Punya Teman yang Hedon, Buatku Merana

MOJOK.COMemiliki teman yang hedon tidak selalu akan merugikan kamu—yang uang sakunya pas-pasan, namun juga bisa saling menguntungkan jika kalian mau saling memahami. 

TANYA

Teruntuk kru Mojok yang baik hatinya lagi bagus akhlaknya….

Sebelumnya perkenalan dulu, ya, Jok. Aku Kentang, seorang maba unyu yang baru menjalani laku hidup sebagai seorang perantau. Sebagaimana maba-maba pada umumnya, aku juga mengalami fase lonjakan tentang kehidupanku yang baru ini. Jadi gini nih, Jok, langsung aja ya aku ceritain tanpa babibu. Aku dari dulu nggak pernah hidup terpisah jauh dari keluarga. Pengalaman ngekos ini adalah pengalaman pertama aku hidup jauh dari keluarga.  Aku yang sebelumnya nggak pernah jauh dari orang tua, kini harus hidup sebatang kara mandiri di kota orang. Nah, di sini nih letak permasalahannya, Jok.

Aku dari dulu nggak terbiasa jauh dari orang tua, bisa dikatakan aku termasuk anak rumahan yang ansos jarang main sama temen. Secara karena jarang main sama temen-temen, jadinya aku juga jarang makan di luar dan jajan ini itu. Nah, beda sama hidup yang sedang aku jalani saat ini. Merantau di kota orang dengan kondisi jauh dari keluarga, menuntutku untuk mencari teman sebagai pengobat sepi. Mungkin karena aku yang kurang pinter pilih-pilih teman (ih teman kok pilih-pilih sih), si temenku ini sukanya ngajak jajan ini itu yang mahal-mahal.

Pernah suatu ketika aku diajak ke salah satu kedai es krim yang harganya astaghfirullah. Andaikan buat dibeliin es krim Aice, bisa dapat 10 biji. Nggak jarang pula aku diajak buat makan makanan yang harganya cukup untuk aku makan dua kali. Ya emang nggak terlalu mahal, sih. Tapi kalau keterusan kan abis juga duit ana.

Sebagai anak kos newbie yang uang sakunya aja pas-pasan, aku mikir-mikir juga. Kalau dia ngajak main dan aku nggak ikut, ada rasa nggak enak sama dia. Kalau ikut, aku harus merogoh kocek buat jalan sama dia yang bisa dikatakan menganut paham hedonisme. Hmm, gimana ya, Jok, buat keluar dari masalah ini? Aku pengin bersosialisasi biar punya temen yang banyak, tapi aku juga nggak mau ikut gaya hidup mereka yang seperti itu. Pliss ya, Jok.. bales yaa… mwah~

Salam sayang,

Kentang.

JAWAB

Hai Kentang, yang sayang Mojok—ah, senangnya ada yang sayang—terima kasih telah menganggap mojok baik hati dan bagus akhlaknya. Tapi yang perlu kamu ketahui, hanya Ali de Praxis yang akhlaknya kami jadikan panutan. Yang lainnya? Hah, sudahlah.

Oh ya, terima kasih telah menceritakan keluh kesahmu dalam menjalin pertemanan. Kamu tidak perlu khawatir, tenang saja, bukan Mojok namanya kalau tidak punya solusinya. Lantas apakah solusi ini akan berfaedah atau tidak, biarkan itu menjadi urusan kamu. Xixixi.

Kentang, memang benar adanya dalam menjalin pertemanan itu tidak boleh pilih-pilih. Sama seperti ketika kita sedang makan sop. Alangkah baiknnya tidak hanya memilih makan kentang dan dagingnya saja, sementara menyisakan wortelnya. Padahal wortel itu bagus untuk mata. Begitu pula dengan berteman, Kita harus berteman dengan siapa saja meski bagaimanapun keadaan mereka. Sebab, itu adalah salah satu pengamalan nilai-nilai toleransi seperti yang diajarkan kepada kita sejak kecil. Minimal melalui pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) ketika di bangku sekolah dulu—ehm, ketika kamu sekolah dulu apakah pelajaran ini namanya masih sama?

Ini memang menjadi penting kamu pahami baik-baik, Kentang. Sebab, saat ini kamu sedang tumbuh dewasa di sebuah negara yang semakin sulit untuk mengamalkan nilai toleransi. Semua ingin menjadikan orang lain sama seperti kita. Semua selalu ingin untuk seragam dan sama. Padahal kan kita ini punya semboyan bhinneka tunggal ika. Yang berbeda-beda jadi satu. Nah, kalau semuanya sudah seragam, semboyanlah nanti buat apa. Iya, kan? Wqwq.

Begitu pula dengan pertemananmu saat ini yang mungkin agak terasa beda kelas. Dia yang menurutmu lebih hedon berbeda dengan kamu yang memiliki nilai hidup untuk berhermat—lebih tepatnya dengan keuangan pas-pasan. Namun, dalam kondisi ini apakah kalian tidak bisa tetap berteman? Oh tentu saja bisa.

Kalian tetap dapat berteman dengan baik, Kentang. Tenang saja. Asalkan kalian bersedia saling menceritakan kondisi masing-masing. Supaya adanya saling memahami di antara kalian. Mungkin akhirnya kamu paham, kalau dia ini sebenarnya punya uang saku yang kebanyakan, sampai bingung caranya untuk menghabiskan. Sedangkan dia, dapat memahami bahwa kondisi kantongmu ini pas-pasan.

Misalnya ketika keuanganmu sedang pas-pasan, sementara dia sedang bingung menghabiskan uang sakunya. Kondisi ini bisa menguntungkan satu sama lain, loh. Kamu bisa minta ditraktir sehingga kamu bisa tetap hemat, sedangkan dia punya kesempatan yang baik untuk bisa beramal soleh. Sungguh sebuah simbiosis mutualisme yang dahsyat betul.

Ceritakan saja kesulitanmu itu, Kentang. Seterbuka mungkin. Jika kalian memang sama-sama memiliki nilai toleransi yang baik, tentu kalian dapat mencari jalan keluar untuk menyesuaiakan kondisi masing-masing. Namun, kalau ternyata hanya kamu yang dapat menerima dia, sedangkan dia hanya memandangmu sebagai sobat qismin semata dan beda level dengannya. Yasudah, lebih baik mundur saja.

Ingat, Kentang. Tujuanmu untuk berteman kan sebagai pengobat sepi. Kalau dalam pertemanan itu justru dompetmu yang malah jadi sepi, ya buat apa. Jadi, daripada kamu terus-menerus menyiksa diri sendiri dengan menyimpan keluh kesah itu, lebih baik kamu memberanikan untuk membicarakan hal ini.

Jagan takut ditinggalkan, Kentang. Jika kamu memiliki kepercayaan diri yang yahud dan mau membuka diri, kamu pasti akan mendapatkan lingkaran pertemanan yang tidak sebatas membicarakan masalah akan makan di mana dan mau main ke mana saja. Namun, justru yang dapat memperkaya pikiran dan kepribadianmu.

Exit mobile version