Beberapa hari terakhir masyarakat Weleri Kendal sedang ramai membicarakan wacana pembukaan cabang Mie Gacoan. Pembahasan itu ramai di grup dan halaman Facebook. Beberapa rekan dan kerabat juga ikut menyinggungnya dalam obrolan.
Mayoritas masyarakat menyambut positif wacana ini. Bagaimana nggak sumringah, outlet waralaba mie itu memang sudah terkenal, paling tidak seantero Jawa. Penyajian Mie Gacoan menarik, kondimennya lengkap, ditambah dengan tempat yang nyaman siap menggaet siapa saja menjadi pelanggan. Padahal kalau soal rasa, menurut saya sih, biasa aja.
Di tengah wacana yang santer bergulir, para penjual mi lokal banyak yang merasa khawatir. Mereka merasa kurang adil kalau usaha kecil-kecilan mereka harus bersaing dengan waralaba jumbo Mie Gacoan. Saya memahami keresahan tersebut. Saya pun merasa pembukaan cabang Gacoan di Weleri Kendal kurang bijak dan berpotensi lebih banyak menimbulkan efek buruk daripada efek baiknya.
Weleri Kendal memang pasar yang seksi
Weleri memang jadi kawasan di Kabupaten Kendal yang seksi bagi pengusaha makanan. Penduduk di sana padat, ramai, dan rata-rata berstatus kelas menengah yang doyan jajan. Jualan apa saja pasti laku. Makanan macam nasi cokot aja tetap ada yang beli. Apalagi makanan yang sudah punya nama seperti Mie Gacoan.
Dari perspektif konsumen, kehadiran Mie Gacoan sebenarnya menguntungkan. Konsumen jadi punya lebih banyak pilihan jajanan. Selain itu, lidah-lidah warga Weleri yang sudah sejak lama penasaran dengan rasa mi yang satu ini bisa terpuaskan. Walaupun sekali lagi saya ingatkan, rasanya biasa saja.
Akan tetapi, dari perspektif produsen atau penjual mie ayam, Mie Gacoan adalah ancaman. Waralaba ini bisa mengobrak-abrik ekosistem penjual mi di Weleri Kendal. Padahal di Weleri ada ratusan warung mi, seperti mie ayam tradisional, mie ayam comal, mie ayam pelangi, dan mie ayam lain yang dijajakan oleh pelaku UKM.
Baca halaman selanjutnya: Mie Gacoan bisa …