” kata Gus Mut lagi-lagi coba mengingat, “Pokoknya sahabat ini buta sejak lahir. Oh iya, Ibnu Ummi Maktum. Abdullah bin Ummi Maktum. Itu dia.”

“Kenapa memang dia, Gus?” tanya Fanshuri.

“Nah, dia ini bertanya. Bagaimana kalau untuk orang buta seperti dirinya. Ya sulit dong untuk ke masjid. Lagipula rumah sahabat ini lumayah jauh,” jelas Gus Mut.

“Lalu bertanya itu si sahabat. ‘Gimana denganku Ya Rasulullah? Apa aku juga kena kewajiban itu?’ lalu dijawab sama Nabi bahwa setiap muslim ini artinya ya termasuk si Abdullah ini.”

“Wah, kok nggak ada keringanan gitu, Gus?” tanya Fanshuri.

“Justru itu menunjukkan Nabi sedang menghormati Abdullah. Dan Abdullah malah tersanjung kok dibilangin begitu, itu artinya dia merasa dianggap sama ‘normal’-nya dengan sahabat-sahabat yang lain,” jelas Gus Mut.

“Singkat cerita, si Abdullah ini pada suatu subuh tersandung batu waktu berjalan ke masjid. Kebetulan kepalanya membentur batu di jalan, bocorlah itu kepala sampai berdarah-darah. Hanya saja bukannya balik ke rumah dan yah mungkin saja si Abdullah tidak tahu sebanyak apa darah yang keluar dari kepalanya, sahabat ini tetap nekat berangkat ke masjid.”

“Nah, Karena jatuh, Abdullah jadi masbuk sampai masjid. Dia dapat saf paling belakang, tentu sahabat nggak tahu kalau ada Abdullah yang kepalanya sampai bercucuran darah begitu. Begitu salat selesai, mereka baru sadar kepala Abdullah yang berdarah. Para sahabat menanyakan ada apa, lagian kenapa kok sampai nekat tetap berangkat ke masjid.”

“Dan kamu tahu apa jawaban Abdullah?” tanya Gus Mut ke Fanshuri.

“Apa, Gus?”

“Kewajiban ini sudah dibebankan kepadaku, katanya. Luar biasa ya?”

Fanshuri cuma melongo.

“Sampai kemudian ada hal berbeda ketika kepala Abdullah sudah sembuh. Karena pernah jatuh, Abdullah jadi semakin berhati-hati ke masjid beberapa waktu setelahnya. Tanpa diduga Abdullah dibantu oleh seorang anak yang baik hati. Intinya si anak ini mengantarkan Abdullah sampai ke masjid.”

“Setelah diantar ke masjid, Abdullah ingin membalas kebaikan si anak ini. Ditanyalah siapa namanya, tapi anak ini tidak menjawab. Ketika dibilang mau didoakan karena sudah membantunya si anak ini malah marah luar biasa. Akhirnya karena penasaran Abdullah menanyakan itu kepada Rasulullah. Dan kamu tahu apa jawaban Rasulullah?” tanya Gus Mut.

Fanshuri jadi merinding. “Anak itu iblisnya, Gus?” tebak Fanshuri.

“Betul.”

“Lha? Ngapain iblis bantuin Abdullah segala?”

“Oleh Rasulullah kemudian dijelaskan, ketika si Abdullah ini jatuh dan bocor kepalanya, iblis mendengar bahwa ada seorang sahabat yang dosa-dosanya berguguran jatuh begitu banyaknya. Bahkan disebutkan dalam riwayat sampai separuh dosa sepanjang hidupnya. Nah, iblis ini khawatir si Abdullah bakalan jatuh lagi lalu rontok lagi dosa-dosa setengahnya, makanya si iblis membantu Abdullah agar tidak jatuh lagi. Biar dosa-dosa Abdullah ini masih ada.”

Fanshuri lagi-lagi melongo, lalu menelan ludah.

“Buset, sampai segitunya ya iblis itu melakukan segala cara agar manusia tetap punya dosa. Sekecil apapun peluangnya tetep dijabanin juga ya?” kata Fanshuri.

“Nah, iblis aja sampai segitu usahanya, masa iya kamu bisa kalah cuma keseleo gitu aja?” kata Gus Mut menyindir.

Fanshuri mesem kecut. “Walah, iya, iya, Gus, besok aku salat ke masjid.”

Gus Mut tersenyum sambil menyeruput kopi.

“Bah, ini kan kopimu, Fan. Pahit!”

———–

Diinspirasi dari kisah di kitab “Shuwar min Hayaatis Shahabah” karya Abdurrahman Ra’fat Basya. Kisah dari Abdullah bin Ummi Maktum seorang sahabat Nabi Muhammad dari Suku Kurdi.

Exit mobile version