Cuma Berani Chat, Tak Berani Ngobrol Langsung

burnout kerja kantoran mojok.co

stigma kerja kantoran PNS pegawai swasta kantor mojok kerja dibank freelancer kerja serabutan anggapan boomer mojok.co

Curhat

Dear Cik Prim dan Gus Mul yang terhormat

Perkenalkan nama saya Ranto. Saya termasuk penggemar Mojok, dan selalu bahagia membaca isi isi cerita di Mojok, bikin lupa waktu, tau tau udah waktunya makan malam.

Saya punya masalah seperti anak-anak kosan lainnya, bingung mau ngutang dimana kalo udah tanggal tua, eh, enggak ding, bukan itu.

Gini, Gus, Cik. Saya suka sama rekan kerja saya satu kantor. Dulu, waktu mau move on dari masa lalu yang kelam, kami sering chat, hampir setiap hari. Rasanya menyenangkan sekali berbalas chat dengan dia.

Tapi semenjak jadi rekan satu kantor, kami jarang chat. Kata temen-temennya sih, emang doi jarang chat. Kalo di kantor, kami berdua suka dijodoh jodohin sama orang orang di kantor.

Lama-kelamaan, saya jadi merasa bahwa dia begitu sempurna. Mungkin memang ini efek jatuh cinta.

Di kantor, kami jarang ngobrol. Bisa dibilang mungkin dalam sehari, cuma sekali, habis makan siang, kayak habis minum obat gitu. Tapi kalo bisa ngobrol sama dia, rasanya kayak ada manis manisnya gitu.

Saya orangnya minderan Cik, Gus. Enggak berani ngajak ngobrol duluan, karena salah satu faktornya ya itu, chat yang tidak dibalas hahaha.

Saya bingung, bagaimana mau melanjutkan perjuangan ini, karna lama kelamaan saya menjadi semkain ragu dengan perasaan saya ini. Mohon arahannya Cik, Gus. Salam hangat dari tempat yang dingin.

~Ranto

Jawab

Dear Ranto

Begini, jatuh cinta itu mudah, memperjuangkannya yang susah. Butuh banyak taktik dan strategi. Nah, dalam hal ini, sampeyan sudah punya sedikit modal, yaitu kebiasaan kalian berdua saling berbalas chat. Ini adalah modal yang ciamik. Konon, perasaan itu bisa berasal dari mata turun ke hati, namun bisa juga dari wasap merangsek ke hati.

Nah, ketika kalian berdua kemudian menjadi rekan satu kantor, hal itu seharusnya menjadi sebuah sinyal yang baik, sebab kalian seharusnya bisa semakin intens berkomunikasi secara langsung, bukan sekadar lewat chat.

Sebagai lelaki, sampeyan harusnya lebih proaktif. Kalau ternyata kalian jarang ngobrol, maka sampeyan harusnya bisa berinisiatif untuk menjemput bola. Sebab, komunikasi adalah ujung tombak sebuah proses pendekatan.

Di banyak curhat Mojok yang ditulis oleh perempuan, sebagian besar mereka merasa suka dengan lelaki karena faktor gaya komunikasinya. Jika lelaki cenderung tertarik pada tampang, maka perempuan cenderung tertarik pada kenyamanan berkomunikasi. Lelaki itu peka matanya, sedangkan perempuan peka telinganya. Perempuan itu suka mendengarkan dan didengarkan.

Nah, celakanya, sampeyan ternyata tidak berani memulai memulai obrolan. Alasannya karena chat sampeyan tidak dibalas. Yaelah. Begini lho, To, Ranto.

Bagi orang pesimis, chat tidak dibalas memang kerap diartikan sebagai “Dia tidak tertarik sama saya”, namun bagi orang yang optimis, chat tidak dibalas bisa diartikan sebagai “Dia sengaja tidak membalas chat sebab dia ingin ngobrol langsung, bukan lewat chat.”

Nah, sekarang menjadi pilihan sampeyan, ingin menjadi lelaki yang pesimis, atau lelaki yang optimis.

Kalau sampeyan kemudian bertanya “Bagaimana mau melanjutkan perjuangan ini?” Jawabannya simpel. Mulailah berani membuka obrolan.

Gunakan pendekatan seperti dulu saat sampeyan masih sering berbalas pesan dengan dia. Ajak ngobrol dengan hal-hal yang memang dulu sering kalian obrolkan lewat pesan.

Hubungan yang indah berawal dari kenyamanan, dan kenyamanan bisa terjalin melalui komunikasi yang rutin dan baik. Lantas, bagaimana mungkin sampeyan bisa menawarkan komunikasi yang baik jika ngajak ngobrol saja tak berani? Ingat, Sampeyan Ranto, bukan Limbad.

~Agus Mulyadi

Exit mobile version