MOJOK.CO – Markus akhirnya selesai sekolah dan menikah muda. Ia ingin mencari pengalaman dengan bekerja, tapi baru sebentar bekerja malah cepat jadi pengangguran.
Jas Terbakar
Ini kisah sebelum Markus mulai tersesat di rimba pengangguran. Waktu itu, Markus bekerja sebagai asisten seorang pengusaha di Papua. Pada suatu siang, dia telepon bosnya yang sedang bekerja di kantor
“Halo, Bos. Ini saya, Markus.”
“Oh, Markus. Ada apa telepon?”
“Ah, trada, bos. Sa cuma mo lapor sekalian minta maaf. Waktu sa setrika tadi, bos pu jas terbakar. Sa minta maaf, Bos.”
Beruntung, Markus memiliki bos yang cukup baik. Mendengar laporan asistennya itu ia malah menjawab, “Sudahlah, Markus. Biar saja. Tidak apa-apa. Nanti saya beli yang baru. Gampang to.”
“Adoo, sa beruntung sekali. Sa pu Bos ni memang paling baiiiik sekali. Terima kasih bos eee.”
“Hehehe, iya, sama-sama, Markus. Eh, Markus, ko ada di mana ini? Macam ramai sekali deng suara-suara orang di sebelah. Ko ada telepon darimana kah?”
“Sa cuma ada pinjam hape teman, Bos”
“Waduh, kenapa tra telepon dari mes karyawan saja?”
“Nah, itu dia. Tidak bisa, Bos. Masalahnya, mes karyawan juga iko terbakar deng Bos pu jas yang saya lapor tadi tuh.”
“Maarrkuuuuuussssss… Ko libur dulu eeeee! Libur selamanya!”
Naik motor berdua
Sejak kejadian itu, Markus akhirnya libur dan menjalani hidup sebagai orang bebas, alias jadi pengangguran. Padahal, tanggungan Markus masih banyak yang belum selesai, termasuk motor barunya.
Satu kali, Markus pergi baku gonceng bersama Mince, sang istri. Dengan motor kesayangan, pasangan yang belum lama menikah ini pergi berkeliling kota sore hari. Namun, celaka, tak lama berkeliling, motor yang dibawa Markus masuk dalam lobang. Mereka berdua terlempar.
Markus sigap, segera berdiri dan cepat-cepat angkat motor. Melihat Markus mengangkat motor, Mince segera protes, “Kakaaa eeee, ko angkat motor, ko tramau angkat sa lebe dulu kaaah?”
Markus menjawab, “Adooh, adik, ko su lunas. Tapi motor ini beluumm ee!”
Naik ke tembok
Suatu hari, Markus yang masih jadi pengangguran, lewat di depan rumah Pace Albert. Ia melihat pohon mangga milik Pace Albert yang terkenal sangat manis sedang mulai berbuah. Ia berniat suatu hari nanti bisa ikut mencoba rasa buah mangga itu. Entah bagaimana caranya.
Beberapa minggu kemudian, Markus kembali lewat di muka rumah Pace Albert. Buah mangga sudah banyak yang matang. Namun ternyata, rumah Pace Albert sudah dikasih pagar tinggi, dia membuat tembok di sekeliling rumah.
Markus berpikir, “Ko kira sa tra bisa mencuri kah. Biar ko kasih tembok sa tetap bisa panjat ko pu tembok. Ko liat saja eee.”
Malam harinya, Markus mulai melancarkan aksi. Ia mulai memanjat Pace Albert pu tembok rumah. Tapi belum selesai Markus memanjat, ternyata Pace Albert masih ada di beranda rumah, “Heeei!!! Ko pencuri kah?!! Ko cepat turun eee!!!”
Markus kaget dan hampir jatuh. Markus malah balik marah ke Pace Albert, “Hey, Pace! Coba ko pu cara tegur itu yang bae-bae kah! Memang sa pencuri, tapi kalo ko teriak, sa kaget, trus sa jatuh. Siapa yang bayar ongkos rumah sakit? Sa pu istri siapa yang kase makan?? Saya toh belum mencuri, saya belum lewat ko pu pagar, baru ko su teriak!”
“Wehh Markus, ko su gila kah?”
Akhirnya masuk neraka
Sejak kejadian malam itu Markus di pengangguran jadi sering kepikiran akan dosa. Satu kali, saat tertidur, Markus pernah bermimpi bertemu malaikat di akhirat. Dia melihat orang-orang yang su mati sedang diadili, dimasukkan ke dalam surga atau neraka.
Markus ketakutan, karna melihat teman-temannya banyak masuk ke neraka. Sampai akhirnya, tiba giliran Markus yang menghadap malaikat.
Meski takut, Markus mencoba untuk tetap terlihat santai saat menghadap sambil bertanya, “Wahai malaikat, kira-kira sa ini masuk surga ka ato neraka eee??”
“Hhmmm. Sebentar saya cek,” jawab malaikat
“Oke.. jang lama-lama eee.”
“Adooh, Markus, kamu itu kurang satu angka lagi bisa masuk neraka.”
“Wih, iyo kah? Memang kenapa kaah?”
“Nilai dosa 500 ke atas masuk neraka, untung kamu baru dapat nilai 499.”
“Anjjiiinggg… untung sa tidak masuk neraka eeee.”
“Yoooo…. Markus, ko sekarang masuk neraka sudah. Karna tambah satu kata jorok.”
Pengangguran beli lilin
Markus nampak bergegas pada suatu siang. Ia terburu-buru masuk ke kantor PLN dan segera menghampiri loket pembayaran. Maklum, proses pembayaran saat itu masih manual, dan menjelang akhir bulan, Markus terlambat membayar listrik.
Tak lama mengantri, tiba giliran Markus. Dari dalam loket keluar suara merdu menyapa, “Selamat siang, Bapa. Mo bayar listrik kah?”
“Iyo, memangnya sa mo beli semen kah. Kalo sa tra bayar, nanti kalian kase putus listrik di rumah. Wei nona, sa musti bayar berapa kah?”
Setelah memeriksa rekening pembayaran, kasir kemudian memberikan tagihan dan menunjukkan jumlah yang harus dibayar Markus, “Bulan ini Bapa bayar Rp150 ribu.”
Markus menerima bukti tagihan itu, kemudian mengembalikannya lagi ke kasir dengan membungkus beberapa lembar uang. Kasir yang menerima heran, “Bapa, uang yang Bapa bayar ini cuma Rp100 ribu rupiah saja. Masih kurang Rp50 ribu.”
“Ah, su pas itu nona. Uang yang 50.000 itu sa pake untuk beli lilin kalo listrik mati-mati trus eee.”
Bicara Koteka
Setelah selesai membayar iuran listrik, Markus memutuskan untuk kembali rumah. Tapi sebelum pulang, ia pergi makan di sebuah warung. Saat makan, ia bertemu dengan Kosim, orang Jawa yang baru merantau di Papua.
“Permisi, mas aselinya dari Papua kah?” Tanya Kosim.
Markus yang mendengar pertanyaan itu langsung menjawab, “Sebenarnya sa mo mangaku asli Tionghoa, tapi karna orang-orang tra percaya, sa bilang sa dari Papua.”
“Ooh, katanya orang-orang Papua masih suka pake koteka ya?”
“Iya, betul. Nanti ko lihat sendiri.”
“Trus ambil kotekanya dari mana?”
“Kami itu kalo mo ambil koteka itu jauuuh sekali. Harus naiiikk, trus turuunn, naiiik lagiii, turun lagii, naiiiik, belok sedikit, harus lewat gunung-gunung.”
“Wah, jauh sekali ya. Kalo jauh begitu, kenapa tidak coba pakai daun pisang?”
“Weeehh, Bro. Ko kira ini lontong kaah??!!”