Buat ngrasain penjual yang judes, warga Ponorogo nggak perlu ke Karen’s Diner. Kadohan. Cukup ke warung pecel Bangjo saja, sudah mewakili.
Sehabis menonton malam perayaan hari jadi Kabupaten Ponorogo beberapa waktu lalu, saya dan kedua teman saya memutuskan untuk makan sebelum pulang. Habis berdiri dan turut bernyanyi dengan durasi yang cukup lama ternyata menguras habis tenaga kami. Sepakat, kami memilih menyantap pecel, meski jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.
Dengan sigap, kami berkendara menuju salah satu warung pecel di sudut kota. Warung Pecel Bangjo, begitu nama yang tercatat di Google Maps. Memang, letaknya tidak jauh dari salah satu lampu lalu lintas. Tapi, kami lebih sering menyebutnya Warung Pecel Jeruksing karena letaknya yang juga berada di daerah bernama Jeruksing.
Sampai di sana, ternyata ada banyak orang yang sama laparnya dengan kami. Tampak cukup banyak orang berkerumun untuk antre di dekat si pemilik, sekaligus peracik pecel. Sebelum kehabisan tempat duduk, saya berinisiatif untuk mencari tempat. Sementara, satu teman saya tugasi untuk memesan tiga porsi pecel khas Ponorogo beserta minumannya. Namun, saat menyusul saya di tempat duduk, dengan wajah malas, dia berkata, “Aku pesen gak disauri.”
Warung pecel terunik di Ponorogo
Stop, simpan saja rasa kagetmu, kawan. Memang, warung ini cukup unik. Setahu saya, mayoritas warung pecel di Ponorogo beroperasi di pagi hingga siang hari. Sebab, pecel cukup akrab disantap sebagai menu sarapan masyarakat. Tapi, Warung Pecel Jeruksing ini justru mulai buka di malam hari, kisaran jam 8 malam hingga dini hari. Selain itu, pelayanannya juga tidak kalah unik; cuek dan terkesan kurang friendly.
Lho, warung yang berhadapan langsung dengan pelanggan kok malah pelayanannya nggak friendly? Ya, memang itu ciri khasnya. Dulu, saya sempat berpikir bahwa mungkin pemilik dan pegawai warung pecel di Ponorogo ini memang sudah kelewat lelah melayani pelanggan sehingga bersikap cuek. Soalnya, saya selalu berkunjung di atas jam 10 malam. Tapi, saat saya berkunjung belum larut malam pun, ternyata pelayanannya sama saja, hahaha.
Baca halaman selanjutnya: Jangan harap pesanan langsung diantar ke meja…
Selama memesan, kita juga harus ekstra sabar. Dengan kondisi warung yang ramai sedang, jangan harap pesanan akan diantar ke meja kalian. Mau tidak mau, kalian harus menunggu di dekat si pemilik agar cepat dapat bagian. Kalau cuma duduk-duduk, sih, dijamin bakal kelaparan. Soale, pasti lama!
Oiya, satu hal yang perlu kalian ingat, jangan memesan sampai dua kali. Meski tampak cuek dan nggak peduli, sebenarnya mereka ini juga tetap fokus pada pesanan para pelanggan. Mereka ingat harus membuat berapa porsi pecel dan minumannya. Saya pernah, karena sedikit nggak sabar, sampai mengulang pesanan. Alhasil, justru saya yang kena marah. Sudah lapar, masih kena semprot juga. Hadeh, sabar-sabar. Ponorogo punya ini, Bos.
Karen’s Diner kearifan lokal
Kalau begini, saya jadi teringat dengan restoran Karen’s Diner yang beberapa waktu lalu sempat viral. Soalnya, restoran ini pun melayani dengan “tidak friendly” sehingga memberikan pengalaman berbeda bagi para pelanggannya. Dan, terbukti bahwa banyak orang merasa terhibur dengan konsep yang unik ini. Yah, meskipun ada beberapa orang yang baper beneran dan sampai marah-marah beneran juga, sih.
Jadi, kalau kalian pengen merasakan pengalaman unik serupa, tidak perlu jauh-jauh ke Karen’s Diner, deh. Mampir saja ke Warung Pecel Bangjo di Ponorogo ini. Selain sebagai wahana uji kesabaran, pecel di sini juga worth it, kok. Dengan Rp6000 saja, kita sudah bisa mendapatkan satu porsi pecel yang mengenyangkan dengan satu gorengan sebagai pelengkap. Adapun minumannya, hanya berkisar di bawah Rp5000 per gelasnya. Murah, bukan? Nah, orang-orang yang ngaku sabar, monggo mampir.
Penulis: Titah Gusti Prasasti
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Ponorogo, Kota dengan Sejuta Julukan