Beberapa waktu yang lalu, saya lupa kapan pastinya, beranda Facebook saya agak dipenuhi dengan video-video dengan diiringi lagu “Harusnya Aku yang di Sana” dari Armada. Video itu menampilkan seorang laki-laki patah hati ditinggal menikah pacarnya. Tragis, dia justru menjadi fotografer di acara pernikahan mantannya tersebut. Mukanya terlihat seperti udang rebus, tidak karu-karuan menyaksikan bekas kekasihnya itu kini sudah halal, tapi sama orang lain!
Dalam video lain, ada laki-laki juga yang menjadi tamu acara pernikahan. Ini juga mantannya si pengantin perempuan—ya iyalah, masa yang satunya? Lebih unik lagi, si laki-laki ambyar—istilah patah hati kaitannya dengan Didi Kempot—malah nyanyi lagu “Harusnya Aku yang di Sana” itu. Akhirnya, kesan acara jadi malah seperti curhat abis. Laki-laki itu sedang patah hati dan ingin membagikan patah hati itu ke semua yang hadir. Share the broken heart!
Sudah Begitu Mi Cinta
Saya memberikan subjudul seperti di atas dengan logat Sulawesi, pakai kata sandang “mi”. Yang namanya patah hati, pastilah juga diakibatkan oleh cinta. Dunia ini ‘kan sudah begitu adanya. Ada yang diterima, ada juga yang ditolak. Saling berkebalikan. Ketika sudah mencintai seseorang, maka bersiaplah untuk dua kemungkinan. Diterima atau ditolak. Kalau tidak mau menerima keduanya, atau salah satunya, maka janganlah mencintai! Kan ngono toh, Dab!
Kehadiran lagu-lagu bertema patah hati, macam Armada atau yang lainnya, bahkan Didi Kempot, justru makin menjerumuskan perasaan bagi si patah hatier alias si pelaku patah hati. Dia malah semakin menenggelamkan diri dalam perasaan terhanyut, kalut, semrawut, pada akhirnya bisa susah kentut. Semangat hidup jadi meredup, tidak lagi tertarik minum sirup. Itu semua karena broken hati alias patah heart.
Dari Lagu
Sebenarnya, saya sendiri memang tidak suka mendengar lagu atau musik, karena saya mengikuti fatwa ulama. Silakan cari sendiri kalau yang ini. Namun, kalau dari judulnya, harusnya aku yang di sana, itu memang seakan-akan bermakna bahwa kita lebih baik daripada jodoh si dia. Merasa bahwa kita akan lebih menjanjikan kebahagiaan yang sejati, memberikan segalanya, tidak pernah membuatnya sedih atau sengsara, setia sampai mati. Kira-kira seperti itulah.
Makanya, dari lagu itu, si pelaku merasa bahwa kenapa kamu pilih menikah sama dia? Kamu menikah saja sama aku. Dia itu tidak ada apa-apanya dibandingkan aku. Kalau kamu nikah sama dia, maka akan merana hidupmu. Susah. Sedih. Aku yang jadi pembawa kebahagiaan untukmu. Lagi-lagi paragraf ini ditutup dengan kalimat seperti paragraf di atasnya. Kira-kira seperti itulah.
Padahal, lebih baik mana kita yang merasa lebih pantas jadi pendamping hidupnya atau takdir Allah? Kalau ada yang jawab lebih baik yang pertama, maka otaknya perlu install ulang karena sudah terjangkiti virus berbahaya. Sedangkan bila memilih yang kedua, maka bukan berbahaya, tetapi berbahagia. Disadari betul-betul bahwa semua itu sudah ketetapan Allah.
Dan, untuk masalah patah hati ini memang dirasakan oleh orang yang sukanya ngajak pacaran, tidak mau menikahi. Pantas dong sampai patah hati! Coba kalau cinta itu dibawa ke jenjang pernikahan, maka Insya Allah bahagia akan lebih dirasakan. Patah hati di pernikahan ujungnya adalah cerai. Namun jelas, orang bercerai tidak akan segampang minta putus waktu pacaran. Bener ‘kan?
Mungkin sekilas, kesedihan itu tampak ketika menikah, bisa dari sudut matanya atau sudut mata kita. Namun, perlahan, seiring waktu, cinta itu akan menemukan bentuknya. Apalagi cinta yang halal. Cinta yang haram itu juga nikmat, tapi cuma sesaat. Ibaratnya minum sirup, manisnya dapat, tapi lama-kelamaan bisa muncul penyakit gula!
Menangis ketika malam pertama, karena berjodoh bukan dengan orang yang dulu dipacari atau minimal diinginkan sebelum menikah, wajar dan manusiawi juga. Akan tetapi, orang yang berada di hadapan kita, itulah jodoh kita. Allah sudah mengaturnya dengan sebaik-baiknya. Mau nolak bagaimana? Kalau pun jodoh, biar terpisah 7 lapis bumi, tetap akan ketemu juga! Tunggu, sepertinya perumpamaan terlalu lebay, deh. Intinya seperti itulah, jodoh akan menemui kita, sekarang atau nanti.
Nah, Ini yang Paling Nyesek
Okelah, patah hati tidak harus seputar cinta. Melamar kerja, ditolak, itu patah hati juga namanya. Daftar jadi caleg, tidak lolos, jelas patah hati. Apalagi? Pokoknya sesuatu yang sebelumnya kita harapkan untuk didapatkan atau dimasuki, kenyataannya kok berbeda, patah hati akan selalu setia menghampiri. Namun, patah hati apa sih yang paling nyesek?
Lihat lagi judul lagu Armada, “Harusnya Aku yang di Sana”. Keadaan paling menyedihkan, paling sengsara, paling luar biasa berat, ternyata bukanlah di dunia ini. Tapi justru di akhirat nanti. Kita tahu bahwa di akhirat itu cuma ada dua, surga dan neraka. Kalau bukan masuk surga, jelas masuk neraka. Sebaliknya, tidak masuk neraka, pastilah di surga.
Bayangkan bila ada orang yang masuk neraka, melihat kenikmatan yang luar biasa dari penghuni surga, maka dia pun bernyanyi, “Harusnya Aku yang di Sana.” Mendapatkan siksaan bertubi-tubi, keras luar biasa, tapi ditampakkan penghuni surga yang bersenang-senang dengan para bidadarinya, nyesek banget nggak pada saat itu? Oh, jelas banget dong! Super nyesek banget! Itulah patah hati yang betul-betul patah hati.
Makanya, ketika di dunia ini sedih karena ditinggal mantan menikah, salahkan diri sendiri dulu dong. Ini pasti ada hikmahnya. Salah sendiri terlambat maju! Tidak mungkin Allah kasih ujian seperti itu kalau tidak ada sesuatu kebaikan di baliknya. Namun, itu masih mendingan, sangat mendingan, karena masih di dunia. Kita juga masih hidup. Masih ada kesempatan untuk introspeksi diri, menata diri lebih baik, selanjutnya move on, menjemput jodoh yang terbaik buat kita.
Sedangkan ketika sudah di akhirat, keadaan akan sangat berbeda. Iri yang paling iri adalah penghuni neraka kepada penghuni surga. Namun, sudah terlambat pada saat itu. Sudah susah sekali keadaan berubah. Mau sampai begitu? Jelas tidak lah yauw! (*)
BACA JUGA Support Your Local Brand: Kok Harganya Nggak Support Customer, Sih! atau tulisan Rizky Kurnia Rahman lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.