Teman yang Tuman Datang Terlambat

Teman yang Tuman Datang Terlambat. MOJOK.CO

Ilustrasi Teman yang Tuman Datang Terlambat. MOJOK.CO

Di masa-masa libur kuliah, banyak dari mahasiswa yang mengisi waktunya dengan bekerja, entah freelance, part time, hingga full time. Nah, saya adalah salah satu mahasiswa yang memilih untuk bekerja part time

Di samping mencari pengalaman di dunia kerja dan sedikit-sedikit belajar bisnis, tujuan saya bekerja adalah mencari penghasilan. Tentu saja poin terakhir adalah hal yang tidak bisa dipungkiri lagi. 

Saya bekerja sebagai karyawan gerai susu di sebuah cabang di Malang. Memang, jika melihat kondisi geografis di Kota Malang, susu sapi bukanlah komoditas yang mustahil. Tak ayal, jika bisnis susu sapi di kota Malang menjadi peluang yang cukup besar. 

Saya diajak teman saya yang memiliki hubungan langsung dengan manajer gerai. Karena merupakan awal saya bekerja, saya kira sebelum akhirnya bekerja masih ada tahap-tahap seperti mengirim CV, interview, dan sebagainya, seperti lazimnya lowongan kerja.

Ternyata, saat pertama kali berjumpa dengan manajer, kami berdua langsung mendapatkan instruksi untuk mulai bekerja keesokan harinya. Yang ternyata, kami bekerja untuk sebulan saja, menggantikan karyawan tetap yang menyelesaikan tugas KKN.

Bukan nominal gaji, tapi di teman kerja

Di awal perjanjian, saya bilang, jika saya hanya bisa bekerja di shift pagi, dari jam 10 pagi sampai jam 3 sore. Dan akhirnya, mau tidak mau teman saya harus bekerja di shift sore, dari jam 3 sampai jam 8 malam.

 Bukan tanpa sebab. Ketidaksanggupan saya bekerja di shift sore adalah berkaitan dengan kewajiban saya sebagai seorang santri yang harus kembali ke pesantren sebelum jam setengah delapan. 

Dengan gaji kira-kira 900 ribuan rupiah sebulan, saya kira cukuplah untuk tambah-tambahan sangu mahasiswa yang mengisi waktu liburan. Meskipun, beberapa orang bilang bahwa itu adalah gaji yang murah, tapi saya tak begitu menghiraukannya. 

Permasalahannya bukan di nominal gaji. Permasalahannya ada di bagian shift sore, yang menjadi tanggung jawab teman saya. Entah apa yang mendasarinya, yang jelas bukan sekali-dua kali dia terlambat. 

Keterlambatannya bukan lagi 15 menit sampai 30 menit, tapi satu jam. Bahkan saya sendiri kadang terlambat, tapi keterlambatan saya ini seperti tidak ada apa-apanya dibanding keterlambatan teman saya. 

Keterlambatannya itu bisa sampai dua jam, terkadang tiga jam, dan sesekali hampir masuk waktu tutup gerai. Biasanya mepet pergantian shift, saya sudah menghubunginya, yang itu rutin setiap saya jaga. Tapi, masih saja terlambat. Bahkan datang tepat waktunya masih bisa dihitung jari satu bagian tangan saja. 

Pernah, suatu ketika saya memintanya tolong untuk datang lebih awal, karena saya harus menghadiri pertemuan organisasi di jam 3 sore—sebenarnya jam 2 sore, tapi mendapat keringanan satu jam. Dan, jawaban yang mengejutkan adalah, ia masih rapat organisasi di Surabaya, dan lebih menjengkelkannya lagi, teman saya ini bilang, “Yo gaiso. Mesti nelat.” 

Hubungan “konco dewe” yang merusak sistem

Meskipun hal itu sangat menjengkelkan, tapi saya berusaha sebisa mungkin untuk berpikir jernih (baca: ingin misuh). Dan saya mengatakan pada diri saya sendiri, bahwa yang berhubungan dengan teguran dan sebagainya adalah wilayah manajer. 

Manajer saya pun sudah mengetahui, dan ikut jengkel, karena keterlambatannya. Tapi, bukan berarti sama sekali saya tidak mengingatkannya. Karena sebagai teman yang baik, dan partner kerja yang sabar, secara sadar saya merasa berkewajiban untuk ikut menjaga keharmonisan dan kekompakan antar pegawai—ini pesan dari Pak Bos. 

Entah apa yang ada di benaknya. Saya berasumsi, bahwa hubungan temanlah yang mendasari keterlambatannya. Slogan “konco dewe ” ini malah merusak sistem yang ada. Seperti ada batasan yang boleh diterobos begitu saja berkat slogan ini.

Ya, meskipun ini menjadi slogan keakraban antar teman, tapi jika tidak membarenginya dengan prinsip “sepantasnya” malah bisa menimbulkan kesembronoan yang bisa saja berujung pada pertikaian. 

Begitulah jika saya menghubung-hubungkannya. Namun, jika berbicara tentang profesi, tentu saja keterlambatan yang berlebih adalah tuman.

Kasta Kasturi Klojen, Kota Malang, Jawa Timur bynehru@gmail.com

BACA JUGA Siapa Bilang Jadi Pengusaha Itu Nikmat?! Nih Saya Jelasin Kondisinya dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG

Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg  bisa dikirim di sini

Exit mobile version