Saya salah satu warga lereng Gunung Merapi. Tepatnya, saya tinggal di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Seperti yang banyak orang bayangkan, tinggal di kaki gunung memang bisa menikmati udara sejuk dan pemandangan indah setiap hari. Namun, banyak orang nggak tahu, hidup di lereng Gunung Merapi sebenarnya nggak melulu nyaman. Keberadaan penambang pasir sembrono sebenarnya cukup membuat deg-degan.
Pertambangan pasir di sekitar rumah saya sebenarnya bukan kegiatan yang baru. Kegiatan ini sudah ada sejak 20 tahun silam. Hal itu diketahui dari adanya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah 6/1994, tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C di Provinsi Dati I Jawa Tengah.
Akan tetapi, saya mencermati, intensitas penambangan pasir memang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Kondisinya semakin meresahkan warga lereng Gunung Merapi ketika truk-truk pengangkut hasil tambang itu sembarangan. Salah satunya, mereka kerap melewati jalan yang difungsikan sebagai jalur evakuasi.
Daftar Isi
Penambang pasir sembrono bisa membahayakan warga
Truk penambang pasir yang melewati jalur evakuasi jelas merusak jalan. Jalan itu memang tidak didesain menahan kendaraan dengan muatan berat. Bayangkan betapa berbahayanya ketika suatu saat evakuasi benar-benar terjadi. Jalan yang buruk bukan tidak mungkin proses evakuasi akan terhambat dan nyawa warga jadi pertaruhannya.
Asal tahu saja, jalan yang dilewati truk-truk tambang Merapi tidak hanya sebagai jalur evakuasi. Jalan itu juga menjadi akses utama warga lereng Gunung Merapi untuk bekerja, sekolah, dan kebutuhan penting lainnya. Pemerintah Kabupaten Magelang sebenarnya sudah berulang kali menambal jalan tersebut. Sayangnya, menambal jalan pun tidak menyelesaikan masalah jika tambang masih terus beroperasi tanpa adanya penertiban.
Kerusakan lingkungan yang serius
Selain rusaknya jalan, aktivitas penambangan pasir di lereng Gunung Merapi memicu kerusakan lingkungan yang serius. Beberapa yang warga mulai rasakan adalah rusaknya mata air, gundulnya hutan, hingga rusaknya bibir sungai yang berfungsi sebagai tanggul alami dari erupsi. Buruknya, beberapa lokasi tambang yang tidak lagi digunakan juga banyak yang hanya ditinggalkan begitu saja.
Akhirnya warga sekitar yang secara mandiri berinisiatif mengembalikan bekas-bekas galian tambang itu. Warga Desa Keningar contohnya, mereka melakukan upaya perbaikan bekas tambang menggunakan dana mandiri. Hasilnya, Kebun Beasiswa dan camping ground berhasil mereka dirikan.
Walaupun sudah ada upaya dari warga sekitar, masih banyak bekas lahan tambang yang perlu disehatkan kembali. Ironisnya, hampir tidak peran pemerintah daerah terhadap permasalahan yang terjadi. Alih-alih melaksanakan pengawasan dan pengelolaan lingkungan, pemerintah justru melakukan yang sebaliknya.
Kalau kalian pernah dengar, baru-baru ini Kepala Desa Krinjing diberhentikan sementara dari jabatannya. Dia terlibat dalam asus korupsi terkait retribusi kegiatan penambangan mineral bukan logam berupa pasir dan batu Merapi. Adanya kasus korupsi menjadi bukti bahwa dalam kegiatan pertambangan tidak hanya menjadi isu lingkungan, tetapi juga menjadi isu hukum.
Nasib warga lereng Gunung Merapi yang nelangsa
Setelah saya pikir-pikir, banyak juga penderitaan warga yang tinggal di lereng Gunung Merapi ini. Sudah jalannya rusak, kehilangan sumber air, pejabat setempat nggak becus lagi. Sebenarnya, sudah berulang kali warga melakukan aksi protes, tapi pemerintah tetap saja dengan mudahnya memberikan izin usaha pertambangan di wilayah Gunung Merapi.
Saya rasa memang perlu kolaborasi dari berbagai pihak untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di lereng Gunung Merapi. Tidak bisa hanya warga yang bergerak seperti yang selama ini dilakukan. Warga perlu dukungan dari pemerintah, lembaga nonpemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Bukan sekadar dukungan, pihak-pihak ini perlu benar-benar peduli pada lingkungan lereng Merapi. Harapannya ada regulasi yang tegas dan jelas terhadap penambang pasir sembrono.
Penulis: Tito Yoga Pradana
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 5 Tanda Kalian Nggak Cocok Hidup di Indramayu Jawa Barat, Pikir Dua Kali Sebelum Tinggal di Sana
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.