MOJOK.CO – Everton berpeluang menjadi “Arjen Robben” milik Arsenal. Asal ia bisa bermain lebih sederhana dan tak selalu mencoba “have fun” setiap memegang bola.
Ketika Roman Abramovich menjadi pemilik Chelsea, salah satu pemain yang datang mengiringi adalah Arjen Robben. Fisiknya terlihat ringkih, kecil, dan “cuma bisa” pakai kaki kiri. Namun, selebihnya kita tahu, bersama Damien Duff dan Jose Mourinho, Arjen Robben menjadi teror lini belakang banyak klub Liga Inggris.
Performa Robben di Liga Inggris membuat istilah inverted winger menjadi populer. Sepanjang sejarah sepak bola, tentu yang namanya inverted winger sudah dikenal. Namun, tak bisa dimungkiri, Robben adalah salah satu pemain yang membuatnya menjadi populer, bahkan mengubah preferensi banyak skema bermain klub-klub di dunia.
Pemain kaki kiri, bermain di sisi kanan. Cara bermainnya saat itu masih sedikit terlalu “meriah”. Meski kita bisa membuatnya menjadi sederhana: cut inside, buat bola berada di kaki kuat, lalu opsi selanjutnya tergantung situasi: bikin gol atau membuat asis. Cara yang sederhana itu semakin tajam ketika ia bermain untuk Bayern Munchen. Jurus yang sederhana, tapi tajam dan sulit diantisipasi. Bek-bek Arsenal yang paling sering dibuat mainan di Liga Champions.
Semua bek profesional di dunia tahu Robben akan bagaimana di atas lapangan. Namun, tetap saja, banyak bek itu menjadi pecundang. Gerak tipu tubuh bagian atas itu sangat alami, membuat hampir semua bek akan tertipu dan membuka ruang. Dengan begitu, Robben membuat banyak gol penting, asis, dan memenangi banyak gelar.
Nah, jika Everton jadi bergabung dengan Arsenal, skenario yang sama bisa saja terjadi. Bukan, bukan lantas si pemain akan hengkang ke Bayern suatu saat nanti. Everton, pada titik tertentu mirip dengan Robben muda. Jago olah bola, jago mengirim bek lawan ke arah yang salah, dan membuat gol cantik.
Everton itu “have fun” ala pemain Brasil
Dunga, legenda Brasil itu pernah berkata kalau pemain Brasil itu berbeda dengan kebanyakan pemain Eropa. Neymar misalnya, yang tidak bisa hidup di lingkungan yang tidak punya ciri “have fun”. Pemain Brasil sering dianggap tidak disiplin secara taktikal. Ya karena budaya dan kebiasaan di dalam darah mereka untuk selalu berusaha “have fun” di setiap laga.
Ketika tidak bisa “have fun” di sebuah pertandingan atau di kehidupan klubnya, mereka menjadi terlalu “tegang” dan “sedih”. Sebuah pemilihan kata yang menarik dari Dunga. Tidak bahagia itu mudah terpantik di dalam diri pemain Brasil.
Kalau sudah begitu, tidak ada yang bisa menahan mereka untuk mencari kesenangan di tempat lain. Perhatikan saja selebrasi gol mereka. Kalau sampai menari-nari, berarti level kebahagiaan mereka mencapai puncaknya. Performa jadi terjaga.
Pola pikir itu sangat terlihat di Liga Brasil. Perhatikan saja video kompilasi skill pemain-pemain Brasil, yang sedang bermain di Liga Brasil. Everton misalnya yang sedang didekat Arsenal. Ketika menerima bola, yang selalu ia incar adalah melewati satu pemain yang mencoba menerjang dan merebut bola. Sangat jarang ia berniat men-delay permainan sehingga ada kawan yang mendekat untuk melakukan kombinasi.
Baik Everton, maupun para pemain di Brasil bermain dengan kebebasan. Bek pun tidak mau ketinggalan bikin stadion bergemuruh dengan selalu mencoba adu skill dalam situasi one on one. Sebuah kebiasaan yang membuat banyak pemain Brasil perlu waktu lama untuk beradaptasi dengan lingkungan baru di Eropa. Meski ada yang juga bisa cepat karena karakter pemain berbeda-beda.
Kebiasaan itu pula yang perlu diperhatikan betul oleh Arsenal. Kalau kamu perhatikan dengan seksama, Everton sering kehilangan momentum ketika ditekan dua pemain. Dua pemain yang menekan ini tidak menerjang, tetapi membatasi ruang Everton dan menunggunya membuat kesalahan. Ketika mentok, ia menjadi sering kehilangan bola.
Momentum adalah senjata utama salah satu pemain terbaik di Copa America 2019 ini. Ketika dipaksa berhenti dari momentum akselerasi, Everton belum mencapai level kelas wahid yang bisa membuat momentum dirinya sendiri. Mirip dengan Robben muda yang bergantung kepada satu momentum untuk menggiring bola, melewati lawan, dan membuat penyelesaian akhir.
Pemain seperti ini mirip seperti periode awal Cristiano Ronaldo bersama Manchester United. Datang ke Inggris, Ronaldo memukau banyak pemirsa dengan pameran skill. Namun, ketika bertemu bek berpengalaman, pakai sistem double team, performa Ronaldo menjadi tidak stabil.
Sir Alex Ferguson menyadari kelemahan ini dan membentuk ulang Ronaldo. Sebelum hijrah ke Real Madrid, Ronaldo sudah berubah dari winger penuh trick menjadi winger modern yang mampu menawarkan opsi mencetak gol. Bahkan, di salah satu musim, ia menjadi pencetak gol terbanyak.
Kesempurnaan perkembangan itu membuat Robben periode Bayern dan Ronaldo di tahun-tahun akhir bersama Madrid menjadi pemain sempurna. Sempurna, tentu dalam takaran mereka sendiri dan kebutuhan timnya. Lewat paradigma yang sama, jalan Robben dan Ronaldo adalah petunjuk bagi Everton jika bergabung ke Arsenal, atau klub mana saja di Eropa.
Pekerjaan rumah Arsenal
Jangan salah sangka, Everton adalah pemain berkualitas. Sangat kreatif, ia punya banyak tabungan cara untuk mencetak gol. Baik lewat “gerakan tradisional” cut inside dari sisi kiri atau ketika mendapatkan final ball di dalam kotak penalti. Sebuah atribut yang bakal sangat diidamkan Arsenal untuk musim depan.
Namun, Arsenal harus sadar kalau sisi “have fun” dalam diri Everton harus ditekan secara maksimal, tanpa melukai dirinya. Everton harus masuk ke dalam sistem, paham kapan harus menekan lawan, tahu betul kapan harus menunggu kawan naik ketimbang pamer skill, peka dengan pemosisian diri baik ketika menyerang maupun bertahan.
Rata-rata menit yang dikumpulkan seorang pemain untuk memegang bola itu sangat terbatas. Jangan sampai, di menit-menit yang terbatas itu menjadi sia-sia karena Everton terlalu asyik dengan gorengan bola di kakinya. Arsenal adalah sebuah tim yang bagus ketika bermain dengan ide counter-based team. Sebuah ide bermain yang akan memberi Everton banyak momentum untuk berakselerasi dan membuat peluang.
Ketika Everton bisa menyederhanakan cara bermain, menekan sisi untuk selalu “have fun”, dan peka dengan pemosisian semua pemain, Arsenal akan mendapatkan Arjen Robben mereka sendiri. Seorang setan, di malam Jumat, yang kita tahu pasti akan datang, tapi tak bisa kita hindari. Setan di sisi kiri itu bakal jadi bekal bagus mengejar zona yang sudah lama tak dihuni Arsenal.
Betul, posisi 4. Posisi paten milik Arsenal.