Untuk Seto Wicaksono, Penulis yang Nyambi Karyawan Swasta dan Disangka Melihara Tuyul

Wawancara Saya Bareng Tuyul Peliharaannya Seto Wicaksono Untuk Seto Wicaksono, Penulis yang Nyambi Karyawan Swasta dan Disangka Melihara Tuyul

Seorang kenalan pernah berguyon mengatakan bahwa Seto Wicaksono itu perlihara tuyul. Tuyul-tuyulnya disuruh nulis makanya dia bisa produktif gitu. Pasalnya sudah 234 artikel dia terbitkan di Terminal Mojok per 6 Maret 2020. Padahal Terminal Mojok pertama tayang bulan Mei 2019 yang berarti belum ada satu tahun. Wajar saja banyak konspirasi miring tentangnya.

Selain melihara tuyul ada yang mengatakan bahwa dia punya ilmu Kagebunshin No Jutsu, jurus favoritnya Naruto memecah diri itu lho yang membagi dirinya jadi banyak. Jadi masing-masing tubuh kloningnya dibagi ada yang mikirin ide, ada yang tukang eksekusi, dia sendiri mah nyantai main Zuma. Siapa yang tidak mikir aneh-aneh kalau dalam sehari redaktur Terminal Mojok pernah menerbitkan 4 artikelnya?

Lebih hebat lagi karena dia bukan pengangguran yang bisa menghabiskan waktunya seharian untuk mikirin mau nulis apa tapi malah nggak mulai-mulai. Saat ini dia bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta, kalau katanya sih perekrut amatir. Bukannya perusahaan swasta sangat sibuk, Mas? Setahu saya karyawan swasta memiliki aktivitas yang padat, tidak seperti kebanyakan pegawai negeri sipil yang masih sempat main Zuma di kantor.

Itu pun belum ditambah dengan Mas Seto ini baru saja punya anak, selamat ya Mas! Sebagai sesama Ayah muda yang masih dalam tahap belajar mengurus bayi saya sangat kagum. Karena saya tahu beratnya hidup di sela tangisan dan ganti popok, apalagi jika istri mengalami baby blues. Lagi musimnya itu hati-hati, istri dibikin seneng terus ya Mas!

Mojok menganugerahkan Mas Seto sebagai penulis terminal Mojok pertama yang dikenalkan pada jemaah Mojokiyah. Dan buat saya itu sangat wajar. Meski begitu, seperti halnya kami, Kru Mojok sepertinya menaruh curiga kalau Mas Seto sepanjang jam kerja malah menggunakan waktu untuk menulis. Bisa dilihat dari poster yang memuat ilustrasi Mas Seto yang sedang memanfaatkan sebuah toilet duduk untuk menyempatkan menulis. Saya berusaha memasuki alam pikiran sang ilustrator dan mendapatkan ilham bahwa itu adalah toilet kantornya. Yap benar, dia memanfaatkan alasan panggilan alam untuk menulis.

Sebagai seorang yang masih belajar dalam dunia tulis menulis saya senang ketika Mas Seto mengundang saya untuk bergabung dengan grup WhatsApp para penulis Terminal Mojok. Selain produktif dan kreatif menulis tampaknya Mas Seto juga punya bakat untuk mengumpulkan para mutan dengan kemampuan ekstra dalam beghibah. Grup yang berisi para julid people dari berbagai penjuru negeri ini tidak pernah berhenti membahas konten apa yang akan ditulis besok. Setiap ghibahan pasti bisa dilirik menjadi konten di mata julid people.

Ketika pertama kali diajak saya sempat bertanya-tanya apa sih tujuan dari grup ini dibentuk? Bukankah pada dasarnya kita-kita ini saingan? Saya sempat berpikir Mas Seto sedang membangun semacam serikat pekerja yang berisi para julid people yang menulis untuk Mojok. Kemudian jika nanti krisis ekonomi benar-benar menghantam Indonesia para julid people yang berada dalam grup WA ini akan dikordinir untuk melakukan aksi dengan berbagai tuntutan.

Naikan upah menulis!

Menulis itu tidak mudah!

Buruh tulis juga manusia yang butuh liburan!

Buruh tulis juga butuh kredit rumah sesuai ketentuan RUU Ketahanan Keluarga!

Tuntutan ini akan disampaikan dengan long march dari jalan Gejayan sampai kantor Mojok. Gejayan dipilih jadi lokasi karena di sanalah benih-benih reformasi yang telah dikorupsi ini ditinggalkan. Ternyata itu semua hanya lamunan dari jiwa aktivis yang telah lama terkubur dibalik rutinitas mencari nafkah. Seandainya ini terjadi, ah betapa komunisnya hidup kita kamerad.

Meski begitu saya tetap bersyukur diundang dari grup ini karena saya belajar banyak. Kalau Muhiddin M. Dahlan berkata jalan penulis itu sunyi mungkin itu karena dia tidak punya grup WA yang berisi julid people. Berkat kreativitas Mas Seto jalan sunyi yang harus dilalui seorang penulis jadi ramai. Jadi para penulis pemula seperti saya dan teman-teman yang berada di grup bisa lebih berani melangkah karena kami melakukannya secara bersama-sama. Ini sebuah proses pembelajaran yang berharga bagi saya dan teman-teman.

Ngomong-ngomong Mas Seto saya lagi sering buntu ini bingung mau nulis apa. Apa bisa bagi tuyulnya yang kreatif dan penuh ide. Kalau bisa sekalian dengan tuyul yang rela kerja lembur tapi tapi nggak neko-neko nuntut minta upah lebih. Masak cuma pengusaha saja yang bisa mengeksploitasi pekerjanya, penulis boleh juga dong mencoba sesekali merasakan nikmatnya margin profit dari hasil keringat dan darah kerja buruhnya.

BACA JUGA Riset Saya Soal Gimana Caranya Tulisan Bisa Sayang Eh Tayang di Terminal Mojok atau tulisan Aliurridha lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version