Minggu lalu, saya ke Gacoan bersama keluarga. Tapi di tengah-tengah menikmati makanan, kami baru sadar kalau kami nggak punya cash buat bayar tukang parkir. Setelah menggeledah dompet dan kantung, hanya bisa menemukan seribu. Kami lupa bahwa meskipun bisa bayar makan pakai QRIS, urusan parkir tetap beda cerita.
Hal-hal seperti ini jujur saja bikin saya makin males sama tukang parkir. Kemudahan bayar makan lewat QRIS jadi seakan percuma jika ujung-ujungnya tetap harus punya cash buat bayar parkir. Kayak, apa ya, jadi duri dalam daging gitulah. Menciptakan masalah yang tak perlu ada.
Tapi, menghilangkan profesi ini juga nggak mudah, malah nggak mungkin. Jadi mau nggak mau, kalau mereka tidak bisa mengikuti maunya kita, ya paksa. Dan ini harus melibatkan restonya. Kok bisa?
Nih, saya akan beberkan satu alternatif yang sekiranya bisa bikin tukang parkir seneng, kitanya nggak repot, dan resto harusnya nggak kerepotan.
Jadikan biaya parkir masuk ke bill
Nah, masuk nggak idenya?
Bagi saya ini adalah win-win solution. Tukang parkir tetap dapat haknya, kita nggak perlu lagi repot-repot nyiapin receh, plus resto juga bisa banget tuh tau pendapatan parkirnya. Biar bisa bikin strategi apa gimana wis karepmu.
Soalnya gini, tidak semua tukang parkir tuh pakai QRIS. Hanya ada di kota besar. Sedangkan penggunaan QRIS di rumah makan itu sudah menyasar di kabupaten-kabupaten. Nah, ini kan kelihatan jadinya kalau kemajuannya nggak beriringan. Jadinya malah nyrimpeti kalau bahasa Jawanya.
Kita yang udah enak-enak nggak perlu ambil cash, mau nggak mau harus nyari recehan juga karena tukang parkir. Menurut saya ini sih menyebalkan, kenapa jadinya kita ribet untuk urusan orang lain dah. Toh kita ya nggak butuh-butuh amat sama profesi ini. Kenapa malah kita jadi ribet mikirin?
Nah, dengan menyatukan biaya parkir pada bill, jadi enak tuh buat konsumen. Nanti tinggal nunjukin struk atau detil billnya kalau udah bayar parkir. Tinggal keluar dari parkiran dengan senang hati. Kang parkir tinggal minta aja nanti ke resto. Mereka juga bikin pencatatan tersendiri, biar bisa match.
Gampang to? Gampang.
Urusan teknis nggak usah dipikirin, itu urusan tukang parkir
Saya tahu bahwa ini teknisnya nanti ribet buat tukang parkir dan resto. Tapi mohon maaf, sebagai customer, itu bukan urusan saya sih. Pertama, saya ke resto niatnya makan. Kalau saya diminta ngurusin parkir ya jelas saya tolak.
Saya juga tahu kalau ada tukang parkir atau pemilik resto baca ini, mereka bisa jadi keberatan karena ya bikin ribet dan ngada-ngadain hal yang nggak perlu ada. Nah, precisely my point. Kesulitan-kesulitan kami nyari recehan itu ya nggak perlu ada sebenernya. Kami nggak perlu bingung kalau lupa bawa cash, sedangkan restonya sedia QRIS. Kan aneh kui nek dipikir-pikir.
Kalau nggak mau ribet ya simpel, tinggal tukang parkir bikin QRIS sendiri. Selesai, toh caranya nggak ribet. Kalau situ sebagai kang parkir ngerasa ini bikin kalian tambah kerjaan, ya customer makin simpel lagi: tinggal cari resto yang nggak ada kang parkirnya, atau pesen online. Kelar.
Saya nggak tahu apakah sudah ada resto yang menerapkan cara ini, bill gabung parkir. Kalau ada, ya bagus. Kalau nggak, ya nggak apa-apa. Yang jelas sih, saya menyarankan untuk tukang parkir mulai mikir, jangan ambil enaknya doang. Nanti kalau dinyinyirin, ngamuk. Terus bilang “2 ribu nga bikin situ miskin”.
Ya emang nggak bikin saya miskin, tapi ngapain juga aing harus ngasih ke situ?
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















