Kulit Baru Inter Milan: Menendang Icardi, Merangkul Lukaku dan Alexis Sanchez

Inter Milan, Lukaku, Alexis Sanchez MOJOK.CO

MOJOK.COJika Inter Milan bisa memaksimalkan Lukaku dan Alexis Sanchez, bersama Lautaro, mereka akan punya lini depan yang menjanjikan. Saatnya dominasi Juventus akhirnya patah?

Memang, Serie A baru menggelar laga perdana musim 2019/2020. Namun, saya sudah membangun harapan Inter Milan bisa “sedikit” mengganggu dominasi Juventus. Sudah saatnya Juventus tidak dibiarkan berlari sendirian. Delapan kali Scudetto berturut-turut itu sebetulnya kurang sehat untuk sebuah kompetisi.

Namun ya mau bagaimana lagi, Juventus memang sudah bekerja lebih cepat dan cerdas ketimbang rival mereka. Dan usaha mereka berhasil. Meskipun terlihat membosankan, dominasi Juventus bukan tanpa alasan. Oleh sebab itu, ketika Antonio Conte membuat Inter Milan bisa bermain lebih rapi, harapan saya sedikit naik.

Lawan Inter Milan memang “cuma” Lecce, tim yang baru saja promosi musim ini. Conte seperti menjadikan laga tersebut sebagai sebuah “percobaan sesungguhnya”. Bermain cukup rapi sejak laga-laga pra-musim, Inter Milan saya rasa cukup berhasil.

Satu hal yang membuat saya senang adalah ketika Conte bisa memaksimalkan sosok Romelu Lukaku. Well, sekali lagi, ini memang masih laga perdana. Namun, setidaknya, bayang-bayang sosok Lukaku yang bisa bermain lagi seperti masa-masa membela Everton dan timnas Belgia membuat harapan Serie A lebih kompetitif semakin tinggi.

Bisa memaksimalkan Lukaku adalah pesan yang jernih bahwa Inter Milan tak perlu lagi bergantung kepada sosok Mauro Icardi. Tak perlu lagi ada drama-drama ala sinetron membosankan di Indonesia di mana sosok “ibu tiri” bernama Bu Wanda menjadi anatagonis. Apalagi, Alexis Sanchez sudah tiba di Italia untuk tes medis.

Apakah Lukaku dan Alexis Sanchez akan menjadi protagonis Inter Milan musim ini? Bisa jadi, asal cara bermain rapi yang disajikan Conte di laga perdana bisa terus diperlihatkan.

3-5-2 Inter Milan yang fleksibel

Conte membawa platform yang sukses mengantarnya menjadi juara Liga Inggris bersama Chelsea. Bermain dengan sistem tiga bek berhasil mengangkat kembali performa Chelsea kala itu.

Ketika melihat pertandingan utuh Inter Milan vs Lecce, perhatian saya tertarik ke arah Sensi dan Vecino. Pemosisian mereka terlihat sangat rapi untuk mengokupansi halfspace kiri dan kanan seperti yang bisa kamu lihat di dalam grafis. Beberapa kali terlihat Vecino bergerak melebar ketika Candreva bermain lebih narrow. Berbeda dengan Asamoah yang lebih “tertib” di sisi lapangan.

Bisa kamu perhatikan juga kalau pemosisian Asamoah dan Candreva sangat tinggi. Seperti kata Conte sendiri kalau 3-5-2 ini adalah formasi menyerang sebagai adaptasi dari 4-2-4. Grafis di atas menunjukkan bentuk 3-3-4 ketika menyerang. Lebih menyenangkan untuk dilihat ketika 3-5-2 Inter Milan ini lebih fleksibel.

Sensi dan Vecino bisa secera fleksibel bertukar tempat dalam proses membangun serangan. Bahkan ketika Brozovic berposisi lebih tinggi, Sensi akan menyesuaikan diri dengan turun sebagai pivot di depan tiga bek. pertukaran posisi yang mulus membuat Inter Milan bisa mempertahankan bentuk segitiga dan diamond. Bentuk yang memudahkan sebuah tim untuk mensirkulasikan bola.

Scott Geelan, jurnalis Times Sport menjelaskan kalau Asamoah dan Candreva bukan sepenuhnya berperan sebagai bek sayap. Sifat keduanya sangat lateral, menyediakan width (pemain yang berada di sisi lapangan dekat dengan garis tepi) untuk Inter Milan. Dan keduanya berposisi sangat tinggi ketika menyerang sehingga bentuk 3-1-6 sempat terlihat.

Situasi ini membuat Lukaku dan Lautaro Martinez di depan tidak terisolasi. Unggul jumlah pemain, setidaknya memudah sebuah tim untuk mensirkulasikan dan menjaga bola. Ketika lawan terdorong lebih dalam ke kotak penalti sendiri, Inter Milan punya banyak ruang sekitar zona 5 (zona di depan kotak penalti).

Situasi ini dicurigai sebagai alasan Inter Milan bisa melepas tembakan jarak jauh yang berbuah dua gol dari Brozovic dan Candreva. Membebaskan pemain di wilayah berbahaya perlu sebuah sistem. Lautaro dan Lukaku, yang berdiri berdekatan hampir sepanjang laga membuat Lecce seperti terkonsentrasi kepada keduanya. Apalagi, di kedua sisi, Asamoah dan Candreva menjadi opsi yang menyulitkan Lecce untuk mempertahankan banyak ruang di sekitar kotak penalti.

Fleksibel dan rapi dalam pemosisian pemain membuat Inter Milan bisa menguasai hampir semua wilayah berbahaya. Kerapian dalam menjaga posisi adalah dasar semua tim ketika berusaha mengeksekusi sebuah sistem. Dan di mata saya, Inter Milan berhasil.

Potensi Lukaku dan Alexis Sanchez

Lukaku, di mata saya, diperlakukan secara salah oleh Manchester United. Saya rasa, Lukaku hanya kurang beruntung saja tidak menjumpai pelatih yang cocok semasa berseragam United. Padahal, Lukaku punya banyak kebisaan yang bisa dimaksimalkan.

Roberto Martinez, pelatih timnas Belgia memberi penggambaran sosok Lukaku. Beliau bilang:

“Lukaku adalah seorang pemikir. Ia sosok yang berpengetahuan luas. Ia berbicara enam atau tujuh bahasa (Prancis, Belanda, Inggris, Spanyol, dan Portugis) dan memandang sebuah pertandingan dengan sudut pandang yang berbeda. Dia seperti seorang manajer jika melihat caranya menganalisis sebuah pertandingan. Saya terkejut dengan caranya menganalisis. Dia bisa menjelaskan sebuah pertandingan, menjelaskan pergerakan pemain, pokoknya sebuah percakapan yang tak akan Anda alami bersama remaja berusia 20 tahun,” kata Martinez.

Menyitir kalimat Martinez, bisa dibayangkan bahwa sejak usia awal 20 tahun, Lukaku sudah punya cara pandang yang berbeda ketimbang anak remaja seusianya. Dia bisa menganalisis sebuah pertandingan dengan hasil yang memuaskan.

Fakta ini tak akan terjadi apabila Lukaku tak punya level kecerdasan yang dibutuhkan. Dia juga tak akan bisa menggali informasi sedalam itu tanpa niat belajar yang tinggi. Sebuah berkah untuk Inter Milan.

“Ketika menonton sebuah pertandingan, saya seperti tahu apa yang akan terjadi. Saya tahu pola mereka karena saya sudah membuat analisis pergerakan pemain. Seperti setiap kali kami melawan Arsenal, saya tahu yang akan dilakukan pemain mereka, seperti misalnya pola mereka berlari (bergerak). Dan biasanya analisis saya tepat,” ungkap Lukaku ketika masih berseragam Everton.

Bagaimana cara Lukaku membuat analisis di tengah pertandingan?

“Ketika berada di posisi tertentu di lapangan, saya selalu membayangkan posisi gawang dan penempatan posisi bek lawan. Dari situ, saya tahu harus bagaimana. Anda harus punya kesadaran posisi. Mengapa? Karena kesadaran akan posisi adalah yang paling penting dalam sepak bola,” jelas Lukaku.

“Saya punya banyak video pemain di komputer saya. Dan saya menghabiskan waktu berjam-jam untuk menontonnya. Saya mencoba menganalisis kekuatan mereka, mencontohnya sedikit, lalu melatihnya saat sesi latihan. Saya suka menonton sepak bola dan saya senang menganalisis pemain lain,” tambahnya.

Scott Geelan menjelaskan beberapa kelebihan Lukaku. “Lukaku bisa melakukan banyak hal di lini depan. Dia bisa menahan bola, unggul di duel bola atas, bisa mencari ruang di belakang bek lawan, menggiring bola dari lapangan tengah. Lukaku bisa mendorong bek Lecce untuk bertahan lebih dalam. Ketika gelandang naik dan melebar, Lukaku bisa melihat ruang di tengah dan turun menjemput bola.”

Kelebihan Lukaku, saya rasa, akan menguntungkan Inter Milan dan siapa pun tandemnya. Mau Lautaro atau Alexis Sanchez. Nama kedua ini jelas butuh waktu untuk beradaptasi. Apalagi, selama membela United, nasibnya seperti Lukaku. Alexis Sanchez gagal dimaksimalkan. Selain karena cedera, cara bermain United tidak bisa mengakomodasi kelebihan Alexis Sanchez.

Penurunan performa ini butuh penanganan yang lebih detail dari Inter Milan dan Conte. Jika Inter Milan mampu mengangkat kembali performa Alexis Sanchez, mereka akan lebih leluasa merotasi lini depan. Mau bermain dengan 3-5-2 atau 3-4-3, Alexis Sanchez bisa dimaksimalkan. Baik sebagai penyerang kiri atau second striker seperti yang ditunjukkan Lautaro ketika melawan Lecce.

Alexis Sanchez punya press resistance yang bagus. Dia seorang needle player (pemain yang bisa menerobos lawan dengan teknik menggiring bola di ruang sempit) di puncak performanya. Ketika masih bermain untuk Arsenal, Alexis Sanchez pernah menjadi pencetak gol terbanyak dengan cara bermain ini.

Jika, dan hanya jika, Conte bisa terus memacu perkembangan Lukaku dan mengangkat performa Alexis Sanchez, Inter Milan bisa sepenuhnya “menendang pantat” Icardi. Menepikan pemain yang lebih memilih menghabiskan waktunya hanyut dalam drama rumah tangga ketimbang drama lapangan hijau.

BACA JUGA Habis Bacot Jose Mourinho, Terbitlah Bacot Antonio Conte atau artikel Yamadipati Seno lainnya

Exit mobile version