Zainal Arifin Mochtar cerita penuh tentang proses film Dirty Vote, yang sedang memanaskan Indonesia dalam beberapa hari belakangan ini
“Ada intel ga ya?” Gumam saya di Auditorium Mandiri Fakultas Fisipol UGM hari ini (13/2). Seorang jurnalis di samping saya terkekeh, sepertinya dengar gumaman tadi. Tapi bagaimana saya tidak kepikiran. Orang yang di depan saya terlapor atas pelanggaran Pasal 287 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Mungkin saya saja yang kelewat overthinking. Toh acara bertajuk “Diskusi Film Kecurangan Pemilu Dirty Vote” berjalan dengan lancar. Ketakutan saya tidak terjadi, dan Mas Zainal Arifin Mochtar juga bisa menyuarakan apa yang dipendam. Dan saya rangkumkan isi acara itu untuk menjawab berbagai spekulasi dan cangkeman di media sosial.
Daftar Isi
Dimulai menjemukan, lalu membara
Acara dibuka oleh Ghea Anissah Trinanda, mahasiswa Fisipol UGM yang pernah jadi buah bibir karena liputan Mojok. Seperti biasa, acara dibuka dengan kata sambutan dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Yah, standar seminar di kampus UGM.
Kemudian diperkenalkan 5 penanggap diskusi. Ada dekan Fisipol, Sekretaris Caksana Institute, Ketua DEMA JUSTICIA, pimpinan Dema Fisipol bagian keilmuan, dan Ketua BEM KM 2024 terpilih. Dan masih seperti biasa, ada sepatah dua patah kata.
Saya sudah pesimis. Sepertinya saya akan mengantuk di diskusi kali ini. Bukan apa-apa, tapi diskusi ini diawali dengan sangat moralis. Tapi semua berubah ketika sang bintang utama maju. Ialah Dr. Zainal Arifin Mochtar. Sang Dosen Fakultas Hukum UGM dan salah satu pemeran di film Dirty Vote.
Film Ala Bandung Bondowoso
Sesi dari Mas Zainal dibuka dengan rasa kagum. Blio dan tim produksi Dirty Vote tidak menyangka film yang serba cepat ini bisa viral. Bahkan sampai tembus 13 juta penayangan di YouTube. Belum lagi ditambah penayangan di luar akun resmi Dirty Vote.
Mas Zainal juga menyinggung tanggapan film ini di medsos TikTok. Di sana, film ini “dihabisi” oleh netizen yang tidak setuju. Sedangkan di medsos X atau Twitter, suara pro dan kontra seimbang. Mas Zainal malah melihat polemik ini dari sudut pandang lain. Polemik yang ada adalah bukti kalau mereka tidak memiliki dekengan besar. Termasuk dari salah satu paslon.
“Kalau kami ini didukung paslon 01 dan 03, pasti kami sudah dibela di TikTok,” ujar Mas Zainal. Blio juga menegaskan film ini bermodal crowdfunding tanpa donatur besar. Beberapa kelompok yang ikut patungan adalah Aliansi Jurnalis Independen, Ekspedisi Indonesia Baru, dan Themis Indonesia.
Berawal dari Dandhy
Mas Zainal juga menceritakan bagaimana film ini dibuat. Semua diawali dari riset awal peta kecurangan pemilu yang dilakukan Themis Indonesia. Ketika melihat itu, Dandhy Laksono sang sutradara melihat potensi besar dari data tersebut. Ia ingin membuat film berdasar penelitian Themis Indonesia. Farid Gaban, partner Dandhy di Ekspedisi Indonesia Baru, minta agar film ini berkolaborasi dengan 3 ahli hukum. Yaitu Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.
Dari proses persiapan sampai editing hanya dilakukan selama 6 hari. Mas Zainal sendiri menyamakan film ini dengan 1000 candi yang dibuat Bandung Bondowoso dalam semalam. Selama proses, banyak data yang dibuang karena bukti yang kurang kuat. Salah satunya perkara surat suara di Taiwan. Banyak netizen yang menyoroti kenapa kasus tadi tidak dibahas di film Dirty Vote.
Mas Zainal juga mengakui ada kesalahan dalam film tersebut. Misal foto PJ Gubernur Jawa Barat yang keliru dengan PJ Gubernur Jakarta. Mas Zainal juga kepleset lidah saat menyebut Minahasa Tenggara yang jadi Minahasa Utara. Segala kesalahan itu ikut membuktikan bahwa Dirty Vote memang dibuat buru-buru.
Baca halaman selanjutnya: Ini bentuk ijtihad saya.
Rilis serba mepet, malah jadi konspirasi
Zainal Arifin Mochtar juga menanggapi polemik perihal rilis film Dirty Vote. Mas Zainal dan tim produksi sebenarnya bingung kapan hari baik untuk merilis film ini. Jika setelah pemilu, substansi film ini tidak ada manfaatnya. Kalau dipaksakan, film memang belum selesai. Mereka sempat mencoba rilis film ini pada tanggal 10, namun proses editing masih belum selesai.
Karena serba cepat, banyak hal yang belum ditambahkan dalam film. Pertama adalah usulan penambahan bahasa isyarat bagi teman tuli. Kedua adalah usulan penambahan subtitle dalam bahasa Inggris. Mas Zainal menyatakan bahwa tidak ada cukup waktu dan tenaga untuk memenuhi dua usulan tadi.
Akhirnya diputuskan untuk rilis pada 11 Februari 2024 pukul 11.00. “Tapi bukan karena faktor paslon 01, biar angka kembar saja,” ujar Mas Zainal. Blio berseloroh bahwa yang menentukan waktu punya hobi belanja saat tanggal kembar. Hanya sebatas keisengan mencari tanggal cantik.
Zainal siap pergi ke Singapura dan film yang belum lunas
Mas Zainal dan tim produksi film sebenarnya sudah menyiapkan sistem mitigasi. “Kan teman-teman Watchdoc (tim Dandhy Laksono) sudah biasa sama urusan ini,” ujar Mas Zainal. Mereka memperhitungkan berbagai kemungkinan. Terutama kemungkinan film ini di-takedown oleh pihak YouTube.
Tim produksi film sudah berencana untuk terbang ke Singapura. Alasannya cukup sepele: agar lebih aman dari takedown. Jika sampai takedown atau dibatasi di Indonesia, film ini masih bisa diakses dengan bantuan VPN. Namun tidak harus sampai terbang ke Singapura, film ini bisa dirilis. Bahkan di luar ekspektasi Mas Zainal dan tim produksi.
Zainal Arifin Mochtar juga kembali menyinggung masalah pembiayaan. Ia buka-bukaan, dan menyampaikan bahwa pembiayaan film Dirty Vote sendiri belum lunas. Bahkan Mas Zainal dan dua narasumber lain siap untuk saweran dari kantong masing-masing. Beruntung, Themis Indonesia memiliki sedikit sisa anggaran dan sanggup membayar kekurangan biaya produksi.
Zainal Arifin Mochtar disebut komunis
Ketika bicara respon masyarakat tentang film ini, Mas Zainal menyoroti tuduhan yang ditujukan padanya. Blio berseloroh bahwa ada 6 hal yang kini disematkan pada dirinya. Pertama, ia dituduh sebagai seorang komunis. Kedua, ia dituduh sebagai bagian dari dua kelompok radikal. Dari dua tuduhan ini, Mas Zainal hanya menanggapi dengan geli.
Tuduhan berikutnya bilang bahwa Mas Zainal adalah anggota PDI Perjuangan. Ada juga yang menuduh blio anggota PKS. “Tapi yang sering dituduh PKS adalah Feri. Mungkin karena janggutnya lebih panjang,” ujar Mas Zainal. Semua pemirsa tertawa dan suasana jadi lebih cari. Maklum, makin lama diskusi makin panas!
Dua tuduhan terakhir lebih mindblowing. Ada yang menuduh Mas Zainal adalah “orangnya” Mahfud MD. Hanya karena blio pernah masuk dalam tim reformasi hukum di bawah Kemenkopolhukam. Yang terakhir, Mas Zainal dituduh sebagai anak angkat Mahfud MD. Mas Zainal enteng saja menanggapi itu. Bahkan berseloroh pada anak Mahfud MD bahwa blio adalah pamannya.
Dari viralnya film Dirty Vote, pasti banyak yang penasaran apakah Mas Zainal sampai dihubungi salah satu paslon. Blio berujar bahwa ada banyak pihak yang menghubungi. Bahkan mewakili ketiga paslon. Ada yang mengucapkan terima kasih. Ada juga yang memuji bahwa isi film ini berimbang. Bahkan ada yang sampai menawari umroh untuk seluruh narasumber film! Tapi Mas Zainal tidak menanggapi.
Bagi Zainal Arifin Mochtar, pujian yang diterima dari beberapa pihak bukanlah hal penting. Blio menambahkan, belasan juta penayangan dan 500 ribu lebih komentar adalah pujian yang lebih bermakna. Mas Zainal malah menuntut konsistensi para tokoh yang menyanjung Dirty Vote.
Jika memang ingin berdiri bersama rakyat melawan kecurangan, Mas Zainal menuntut konsistensi. Mereka harus benar-benar siap menjadi oposisi pemerintahan nanti bersama rakyat. “Kalau nanti putaran dua malah cari kursi, ya pengkhianat itu,” ujar Mas Zainal tajam.
Perkara kecenderungan “serangan,” Mas Zainal juga memaklumi polemik yang terjadi. Memang banyak yang menuduh Dirty Vote menyerang paslon 02. Mas Zainal berujar bahwa wajar jika paslon 02 yang kena banyak. Karena di belakang paslon tersebut, ada kekuasaan dan penggunaan kekuasaan yang keliru. Hal itulah yang disasar oleh Mas Zainal.
“Kalau Jokowi tetap di (paslon) 03, peta kritikan film akan lain,” ujar Mas Zainal sambil terkekeh. Blio menekankan bahwa data yang disajikan sebenarnya berimbang. Tanpa ada tebang pilih atau cherry picking. Namun harus diakui bahwa ada kecurangan besar yang melibatkan kekuasaan di salah satu paslon.
Ini adalah bentuk ijtihad
Mas Zainal mengaku sudah siap dengan risiko dari Dirty Vote. Termasuk tuntutan yang dilayangkan padanya dan 3 orang “otak” Dirty Vote. Namun Mas Zainal mengingat kata Imam Ali. Berani itu bukan perkara maju ke depan dan asal tabrak. Tapi kemauan kita untuk melakukan sesuatu dan siap untuk konsisten. Saya langsung tepuk tangan mendengar ini. Jelas karena kagum lah!
Risiko ini tidak main-main. Bahkan sejak trailer dirilis, Mas Zainal langsung menonaktifkan HP. Bahkan sampai mencabut SIM card sampai sekarang. Akhirnya Mas Zainal hidup hanya dari akses wifi. Namun apa yang dia ceritakan dari awal bukan bermaksud berdongeng tentang heroisme. Namun bukti bahwa begitu menakutkannya untuk membawa kebebasan berekspresi.
“Tapi ini terpaksa dilakukan, karena ini Ijtihad saya,” ujar Mas Zainal. Seluruh penonton bersorak di akhir sesi Mas Zainal. Blio segera keluar ruangan untuk menemui para wartawan. Tapi saya tetap tertegun di kursi. Kaki saya kelu melihat keberanian yang sebesar Jupiter. Manusia macam apa yang siap menanggung risiko demi kebaikan rakyat yang mungkin tidak mengenalnya?
Saya memang menonton film Dirty Vote karena ngefans pada Mas Dandhy. Tapi sekarang saya tonton ulang karena Mas Zainal. Untuk Mas Dandhy, panjenengan punya pesaing baru di hati saya.
Sumber gambar: Instagram Watchdoc
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya