Uneg-uneg Guru yang Melihat ‘Zonasi Buatan’ demi Sekolah Favorit

Uneg-uneg dari Guru yang Melihat 'Zonasi Buatan' demi Sekolah Favorit. MOJOK.CO

Ilustrasi Uneg-uneg dari Guru yang Melihat 'Zonasi Buatan' demi Sekolah Favorit

Katanya sistem zonasi di sekolah bertujuan untuk menjamin pemerataan akses dan mutu pendidikan yang berkeadilan pada setiap zona atau wilayah yang ditetapkan. Akan tetapi, itu tidak saya lihat sejak menjadi tenaga pengajar pada tahun 2019.

Ada begitu banyak teman-teman semasa SMA dulu yang menanyakan pada saya, “bagaimana mekanisme pemindahan domisili di Kartu Keluarga agar bisa masuk ke sekolah favorit.” 

Ini menarik, karena semakin tahun, pertanyaan itu semakin sering muncul dan secara langsung mengarah pada, “kalo nggak bisa lewat sistem zonasi, jalur belakang biasanya berapa juta?”

Saya penasaran, bagaimana sebenarnya proses Penerimaan Peserta Didik Daru (PPDB) yang sekolah lakukan. Mengingat sampai tahun ini saya tidak pernah dilibatkan sebagai tim PPDB. 

Fenomena yang sangat ganjil bukan, jika ada orang tua yang masih tinggal di satu kota dengan anaknya tapi mereka tidak terdaftar dalam satu nomor Kartu Keluarga yang sama? Alasannya beragam, ada yang anaknya tinggal bersama neneknya atau bibinya. Ada juga yang sengaja menemui Ketua RT terdekat dengan sekolah yang mereka incar. Tujuannya untuk meminta izin agar anaknya bisa terdaftar berdomisili di daerah tersebut.

Zonasi buatan yang memakan biaya tidak sedikit

Menariknya lagi, “Zonasi Buatan” ini juga memakan biaya yang tidak sedikit; rekan saya yang mengurus pemberkasan dokumen untuk adiknya menghabiskan biaya sekitar 3 juta rupiah.  Harganya memang bervariasi, tergantung dengan seberapa cepat dokumen tersebut selesai. 

Meskipun terbilang mahal, nyatanya “Zonasi Buatan” ini menjadi opsi utama untuk masuk sekolah, yang katanya “favorit”. Opsi lainnya berupa “Jalur Belakang” memiliki varian harga yang lebih fantastis lagi, berkisar 2 juta rupiah hingga 15 juta rupiah. Bahkan di sekolah tempat saya penelitian dulu, sampai membangun satu kelas khusus yang siswanya berjumlah 38 orang. Mereka semua adalah siswa yang masuk lewat “Jalur Belakang”. 

Uang “Jalur Belakang” itulah yang sekolah gunakan untuk membangun ruang kelas baru. Fenomena ini menunjukkan bahwa perlu evaluasi dan revisi regulasi tentang sistem zonasi. Jika tetap membiarkan hingga batas waktu yang tidak ditetapkan, bukan tidak mungkin akan kita dapati kabar “Sekolah tutup karena tidak ada siswa yang mendaftar”.

Fauzia D, Banjarmasin Timur, fauziadwi11@gmail.com

BACA JUGA Riil! Orang Terdekatmu Adalah Orang yang Paling Berpotensi Menyakitimu Lebih Dalam  dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG

Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg  bisa dikirim di sini

Exit mobile version