Kekerasan Seksual dan Pemerkosaan: Sisi Gelap Sepak Bola Dibongkar

Sepak bola menyimpan sisi menyeramkan. Mulai dari kekerasan seksual, pemerkosaan, sampai tindak kriminalitas yang dibiarkan.

Kekerasan Seksual dan Pemerkosaan: Sisi Gelap Sepak Bola Dibongkar MOJOK.CO

Kekerasan Seksual dan Pemerkosaan: Sisi Gelap Sepak Bola Dibongkar MOJOK.CO

MOJOK.COKekerasan seksual, pemerkosaan, dan kriminalitas mewarnai sepak bola. Sisi gelap yang kita ketahui, tapi seperti enggan untuk diledakkan.

Sisi gelap sepak bola dibongkar oleh Romain Molina. Dia adalah jurnalis dan kontributor untuk The Guardian, CNN, BBC, dan The New York Times. Lewat kanal Twitter Space, Molina berbagi banyak kisah yang bikin mual. Membuat the beautiful game bernama sepak bola terasa seperti fatamorgana saja.

Sebetulnya, kalau mau kita akui secara jujur, sisi gelap sepak bola selalu ada di sepanjang sejarah olahraga paling populer di dunia ini. Perbudakan dan kekerasan adalah contohnya. Sementara itu, Molina membongkar kisah-kisah kelam tentang kekerasan seksual, pemerkosaan, sampai kriminalitas di sepak bola.

Ironisnya, sebagai jurnalis, Romain Molina sudah “berusaha sejauh yang dia bisa” untuk menjadi justice collaborator. Beberapa aksi kekerasan seksual dan pemerkosaan pernah dia laporkan ke kepolisian Prancis. Namun, sampai borok sepak bola ini mulai terkuak, pihak kepolisian Prancis do nothing.

Salah satu kasus yang dibongkar Molina adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Ferland Mendy, bek kiri Real Madrid. Ferland dituduh beberapa kali menendang wajah seorang perempuan. Setelah perempuan tersebut tersungkur jatuh, Ferland Mendy mengeluarkan penisnya dan ditunjukkan ke si perempuan itu.

Kabarnya, korban kekerasan seksual Ferland Mendy didiagnosa mengalami brain damage. Ironisnya, beberapa hari sebelum kasus kekerasan seksual ini dibongkar, Ferland Mendy “ngambek” karena dia dikira sebagai Benjamin Mendy, bek kiri Manchester City yang dituduh melakukan pemerkosaan. Gila.

Dua bek kiri dari Prancis, punya nama yang mirip sama-sama melakukan kejahatan: kekerasan seksual dan pemerkosaan. Kasua Benjamin Mendy sudah bergulir di pengadilan, sementara Ferland Mendy bakal segera membayar kejahatan yang sudah dia lakukan.

Kasus kekerasan seksual lainnya yang dibongkar Molina menyeret nama Elye Wahi. Saat ini, Elye berstatus pemain Montpellier. Dulu, pemain yang masih berusia 18 tahun ini pernah dikeluarkan dari akademi Caen setelah melakukan tindak kekerasan seksual.

Elye memaksa salah satu murid sekolah untuk masturbasi di hadapannya. Pemaksaan ini Elye lakukan di sebuah toilet. Apakah aksi ini sudah bisa dikategorikan pemerkosaan? Sayangnya, kasus Elye tidak pernah terdengar sampai dia pindah dari akademi Caen dan bergabung ke Montpellier.

Molina juga menceritakan tindak pemerkosaan yang dilakukan laki-laki dewasa kepada 400 pemain akademi. Artinya, pemerkosaan yang diderita para korban ini terjadi ketika mereka masih anak-anak. Identitas kasus pemerkosaan ini belum dibuka oleh Molina.

Kabar terbaru mengatakan bahwa beberapa dari 400 korban pemerkosaan ini sudah bermain di level internasional. Bisa kamu bayangkan, para korban ini menjadi pesepak bola profesional dengan membaa trauma masa lalu. Kemungkinan besar, trauma yang mereka rasakan masih mengfendap dan menjadi penderitaan seumur hidup.

Salah satu kasus yang paling membuat perut mulas adalah kasus perdagangan manusia. Molina berkisah, bahwa ada seorang pesepak bola perempuan yang tiba-tiba menghilang. Belakangan diketahui kalau dia menjadi korban perdagangan manusia.

Pesepak bola perempuan ini dibeli dari keluarganya. Tentu tanpa sepengetahuan dirinya. Dia menjadi korban aksi kekerasan seksual sampai pemerkosaan. Tidak berhenti di sana, ketika diketahui dirinya hamil dari aksi pemerkosana itu, pesepak bola perempuan ini dipaksa untuk menggugurkan kandungannya.

Kekerasan seksual yang terjadi di luar orbit sepak bola Eropa terjadi di Kongo. Di sana, seorang pedofil menjadi “penanggung jawab” sebuah akademi sepak bola. Terbayang horor yang harus dihadapi anak-anak ini. ketika mereka menggantungkan cita-cita setinggi langit sepak bola, malah jadi korban kekerasan seksual dan pemerkosaan oleh pemilik akademi.

Di lingkaran pesepak bola profesional, seorang pesepak bola menjadi korban prank yang jahat betul. Dia dijebak oleh kawan-kawannya untuk berhubungan seks dengan seorang PSK. Celakanya, belakangan diketahui kalau PSK tersebut ternyata masih di bawah umur. Berhubungan seks dengan perempuan di bawah umur mengandung risiko hukuman yang sangat berat.

Menurut Molina, kasus kekerasan seksual yang paling sering terjadi ada di lingkaran sepak bola perempuan. Banyak dari mereka jadi korban kekerasaan seksual. Baik secara verbal, sampai kontak fisik.

Ironisnya, hampir semua kasus kekerasan seksual dan pemerkosaan yang dilaporkan oleh Molina tidak ditindaklanjuti oleh kepolisian. Mirip seperti yang terjadi di Indonesia, ketika korban kekerasan seksual dan pemerkosaan, terutama perempuan, tidak mendapatkan perlindungan dan keadilan.

Selain tindak kekerasan seksual dan pemerkosaan, Molina juga sedikit bercerita soal tindak kejahatan di sepak bola. Pertama, mulai dari yang paling absurd adalah Didier Deschamps, pelatih timnas Prancis, sengaja mencederai pemainnya sendiri.

Kedua, beberapa agen pemain dan klub membawar Transfermarkt untuk “memoles” data-data pemain. Transfermarkt adalah salah satu situsweb yang menyediakan data pemain secara lengkap. Situsweb ini banyak jadi rujukan para jurnalis dan klub itu sendiri.

Ketiga, Karim Benzema bisa kembali ke timnas Prancis karena pengaruh Presiden Prancis, Emmanuel Macron. Sebelumnya, Benzema tersangkut kasus hukum video asusila. Korbannya adalah Methieu Valbuena, mantan pemain timnas. Jangan-jangan Benzema yang coba dicederai Didier Deschamps….

Keempat, “pertukaran pemain” yang dilakukan Juventus dan Barcelona adalah transfer ilegal. Dua pemain yang terlibat adalah Arthur dan Pjanic. Namun, sekali lagi, pihak kepolisian diam seribu bahasa.

Kelima, banyak pihak di orbit sepak bola Eropa yang punya hubungan dengan organisasi mafia Cina yang kita kenal sebagai Triad. Keenam, percobaan pembunuhan seorang wasit di Liga Siprus. Sebuah bom mobil menjadi alat pembunuhan. Kejadian ini masih ada kaitannya dengan match fixing.

Ketujuh, dan ini paling bikin saya kaget. Al-Qaeda menggunakan sepak bola sebagai media merekrut anggota baru. Gila.

Molina menegaskan satu hal penting. Menurutnya, banyak orang di lingkaran sepak bola profesional yang sebetulnya sangat tahu bahwa kekerasan seksual dan pemerkosaan itu terjadi. Namun, mereka tidak mau buka suara. Kemungkinan, mereka takut dikucilkan, pernah menjadi pelaku, atau korban.

Sampai di sini, saya ingin memperingatkan pembaca bahwa kita belum membicarakan soal perbudakan yang terjadi di Qatar. Persiapan Piala Dunia 2022 tidak lepas dari warna darah para buruh yang tidak dibayar secara layak, tidak mendapat perlindungan yang layak, dan ditelantarkan jika membangkang.

Molina, yang menulis buku dengan judul The Beautiful Game, sudah memperingatkan kita semua bahwa sepak bola tidak sepenuhnya indah. Manusia di balik sepak bola membuat olahraga paling digemari ini tercemar. Sampai kapan sisi gelap ini terus disembunyikan di balik gemerlap sepak bola?

Tidak ada yang tahu….

BACA JUGA Mesut Ozil dan Paul Pogba: Teralienasi, Menjadi Tumbal Rakusnya Sepak Bola Industri dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Exit mobile version