Bahasan mengenai organisasi mahasiswa dan seluk beluknya memang tidak ada habisnya. Benar saja, setelah beberapa waktu lalu pernah membahas mengenai syarat aneh masuk organisasi mahasiswa, yaitu ketakwaan, kini ada lagi satu topik bahasan yang cukup menarik untuk diangkat. Ada satu kebiasaan, satu hal wajib mungkin, yang dilakukan oleh para calon pemimpin ketika menjelang hari pemilihan. Iya, benar, membuat visi misi dan mengampanyekannya. Ini bertujuan untuk setidaknya para pemilih tahu, apa saja yang akan dikerjakan dan menjadi fokus para calon pemimpin.
Kita semua sudah pasti tahu apa itu visi misi dan kita pun sudah sering menjumpainya. Di lingkungan kampus, utamanya, poster visi misi para pemimpin organisasi mahasiswa ini kadang berserakan di dinding-dinding menjelang hari pemilihan. Bak politisi, visi misi para calon pemimpin organisasi mahasiswa ini kadang dibuat sedemikian rupa dengan bahasa ndakik-ndakik biar kelihatan intelek, tanpa target yang jelas dan konkret. Bahkan ada juga yang antara dua atau tiga calon yang bertarung, visi misi mereka semua hampir sama. Ya bingung dong jadinya. Kalau sama semua, apa yang mau diadu coba?
Entah ini jadi perhatian atau tidak bahwa para calon pemimpin organisasi mahasiswa ini kadang asal saja membuat visi misi. Mereka seperti tidak menganggap visi misi sebagai senjata bagi mereka untuk bertarung. Padahal, visi misi ini jadi salah satu senjata utama untuk menggaet pemilih. Masa iya memilih calon pemimpin organisasi mahasiswa hanya berdasarkan pertemanan, ya tidak menarik, lah. Ini memang sering terjadi bahwa pemimpin yang terpilih, kadang menang karena basis massanya besar, bukan karena mempunyai visi misi yang bagus. Ya tidak salah, sih, tapi betapa tidak menariknya iklim demokrasi kalau begitu.
Salah satu contoh tidak menariknya visi misi para calon pemimpin organisasi mahasiswa ini adalah banyaknya kalimat-kalimat klise. Sebagai contoh, kalimat, “Menciptakan lingkungan jurusan/fakultas/kampus menjadi lingkungan yang menyenangkan,” adalah kalimat paling klise dan paling tidak menarik. Kita semua tahu, ya bahwa menciptakan lingkungan yang menyenangkan itu juga tanggung jawab semua orang, bukan organisasi mahasiswa. Bahkan ada juga yang lingkungannya menjadi tidak menyenangkan karena adanya organisasi mahasiswa. Jadi, jangan merasa sok bertanggung jawab dan sok berhak lah, ya.
Kalimat, “Menciptakan organisasi yang rukun dan kompak,” juga sering sekali dijumpai, bahkan menjadi andalan bagi sebagian besar calon pemimpin. Bagaimana ya, menciptakan organisasi yang rukun dan kompak kan sebuah keharusan yang sebenarnya tidak perlu digaungkan lagi. Kita semua harusnya sudah paham itu. Kalau ini masih digaungkan lagi, bahkan setiap tahun pemilihan, kemungkinannya hanya dua. Pertama, organisasinya tidak pernah rukun dan kompak, dan kedua, para calon pemimpinnya di setiap tahun tidak punya visi misi yang jelas alias tidak becus.
Ada lagi kalimat begini, “Menjadikan organisasi sebagai lingkungan yang ramah kritik dan mampu menampung aspirasi.” Ini adalah kalimat yang tidak perlu. Sudah jadi keharusan dan aturan mutlak bahwa organisasi mahasiswa itu harus lapang dada dengan kritik, dan mampu menerima semua aspirasi dari mahasiswa. Namun, kenyataannya kan lain, ada juga organisasi mahasiswa yang terlalu baperan, tidak ramah kritik, bahkan abai dengan aspirasi yang ada. Mungkin ada segelintir orang yang ketika naik menjadi anggota atau pemimpin organisasi mahasiswa, lalu merasa sok jagoan, dan ketika dikritik, eh tidak terima. Mentalitas macam apa itu?!
Pada akhirnya kita tidak heran melihat beberapa politisi di level negara kelakuannya seperti itu, tidak punya visi misi yang jelas. Lha wong di level universitas saja sudah begini, ya ada sedikit pemakluman, lah. Sangat disayangkan memang, lingkungan pesta demokrasi kampus yang seperti miniatur pesta demokrasi negara, malah jadi sesuatu yang membosankan karena para calon pemimpinnya tidak mampu membuat visi misi yang menarik. Sudah visi misinya klise, tidak menarik, eh pas kampanye sok menggebu-gebu. Alih-alih kelihatan keren, malah kelihatan seperti orang bego saja.
Kalau boleh saya beri saran, para calon pemimpin itu seharusnya membuat visi misi yang lebih konkret. Misalnya, dengan mengangkat satu atau dua agenda besar yang akan dilakukan atau menghidupkan lagi agenda/kegiatan yang sudah mati. Itu mungkin lebih menarik, daripada sekadar kalimat klise di atas. Bisa juga dengan tidak perlu mencantumkan visi misi sekalian. Jadi pakai prinsip “lihat nanti saja”. Ini tentu lebih menarik, daripada ndakik-ndakik tidak jelas, mending tidak ada sama sekali. Bagaimana? Saran saya bisa diterima, dong?!
BACA JUGA Betapa Absurdnya Saat Pemilihan Kepala Desa, Abang Ipar dan Oposisinya Sama-sama ‘Pesan’ Visi-Misi pada Saya dan tulisan Iqbal AR lainnya.