Bagi laki-laki yang sedang mencari jati diri, motor sport seolah menjadi identitas yang lekat dengan pribadi keren dan macho. Benar begitu?
Masa SMA mungkin jadi masa pencarian jati diri untuk sebagian besar orang. Di mana pada masa itu, kita masih sering melakukan hal-hal bodoh yang membuat kita bertanya di kemudian hari, “Kemarin, kok, saya melakukan itu ya?” Salah satunya adalah perkara memilih motor.
Betul, bagi laki-laki di usia SMA keberadaan motor adalah hal yang cukup penting. Apalagi untuk mereka yang memang mencari pengakuan dan untuk terlihat lebih “nggaya” di sekolah. Motor adalah barang wajib. Ini juga nggak bisa dijauhkan dari kebiasaan kita yang menandai orang dengan motor pada saat SMA. Misalnya, “Kae, loh, si Sano sing motore Vixion.”
Mirisnya kadang di usia itu kita tidak bisa melihat jernih dan malah nggobloki dengan merengek meminta motor di luar kemampuan orang tuanya. Terbukti dengan tidak jarangnya kita mendengar, melihat, atau membaca berita di media tentang seorang anak yang ribut dengan orang tua hanya karena perkara tidak dibelikan motor.
Padahal, tidak ada studi yang membuktikan bahwa kendaraan yang kalian miliki berbanding lurus dengan prestasi akademik di sekolah. Harus diingat sekolah itu bukan lintasan balap, jadi bukan perkara motormu banter terus bisa rangking satu. Oy, ini sekolah bukan balapan MotoGP.
Setelah melihat tidak ada korelasi antara prestasi akademik dan motor. Lantas remaja setengah tanggung ini akan berdalih bahwa kegunaan motor itu buat mendapatkan wanita pujaan. Ini juga tidak ada korelasinya. Wajahmu yang pas-pasan tidak bisa kamu tutupi selamanya dengan helm full face. Elek yo tetap elek. Wong ya cewekmu nanti gandengannya sama kamu bukan motormu.
Sebagai yang sudah mengalami masa SMA, saya akan memberikan sebuah nasehat yaitu jangan sekali-kali meminta motor jenis sport atau trail. Percaya, deh, kerennya cuma di SMA. Setelah masuk kuliah atau bekerja, motor sport itu cuma menambah beban. Kenapa saya bilang seperti itu? Ya, karena saya mengalami. Saya menyesal dulu saat akan dibelikan motor tidak bisa mempertahankan pilihan untuk membeli Honda Blade dan malah dipilihkan motor CB150r. Pasalnya, ternyata bapak saya juga ingin mencobanya. Sebelum memutuskan untuk membeli perhatikan dulu beberapa masalah ini.
Pertama, tidak adanya jok. Indonesia itu negara tropis yang sering sekali hujan. Tidak adanya jok pada motor sport menjadi suatu hal paling menjengkelkan. Pasalnya, dengan tidak adanya jok kita harus repot membawa jas hujan di dalam tas. Itu menyebabkan tas kita tambah berat. Apalagi jika kalian kuliah atau bekerja yang mengharuskan membawa laptop. Haduh, welcome loro boyok.
Saya tahu ada alternatif dengan menggunakan boks tambahan di belakang motor. Tapi, harganya juga tidak murah. Ya memang, ada tempat mantel yang bentuknya seperti bungkus lemper. Itu pun juga saya rasa masih kurang dan rawan hilang. Wong, teman saya punya motor sejenis ini dipasangi kayak begitu belum seminggu sudah raib di tempat parkir.
Kedua, tidak fleksibel adalah hal yang harus diperhatikan setelahnya. Punya motor sport yang memiliki diameter besar membuat pergerakan akan lebih butuh usaha. Percaya sudah, motor akan lebih banyak memakan tempat saat parkir. Apalagi parkir di tempat umum. Duh, susahnya cari tempat setengah mati. Selain itu, berat motor jenis ini juga tidak main-main. Pokoknya naik motor jenis ini berasa ribet sendiri.
Ketiga, biaya perawatan. Mungkin ini tidak berlaku untuk kalian yang anak sultan. Namun, buat kalian yang ingin punya motor sport dan kondisi ekonomi yang pas, wah harus banyak pertimbangan dulu. Kalian harus mengerti berapa banyak yang akan dikeluarkan untuk merawat motor kalian.
Cari tahu dulu berapa biaya ngerawat motor jenis ini untuk servis bulanan. Berapa biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi sesuatu hal yang tidak kita inginkan. Berapa ongkos ganti lampu, ban, fairing, dsb. Itu harus dipikirkan sebelum membeli. Bukan malah memikirkan, bagaimana cara mbleyer si dia.
Itu tadi adalah alasan-alasan yang bisa menjadi pertimbangan sebelum meminta motor sport. Kita harus punya banyak pertimbangan dan nyawang kahanan. Terakhir pesan saya, sudah waktunya menanggalkan slogan, “Ra Ninja ra cinta, ra FU ra love you.”
BACA JUGA Jok Penumpang Motor Ninja Adalah Jok yang Paling Aneh buat Saya atau tulisan Rezza Atthoriq lainnya.