UNESA adalah kampus terbaik di Surabaya, tapi setelah UNAIR dan ITS.
Saya harus akui kalau beberapa hal memang terasa tidak menyenangkan di UNESA, mulai dari banyaknya fasilitas yang belum memadai, jadwal kelas yang nggak tentu, sampai dosen yang kebingungan bagaimana mengajar mahasiswa baru yang jumlahnya 10 kali lipat dari biasanya. Makanya, menjadi mahasiswa UNESA itu selain dapat ilmu yang bermanfaat, mereka juga dapat pengalaman hidup yang berharga.
Akan tetapi pengalaman berbeda dirasakan oleh teman saya yang berkuliah di UNAIR. Meskipun almamater kami warnanya sama-sama biru, tapi nasib kami sangat berbanding terbalik. Bahkan bisa saya katakan kalau menjadi mahasiswa UNAIR adalah sebenar-benarnya kenikmatan. Selain karena lebih mentereng, mereka juga nggak harus merasakan masalah-masalah yang dialami mahasiswa UNESA.
Mahasiswa UNAIR nggak pernah dicap akan jadi guru setelah lulus
Stigma yang sering dialami mahasiswa UNESA adalah apa pun jurusannya, pasti tetap dikira akan jadi guru setelah lulus. Awalnya saya nggak percaya sampai tiba masanya saya mengalami sendiri kejadian ini.
Saat itu, saya dengan seorang teman yang kebetulan mahasiswa UNAIR sedang menghadiri suatu kegiatan. Saat itu, ada seorang bapak-bapak di kursi sebelah yang mencoba ngobrol basa-basi dengan kami. Singkat cerita, setelah mengetahui bahwa saya berkuliah di UNESA bapak itu langsung berkata, “Oh, lulus jadi guru berarti ya, Mas?”
Iya, saya paham kalau banyak alumni UNESA yang menjadi guru. Tapi, nggak semua mahasiswa harus dikira jadi guru juga, dong. Selain itu, memangnya kalau mahasiswa UNAIR nggak boleh jadi guru? Kok kesannya hanya mahasiswa UNESA saja yang sudah pasti jadi guru, sedangkan mahasiswa UNAIR bisa berkarier di mana saja. Menyebalkan.
UNAIR UKT elit, fasilitas nggak sulit, nggak kayak UNESA
Mendengar teman saya bercerita tentang fasilitas yang ada di UNAIR membuat saya semakin iri dengan privilese yang mereka punya. Saking kerennya, setelah mendengar cerita tersebut saya jadi sadar kalau fasilitas di UNESA nggak ada yang bisa dipamerkan sama sekali.
Misalnya saja di UNAIR kampus A, B, dan C yang memiliki mobil golf mengitari wilayah kampus. Mobil ini bertujuan untuk memudahkan mobilitas seluruh warga kampus agar menghemat waktu dan tenaga untuk berpindah gedung. Hebatnya lagi, mobil ini sudah menggunakan tenaga listrik yang ramah lingkungan, serta dapat dinikmati secara gratis.
Pengalaman berbeda dialami mahasiswa UNESA karena masih harus jalan kaki atau menggunakan motor untuk mobilitas. Meskipun di UNESA Lidah Wetan sudah disediakan sepeda yang bisa digunakan secara gratis, tapi sampai sekarang saya nggak ngerti gimana cara menggunakannya. Di Instagram UNESA pun cuma dipromosikan kalau ada fasilitas sepeda gratis, sedangkan tata cara menggunakannya nggak diberi tahu. Sama aja bohong, Pak.
Meskipun beberapa hal tersebut membuat saya iri hati pada mahasiswa UNAIR, tapi saya juga nggak menyesal menjadi mahasiswa UNESA. Toh, saya yakin seiring berjalannya waktu UNESA pasti berbenah menjadi lebih baik. Siapa tahu, kelak bisa beneran jadi kampus terbaik di Surabaya. Amiinn.
Sumber gambar: Akun Instagram Universitas Airlangga
Penulis: Dito Yudhistira Iksandy
Editor: Rizky Prasetya