Beberapa hari yang lalu saya membaca berita di media massa regional wilayah Surabaya-Sidoarjo tentang penutupan sementara U-turn atau putaran balik di Jalan Raya Waru, Kabupaten Sidoarjo. Penutupan dilakukan karena adanya laporan masyarakat mengenai penyebab kemacetan di salah satu poros jalan nasional tersebut.
Belum sampai seminggu, keputusan itu diganti menjadi sistem buka-tutup U-turn pada jam tertentu. Terutama di waktu pagi dan sore ketika lalu lintas sedang padat-padatnya.
FYI. Jalan Raya Waru merupakan jalan nasional yang dikelola oleh pemerintah pusat. Jalan raya ini penghubung antara Kabupaten Sidoarjo dengan Kota Surabaya. Terbagi dua sisi, satu sisi dari Surabaya (utara) mengarah ke Sidoarjo (selatan). Sisi satunya Sidoarjo mengarah ke Surabaya. U-turn biasanya digunakan oleh pengguna jalan dari Sidoarjo yang mengarah ke Surabaya untuk kembali ke arah Sidoarjo.
Menurut saya, ada 4 alasan penyebab kemacetan di Jalan Raya Waru yang lepas dari laporan masyarakat itu, karena beberapa simpul kemacetan justru selepas melewati U-turn.
Daftar Isi
Luas jalan tidak berubah
Kalau ingatan saya tidak berkhianat, luas Jalan Raya Waru, ya, segitu-gitu saja dalam dua dekade terakhir. Padahal, jumlah kendaraan setiap hari sepertinya bertambah. Tentu, kapasitas jalan yang tersedia tidak akan cukup.
Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah untuk perluasan karena jalan raya ini dikelola pemerintah pusat. Sidoarjo bisa meniru tetangganya, Surabaya, yang membangun frontage di sisi Barat dan Timur jalan nasional Jalan A. Yani.
Sidoarjo memang sudah tampak membangun infrastruktur jalan di sisi timur Jalan Raya Waru atau frontage, namun belum optimal. Lebar jalannya juga nanggung. hehe
Pertelon (pertigaan) Waru yang ruwet
Simpul kemacetan lain adalah pertelon Waru, persisnya di bawah Jalan Layang Waru. Di sini pertemuan kendaraan yang putar balik dari Sidoarjo yang mengarah ke Surabaya untuk kembali ke arah Sidoarjo, serta jadi lokasi putar balik dari Surabaya yang mengarah ke Sidoarjo untuk kembali ke Surabaya. Juga titik pertemuan dari arah Medaeng yang akan menuju Sidoarjo (utara) dan Surabaya (selatan), sama-sama ruwet.
Lokasi ini memang terpasang lampu merah untuk mengatur keruwetan jalan itu, namun belum banyak membantu. Apalagi, pada jam-jam tertentu, beberapa pengguna jalan dari arah Surabaya melakukan potong kompas menuju arah Medaeng. hadewww
Bias aturan di Jalan Layang Waru
Jalan Raya Waru memiliki jalan layang untuk menyiasati rumitnya jalan di pertelon Waru. Namun, ada hal yang aneh. Bila dari arah Sidoarjo menuju Surabaya kendaraan roda dua dilarang melintas, arah sebaliknya diperlakukan berbeda. Kendaraan roda dua dari arah Surabaya menuju Sidoarjo boleh lewat pada jam-jam tertentu. Rambu-rambunya sudah jelas terpampang.
Tapi, rambu-rambu ini seolah tidak ada harga dirinya sama sekali. Banyak pesepeda motor yang tetap nekat melintas di Jalan Layang Waru, utamanya yang dari arah Sidoarjo ke Surabaya. Saya yang hampir tiap hari melintas, tiap hari juga melihat pelanggaran ini.
Mungkin untuk menghindari keruwetan di pertelon Waru tadi, sehingga memilih melintas di jalan layang. Apapun alasannya, manuver roda dua di jalan layang waru ini tak jarang menghambat laju kendaraan roda empat yang melintas.
Kendaraan yang ngetem di pintu keluar Bungurasih
Pintu keluar Terminal Bungurasih menjadi pangkal kemacetan di Jalan Raya Waru. Selain jadi tempat keluar bus antar kota dalam provinsi dan antar kota luar provinsi, di dekatnya juga ada halte bus Trans Jatim serta jadi lokasi ngetem kendaraan. Padahal, sepanjang jalan sudah diberi rambu-rambu larangan berhenti, namun tetap diabaikan.
Belum lagi karakter beberapa penumpang yang lebih memilih mencegat bus di pintu keluar dibanding harus masuk ke dalam terminal. Tak jarang badan bus yang begitu besar dan panjang memakan jalur Jalan Raya Waru yang mengarah ke Surabaya.
Itu dia 4 hal yang membuat kemacetan di Jalan Raya Waru seolah-olah abadi. Perlu pemecahan yang out of the box untuk mengurai kemacetan di jalan ini. Bukan sekadar menyalahkan U-turn, tapi tidak melakukan sesuatu yang nyata untuk mengatasi pangkal masalahnya.
Penulis: Suluh Dwi Priambudi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 4 Jalan Berbahaya di Bantul yang Nggak Disadari Banyak Pengendara