Saya sering tertarik dengan hal-hal baru yang belum pernah saya lakukan. Perkara kemudian setelah dicoba ternyata nggak se-wow dugaan saya sebelumnya, ah, biasalah. Yang penting coba saja dulu. Terakhir saya pernah coba untuk ikut-ikutan terjun ke platform menulis novel online. Seru, sih, tapi melelahkan. Ternyata nggak semudah yang saya bayangkan. Menulis novel butuh energi ekstra, yang pada akhirnya membuat saya merasa nggak bahagia. Berasa kayak dikejar-kejar setoran, Hyung. Tapi ini murni kesalahan saya. Lha nulis novel, kok, dadakan kaya tahu bulat. Sok yesss banget.
Nah, untuk saat ini, saya sedang tertarik ikutan voice over challenge. Pernah dengar?
Begini. Voice over challenge itu tantangan mengisi suara untuk sebuah produk, jasa, atau karakter tertentu. Caranya gampang, kita cukup membaca teks yang telah disiapkan oleh penyelenggara, merekam, lalu mengirimkannya. Kalau suara kita dinilai sesuai dengan suara yang sedang mereka cari, selamat, suara kita bakal dipakai untuk produk atau jasa mereka. Nggak hanya itu, kita juga bisa dapat cuan. Iya, cuan. Lumayan, kan, modal seru-seruan bisa dapat cuan.
Meskipun kelihatan mudah, ikutan voice over ini bukan berarti kita cuma modal bacot terus rekam. Kecuali kalau kita memang nggak mengincar buat jadi pemenang. Bebas, sak karepmu. Tapi, kalau orientasinya adalah hadiah, itu lain perkara. Ibarat orang maju perang, maka dia harus mempersiapkan senjata.
Pertama, pahami kriteria suara yang diminta. Biasanya, penyelenggara voice over challenge ini menyebutkan kriteria suara yang diinginkan. Apakah suara yang riang, kalem, atau apa? Jadi, jangan sampai kepedean langsung rekam tanpa baca ketentuannya. Apalagi kalau ternyata suara yang dibutuhkan adalah laki-laki, padahal kamu perempuan. Beda server, Bund.
Kedua, kuasai naskah. Ini yang gampang-gampang susah. Tak jarang, naskahnya itu nggak enak buat dibaca. Maksudnya gini, naskah voice over itu biasanya singkat. Paling hanya 5 sampai 8 kalimat. Tapi, saya pernah lihat ada naskah voice over yang di tiap kalimatnya selalu terselip kata “aja”. Nah, loh. Nggak enak banget, kan, buat dibaca? Dikit-dikit “aja”, dikit-dikit “aja”, berasa kayak lagi cosplay jadi orang India “aja aja nehi nehi”. Sayangnya, seburuk apa pun naskah voice over, kita nggak berhak untuk mengubahnya walau sedikit.
Ketiga, pakai teknik. Biasanya, penyelenggara voice over challenge memasukkan poin larangan pengeditan pada hasil rekaman. Nah, biar suara yang keluar bisa oke, teknik adalah koentji. Perhatikan hal-hal kecil seperti intonasi, tempo, termasuk napas. Jangan sampai suara napas kamu terekam. Apalagi sampai ada suara abang bakso di luar rumah. Jangan.
Sebetulnya, akan lebih bagus hasilnya kalau kita punya piranti rekam yang oke. Mulai dari microphone sampai alat perekam yang berkualitas. Tapi, berhubung saya ini sudra dalam hal piranti-piranti tersebut, saya pakai saja voice recorder yang ada di HP. Dan biar napasnya nggak ikut terekam, saya selimuti HP saya pakai handuk. Terus posisi merekamnya juga seperti orang lagi telepon-teleponan. Wis lah, pokoknya patokan saya adalah selalu ada jalan menuju Roma.
Gimana, kalian tertarik juga nggak buat ikutan voice over challenge? Banyak kok infonya di Instagram. Atau tinggal searching saja di Google. Hitung-hitung refreshing dari seabreg gawean yang selama ini sudah bikin kita kayak robot.
Halah, Mbyaaak, boro-boro ikutan voice over challenge, dengerin ulang suara sendiri pas voice note saja pengin nangeees~
BACA JUGA Membedah Tugas Penyiar Radio yang Sering Dibilang Ngemeng doang dan artikel Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.